Senin, 25 Desember 2017

Mari Kita Menjadi Teman


Tulisan saya kali ini mungkin akan terasa agak random. Nggak apa-apa kan? Namanya juga blog pribadi, bebas dong mau nulis apaan. Asal tidak melanggar norma-norma yang ada. Tulisan kali ini dimulai dari kedatangan saya menghadiri pernikahan sepupu. Keponakan dari suaminya tante, namanya sepupu kan? Maaf nih kalau salah.
Pernikahan diadakan di sebuah pasraman di Ubud, Gianyar. Pernikahan diadakan dengan ritual agama Hindu, yang dipadukan dengan aliran kepercayaan Anand Krishna. Prosesinya tidak saya jelaskan lebih lanjut. Takut nanti salah tulis, soalnya sangat sensitif. Habisnya soal agama dan kepercayaan seperti ini kurang saya kuasai. Saya beragama Hindu, tetapi jujur pengetahuan saya tentang agama sangat minim. Terutama soal ritual-ritualnya. Keseringan saya ikut-ikutan sajalah. Katanya gini ya gini, katanya gitu ya gitu. Bagi saya ritual itu hanyalah formalitas belaka. Yang terpenting adalah mengaplikasi ajaran agama itu secara nyata. Secara universal dalam kehidupan sehari-hari. Soal saya dan Tuhan, biar nanti kami berdua yang hitung-hitungan saat ajal datang.

Jumat, 01 Desember 2017

Malaikat Yang Kupanggil Ibu


Ketika rasa sakit itu datang rasanya sungguh menyiksa. Keringat dingin mengucur deras. Tubuh mengejang hebat. Setiap sendi terasa kaku. Setiap syaraf terasa ditusuk-tusuk jarum. Kadang aku mengerang, kadang aku berteriak, agar rasa sakit yang melanda bisa berkurang. Sungguh cobaan yang luar biasa. Semua itu telah jadi ‘rutinitas’, hampir separuh dari hidupku. Pil dan serbuk terlarang yang aku konsumsi adalah penyebabnya.
Ditengah ‘ritual’ penuh kekacauan itu, bersyukur selalu ada dia disisiku. Dialah ibuku. Dialah malaikatku Dia yang dengan sentuhannya dapat menenangkan aku. Genggaman tangannya yang lembut selalu membuatku merasa nyaman. Suara merdunya perlahan-lahan akan membuat aku kembali tenang. Sebuah lagu yang biasa dia dendangkan. Lagu pengantar tidur warisan nenek.
Setiap kali mengingat masa-masa itu, air mataku pasti akan menetes. Masa beberapa tahun ke belakang. Masa kelam dalam hidupku.

Rabu, 29 November 2017

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak: Menonton Teater Di Layar Lebar



Kemarin malam, akhirnya saya bisa menonton film yang berjudul ‘Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak. Dalam bahasa inggrisnya, ‘Marlina the Murderer in Four Acts’. Saya memakai kata “akhirnya”, karena hujan lebat diwarnai petir dan angin kencang, berkali-kali membatalkan rencana. Habisnya bioskop yang saya pilih rada jauh sih. Cinemaxx Lippo Mall Kuta, itu hampir satu jam perjalanan dari rumah, tergantung situasi lalu-lintas. Kenapa musti di sana? Pengen aja, belum pernah sih. Selain ingin merasakan bedanya dengan nonton di Cinema XXI.
Awalnya saya ingin menonton film ‘Justice League’, karena ingin ‘bertemu’ dengan Gal Gadot. Namun, saya batalkan setelah melihat poster wajah Marsha Timothy. Prinsip saya, jangan pernah ngeduain wanita. Maka saya harus pilih satu diantara dua wanita cantik ini. Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha... Saya pun memilih Marsha. Maaf yah Kakak Gal, janji deh nanti film ‘Wonder Woman 2’ saya tonton. Dan maaf juga telah membuang waktu anda selama beberapa detik, untuk membaca paragraf nggak berguna ini hehehe...

Senin, 20 November 2017

Negeri 5 Menara - Keakraban Enam Sekawan


Satu lagi novel yang selesai saya baca. Sebuah Novel yang berjudul ‘Negeri 5 Menara’. Tertarik saya membacanya, karena kebetulan pernah bertatap mula langsung dengan penulisnya. Ahmad Fuadi, atau lebih dikenal dengan nama pena A. Fuadi. Tidak bertemu sampai bercakap-cakap sih. Saat itu, sang penulis menjadi pembicara pada salah satu kegiatan Ubud Writers & Readers Festival, tanggal 28 Oktober 2017.

Berawal dengan pertanyaan, “Sudah pada baca buku saya?” Saya yang bukanlah pembaca aktif, agak malu saat menjawab belum, dalam hati. Maka usai sesi kegiatan yang bertajuk ‘Emerging Voices: Write!” tersebut, saya mencoba untuk mencari-cari novel ini. Paling tidak dengan cara pinjam dulu. Setelah selesai membaca, saya menilai novel ini memang layak untuk dibeli.
Kenapa meminjam dulu? Karena saya sedikit khawatir dengan isinya. Dari hasil pemaparan A. Fuadi, saya mendapat gambaran umum kalau novel ini diangkat dari kisah nyata. Kisah hidup sang penulis sendiri. Kisah selama mengikuti kegiatan pembelajaran di salah satu pesantren, di daerah Jawa Timur. Pondok Madani atau Pesantren Gontor, di Jawa Timur (mohon maaf bila ada kesalahan penyebutan). Saya sendiri bukan muslim, karena itu saya takut kurang bisa mengerti dengan istilah-istilah yang dipakai pada novel. Ternyata dugaan saya tersebut salah. Bahasa yang dipakai cukup universal. Mungkin ada beberapa istilah-istilah dalam bahasa Arab dan Sumatera, namun itu pun ada penjelasannya dalam bentuk footnote.

Rabu, 08 November 2017

Ayah - Sebuah Novel: Bercerita Cinta Yang Tak Biasa



Siapa yang tidak kenal dengan Andrea Hirata. Seorang penulis yang fenomenal lewat novelnya ‘Laskar Pelangi’. Kebetulan salah satu novel karyanya ada di genggaman saya. Judulnya ‘Ayah - Sebuah Novel’. Novel ini ada di tangan saya karena judulnya tersebut. Sebagai seorang laki-laki, suatu saat nanti (entah kapan), pasti akan menjadi ayah. “Apakah saya akan menjadi seorang ayah yang baik?” Sebuah pertanyaan yang selalu mengusik diri saya. Dari membaca novel ini saya berharap bisa mendapat sedikit pencerahan. Tentang bagaimana menjadi seorang ayah.
Novel ini memiliki sampul yang sederhana, dengan didominasi warna hitam. Tergambar siluet seorang laki-laki, anak kecil, dan sepeda ontel. Diterbitkan oleh PT. Bentang Pustaka, pertama kali tahun 2015. Memiliki 396 halaman, belum termasuk daftar isi dan lainnya. Dari pemilihan font dan spasi, sangat enak untuk dibaca.
Begitu membuka sampul, kita disajikan empat halaman khusus berisi ‘Endorsement for Andrea Hirata - The Rainbow Troops’. Narsis juga nih Bung Andrea, pikir saya. Semua pujian dibuatin halaman khusus segala hehehe... Tapi memang penting sih, karena pujian bagi penulis itu ibarat vitamin. Dengan begitu, semangat untuk menulis bisa terus menyala dalam diri.

Selasa, 07 November 2017

Air Terjun Sekumpul: Tujuh Panorama Pemanja Indera


Sekumpul Waterfall
Setelah beberapa minggu terbelit kesibukan adat dan agama, akhirnya minggu ini ada juga waktu kosong. Kesempatan ini saya pakai untuk ‘ngebolang’. Dikarenakan kondisi daerah Bali timur masih rawan, maka jalan-jalan diarahkan ke Bali barat. Barat atau utara? Entahlah. Nilai geografi saya dari dulu memang tidak pernah bagus. Kabupaten Buleleng pun kemudian menjadi pilihan. Lebih spesifiknya lagi air terjun Sekumpul, yang berlokasi di Desa Lemukih.
Kenapa musti air terjun ini? Jelas ada latar belakangnya dong. Mbah Google, menginformasikan kalau air terjun Sekumpul memiliki keunikan, yang berbeda dengan panorama sejenis lainnya. Jika objek lain hanya punya satu air terjun, maka objek yang satu ini punya tujuh. Iya, tujuh air terjun, langsung di satu lokasi. Sungguh menggugah rasa penasaran saya.
Minggu pagi sekitar jam sepuluh, saya berangkat menuju lokasi. Rute yang saya ambil adalah jalur Mengwi-Bedugul-Singaraja. Menurut saya jalur ini paling nyaman. Pemandangannya keren dan udaranya sejuk. Awalnya saya pikir perlu masuk kota Buleleng untuk sampai ke lokasi. Ternyata begitu masuk desa Gigit, kira-kira dua kilometer, plang air terjun Sekumpul sudah terlihat. Guna memastikan saya bertanya ke warung di dekat plang terpasang. Sengaja saya tidak pakai aplikasi penunjuk lokasi di android. Lebih suka pakai ‘aplikasi congor’, alias tanya-tanya orang sekitar. Katanya sih interaksi dengan orang baru itu menyehatkan mental. Dari informasi pemilik warung, belok ke kanan memang arah menuju air terjun Sekumpul.

Sabtu, 04 November 2017

Mencari Jati Diri Lewat Karya Seni



Selain main program yang berbentuk diskusi panel, Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017, juga mengadakan kegiatan-kegiatan pendukung lainnya. Diadakan menyebar di beberapa lokasi, meski tetap berpusat di Ubud, Gianyar, Bali. Beberapa kegiatan pendukung yang sempat Tim Good News From Indonesia (GNFI) hadiri secara langsung di tanggal 28 Oktober 2017, antara lain: Emerging Voices: yang bertajuk ‘Write!”, Film Program: yang bertajuk ‘How to Change the World’, Festival Club at Luna Bar: yang bertajuk ‘The Banda Journal’, dan Live Music and Arts: yang bertajuk ‘Rocking Against Prejudice’.
Pada kesempatan ini Tim GNFI akan mengulas dua buah kegiatan, yaitu: ‘Write!’ dan ‘Rocking Against Prejudice’. Kegiatan ini dinilai unik karena sesuai dengan teman UWRF 2017, yaitu mencari jati diri sejati (Sangkan Paraning Dumadi). Di satu kegiatan kita diajak mencari jati diri lewat menulis. Di kegiatan lain kita diajak mencari jati diri lewat musik. Dua proses pencarian jati diri, melalui dua bentuk karya seni yang berbeda.

Kamis, 02 November 2017

Melangkahkan Kaki, Menyembuhkan Diri



Pada tanggal 27 Oktober 2017, Indus Restaurant, kembali menjadi tempat pelaksanaan salah satu main program Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017. Acara berbentuk diskusi panel tersebut mengambil judul ‘The Walking Cure’, atau ‘Berjalan Untuk Memulihkan’. Sebuah tema yang menarik, mengingat masing-masing negara punya budaya jalan yang berbeda. Ada negara yang masyarakatnya memiliki budaya jalan aktif, dan ada pula yang pasif.
Sebagai pembicara atau panelis, antara lain: Simon Artitage, Paula Constant, dan Sergio Chejfec. Sedangkan sebagai moderator adalah Sophie Cunningham, seorang penulis dan editor. Ketiga pembicara memiliki pengalaman mereka sendiri-sendiri soal berjalan. Ketiganya mengabadikan pengalaman berjalan mereka itu ke dalam karya mereka, baik itu berupa novel maupun puisi.

Selasa, 31 Oktober 2017

Mengira-ngira Indonesia Akan Kemana



Kira-kira akan kemana Indonesia beberapa tahun ke depan? Pertanyaan yang mengawali diskusi siang itu di Indus Restaurant, Capuhan, Ubud. Sebuah main program Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017, tanggal 26 Oktober 2017. Pertanyaan ini dimunculkan terkait beberapa isu hangat yang bergulir belakangan ini. Sebut saja yang paling terbaru, pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas), pada tanggal 24 Oktober 2017. Selain itu dibahas pula ancaman perpecahan, terkait isu-isu agama dan SARA.
Sebagai moderator dari diskusi berjudul ‘Tanah Airku’ ini ditunjuk Andreas Harsono, seorang pegiat jurnalisme sekaligus aktivis hak asasi manusia. Sedangkan panelis ada tiga orang, yaitu: Ni Luh Djelantik (pengusaha sekaligus pegiat sastra), Sakdiyah Ma’ruf (komedian), dan Joko Pinurbo (penyair), yang hadir untuk membacakan puisi di akhir sesi.

Senin, 30 Oktober 2017

Kemana Kita Akan Pulang?



Is it true that ‘you can never go home again’? Whether moving across the country or around the world, making a geographical leap changes us and how we relate to the people and places we leave behind. Our panel ponders the effects of relocation and reinvention.
Sebuah ikhtiar singkat yang sangat menarik. Ikhtiar dari salah satu main program Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017. Diadakan pada tanggal 26 Oktober 2017, di Neka Museum, Ubud, Gianyar. Judul kegiatannya sendiri adalah ‘Going Home Again”, seakan membawa kita bertanya dalam diri, “Kemana kita akan pulang?”
Menghadirkan tiga orang pembicara, yaitu: Shokoofeh Azar, Ahmad Fuadi, dan Nusrat Durrani. Sebagai moderator adalah Janet Steele, salah seorang Profesor di bidang jurnalistik dari George Washington University, Amerika Serikat.

Minggu, 29 Oktober 2017

UWRF 2017: Kembali Ke Jati Diri Sejati


Press Call
Ajang Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), diselenggarakan kembali pada tanggal 25 - 29 Oktober 2017 ini. Memasuki periodenya yang ke-14, ajang tahunan ini masih mengambil tempat di Capuhan, Ubud, Gianyar. Di hari pertama, panitia penyelenggara mengundang media lokal, nasional, dan internasional, untuk hadir dalam kegiatan press call. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan kegiatan UWRF 2017 secara lebih luas. Pada kesempatan ini, Tim Good News For Indonesia (GNFI) pun turut hadir, di Warwick Ibah Luxury Villas & Spa Campuhan, sebagai tempat pelaksanaan acara.
Hadir pada acara press call ini, antara lain: Pierre Coffin (sutradara sekaligus pengisi suara dari film animasi Despicable Me dan Minions), Jung Chang (penulis buku bestseller Wild Swans), Joko Pinurbo (penyair ternama Indonesia), dan Sakdiyah Ma’ruf (standup comedian wanita muslim pertama di Indonesia). Turut pula hadir pada acara ini Ketut Suardana (Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati), serta Janet Deneefe (Pendiri sekaligus Direktur dari UWRF).

Minggu, 22 Oktober 2017

Literasi Digital, Mari Mulai Dari Diri Sendiri


Di dunia digital yang berkembang pesat saat ini, sebagian besar orang pasti punya ponsel pintar (smartphone). Bahkan mungkin saja, sekarang anda sedang membaca tulisan ini melalui ponsel. Teknologi ponsel pintar ini diiringi pula dengan perkembangan media sosial. Ada beberapa media sosial yang kini sedang digandrungi oleh generasi milenia. Sebut saja, Facebook, Twitter, Line, Whatsapp, Instagram, sampai Tumblr dan Blog.
Dunia kini terasa semakin ‘menyempit’. Melalui media sosial, manusia bisa berkomunikasi tanpa mengenal lagi jarak dan waktu. Berbagai konten sudah bisa terkirim cukup dalam hitungan detik. Dari mulai tulisan, berita, foto, video, serta konten lain yang bersifat informasi atau advertensi. Melalui perantara media sosial, semua orang dapat saling bertukar konten dengan sangat mudah. Tinggal klik, maka anda bisa mengakses konten-konten tersebut sesuai selera.

Jumat, 20 Oktober 2017

Pengabdi Setan: Film Horor Bertema Cinta


Pengabdi Setan
Pengabdi Setan, film horor bertema cinta. Iya, itulah yang saya rasakan usai menonton. Untuk diketahui, film ini adalah film horor pertama yang saya tonton di bioskop. Biasanya saya selalu berpikir, buat apa sih mengeluarkan duit buat nakut-nakutin diri sendiri. Pikiran saya berubah khusus untuk Pengabdi Setan ini. Review bagus yang didapat film ini menggugah keingin-tahuan saya. Selain karena saya cukup berjodoh dengan film-film Joko Anwar, khususnya yang bertema triller. Sebut saja film Kala, Pintu Terlarang, dan Modus Anomali. Sebuah kebetulan semuanya pernah saya tonton, meski bukan di bioskop.
Kita tahu kalau film ini adalah sebuah remake dari film yang berjudul sama, yang sempat hits di tahun 1980-an. Saya pun melakukan perbandingan antara film versi baru, dengan versi ‘jadul’-nya. Dan hasilnya, film keluaran tahun 2017 ini hampir 99,9% lebih baik, dari segala aspek. Selain dari sisi sinematografi, penulisan skenarionya pun jauh lebih rapi. Begitu pun dengan alur ceritanya. Iya, kedua film ini memang memiliki ‘benang merah’ yang mirip, namun dengan alur yang tidak sama. Keputusan untuk tidak memakai teknologi CGI (computer-generated imagery), juga patut diapresiasi. Keseraman dalam film ini jadi terkesan natural. Anjiiir, keseraman kok natural...?

Rabu, 11 Oktober 2017

Pasar Beringkit


Di Bali ada sebuah pasar tradisional yang cukup unik. Namanya Pasar Beringkit. Berlokasi di Desa Beringkit, bersebelahan dengan Polres Mengwi-Badung. Kalau datang dari Bedugul, balik ke Denpasar, pasti akan melewati pasar ini. Kenapa unik? Karena hanya buka di hari Rabu dan Minggu saja. Berdiri tahun 1970-an, pasar ini dulu dikenal dengan pasar hewan, terutama sapi. Itu kenapa Pasar Beringkit juga dikenal dengan sebutan Peken Sampi (Pasar Sapi). Sekarang sih masih menjadi pusat penjualan hewan di Bali, dengan penambahan areal untuk pasar umum dan pasar tanaman hias. Kedua pasar tambahan ini pun ikut buka dua kali seminggu saja. Tersedia pula areal aneka kuliner tradisional Bali. Pengunjung yang datang berasal dari seluruh daerah di Bali. Kadang ada pula wisatawan mancanegara. Harga yang ditawarkan bisa jauh lebih murah loh dibanding pasar lain. Tergantung pintar-pintar kita menawar. Tidak kena tiket masuk, hanya biaya parkir sebesar dua ribu rupiah.
Kebetulan ada di Bali? Ada waktu senggang di hari Rabu dan Minggu? Silakan coba mampir ke Pasar Beringkit, sebagai destinasi liburan alternatif. Masa mau belanja online melulu? Apa nggak kangen sama sensasi tawar-menawar?

Jumat, 15 September 2017

Sebuah Cerita Tentang Kita



Kita tidak akan pernah tahu kapan dan dimana akan menemukan cinta. Kalau saja hari itu aku tidak menuruti paksaan temanku, mungkin aku tidak akan bertemu denganmu. Menghadiri ulang tahun teman dari temanku, yang juga merupakan temanmu. Mungkin saat itu akan terlalu dini mengatakan kalau itu adalah cinta. Mungkin akan lebih tepat jika disebut dengan terpesona. Kuperhatikan dirimu di tengah keramaian. Mungkin kamu tidak menyadarinya, karena saat itu aku belum ada keberanian untuk menyapa. Kamu terlihat berbeda diantara wanita-wanita lainnya. Sebuah pesona tanpa nama.
Percaya atau tidak, delapan hari setelah hari itu, aku melihatmu lagi. Aku pun tidak percaya. Sedikit pun aku tidak menyangka hal itu akan bisa terjadi. Di sana kamu duduk, ditemani segelas green tea dan sebuah novel. Kamu terlihat serius sekali membaca. Dari tempatku duduk, aku nikmati lagi pesonamu. Kamu mungkin tetap tidak menyadarinya, karena aku masih belum berani menyapa. Tahu tidak, aku sampai memesan dua gelas kopi dan dua rainbow cake, hanya agar bisa ada di sana lebih lama.
“Daripada diliatin aja, mending coba disapa,” begitu goda seorang pelayan wanita, saat aku memesan gelas kopi ketiga. Aku tertawa, dia juga. Bersyukur dia tidak menyangka aku ini pria mesum, yang sedang mencari mangsa.

Minggu, 30 Juli 2017

Dunkirk, Bukan Film Perang Biasa


Dari baca judulnya, sudah tahu dong saya akan membahas tentang apa? Iya, tentang film. Dan anda pasti sudah tahu juga judulnya apa. Bulan Juli ini banyak sekali film-film bagus di bioskop. Kebetulan saya dapat satu kupon nonton gratis, dari bioskop di seputaran Kuta. Sebut nggak ya namanya? Sebut saja ah, dikasih nonton tanpa keluar duit soalnya hahaha… Itu loh Cinema XII Beachwalk. Nontonnya tetep sendirian? Iya jelas teteplah.

Dunkirk

Punya satu tiket doang, artinya saya harus memilih, diantara film-film keren di bulan Juli. Saya sempat bingung mau nonton yang mana. Akhirnya pilihan jatuh pada film Dunkirk. Kenapa sih Dunkirk? Karena film ini saya nilai unik. Ada unsur sejarah di dalamnya. Jadi selain terhibur, bisa nambah ilmu. Sutradara film ini juga jadi alasan saya tertarik. Christopher Nolan. Mungkin saya kadung jatuh cinta sama trilogy Batman.

Sabtu, 01 Juli 2017

Rumah Kecil di Gang Kancil


Sebuah mobil berhenti di depan sebuah rumah. Rumah kecil di gang Kancil. Di kursi belakang, duduk seorang pria paruh baya. Namanya Kusumo. Orang memanggil dia, Pak Kus. Seorang pengusaha properti. Dia turunkan sedikit kaca mobil, untuk memperjelas pandangannya. Rumah itu masih sama seperti dulu, dia membatin.
Dulu, dua puluh tahun yang lalu, Kusumo membeli rumah itu. Uang hasil bisnis kecil-kecilan, dia kumpulkan sedikit demi sedikit. Akhirnya cita-cita dirinya memiliki rumah tercapai. Sebuah rumah kecil, di gang Kancil.
Di rumah itu, dia membangun rumah tangga. Kusumo muda menikah dengan teman sekampus. Sebuah pertemuan di ajang reuni, merajut garis jodoh mereka. Satu tahun menikah, lahir si buah hati. Seorang anak laki-laki. Kondisi ekonomi yang kian membaik, mereka memutuskan untuk menambah momongan. Kali ini lahir anak perempuan. Sebuah keluarga kecil yang bahagia.
Berawal iseng membantu teman menjualkan rumah, karier Kusumo di bidang properti dimulai. Tidak disangka-sangka, keuntungan yang diperoleh terus berlipat. Pergaulan Kusumo pun mulai merambah ke tingkat atas. Pun demikian dengan keluarganya. Rumah kecil di gang Kancil, tidak lagi bisa mengikuti gaya hidup baru mereka.

Jumat, 30 Juni 2017

Barbitch: Melihat Wanita Dari Sisi Berbeda


Sampai juga kita di akhir bulan Juni. Dalam rangka menutup bulan, saya akan mengajak anda kembali membahas sebuah buku. Judul bukunya, ‘Barbitch’. Buku ini membahas tentang wanita, dalam berbagai karakter dan masalah mereka. Banyak yang bilang saya kurang paham tentang wanita. Saya tidak memungkiri itu. Makanya saya membeli buku ini. Selain, karena penulisnya lahir di Denpasar, dan dia cewek Sagitarius. Nggak nyambung memang. Sengaja, hehehe...
Barbitch, whether you love her so much... Or hate her so much... Sekumpulan cerita di dalam Barbicth karya Sagita Suryoputri menampilkan kisah para perempuan dari sisi abu-abu kehidupan. Para tokohnya bercerita tentang pengkhianatan sahabat, cinta segitiga, manipulasi kekuasaan, perempuan dengan kecantikan bagai boneka, perpecahan keluarga... dan semua hal yang kadang disembunyikan masyarakat demi terjaganya stabilitas sosial dan moral. Mereka ada di sekitar kita, namun sering kita menutup mata bagi mereka. Mereka berpesta dalam entakan musik yang keras hingga tenggelam di bawah kerlip lampu warna-warni berkilauan. Di balik perjuangan demi kehidupan yang lebih baik, mereka tampil rupawan dan elok dipandang mata sekana dunia berjalan tanpa masalah. Hingga yang tersisa tinggallah pilihan: membenci atau mencintai mereka.”

Kamis, 29 Juni 2017

Definitely, Maybe: Ketika Anak Bertanya Tentang Cinta


Bahas event sudah, buku sudah, objek wisata sudah. Sekarang saya akan ngajak anda membahas tentang film. Sebuah film yang tidak sengaja saya tonton, di HBO Family. Sebuah film lama, keluaran tahun 2008. Dibintangi oleh Ryan Renolds, sang Deadpool. Nah, tahu sendiri dong film-film Ryan Renolds kayak apa. Pastinya jarang banget ada yang serius. Termasuk film ini, yang bergendre drama komedi. Judulnya ‘Definitely, Maybe’. Pernah nonton filmnya? Pasti diantara anda ada yang sudah menontonnya.
Film ini dimulai dengan cara yang unik, menurut saya. Ada ilustrasi narator mirip Deadpool. Diawali oleh Will Hayes, tokoh utama yang diperankan oleh Ryan Renolds, menerima berkas perceraian dari sang istri. Akibatnya, mereka kini tinggal terpisah. Dari hasil pernikahan mereka, lahir seorang gadis cantik, bernama Maya. Setiap hari Selasa dan Jumat, adalah tugas Will untuk mengasuh Maya. Kebetulan hari itu adalah hari Jumat. Pulang kerja, Will pun menjemput Maya dari sekolah. Dan cerita pun dimulai...
“Hari ini aku dapat pendidikan seks di sekolah Yah,” celetuk Maya.

Rabu, 28 Juni 2017

Ngebolang: Satu Hari, Dua Destinasi


Minggu lalu kegiatan ‘ngebolang’ (baca: jalan-jalan, sekalian cuci mata), saya jadwalkan menuju kabupaten Bangli. Satu-satunya kabupaten di Bali, yang tidak memiliki pantai. Dengar-dengar di sana ada sebuah air terjun keren. Namanya air terjun Kuning. Nama Kuning, berasal dari nama desa dimana lokasi air terjun itu berada. Kenapa air terjun lagi? Kan sudah bilang saya suka mainan air. Nggak ada pantai, air terjun (lagi) pun jadi.
Sedikit anekdot sebelum memulai. Kecintaan saya pada air ini pernah menjadi guyonan teman. Katanya, “Kamu ini Aries, kambing gunung kok suka main air?” Saya jawab, “Aku ini Pisces yang terjebak di tubuh Aries.” Balik dia berujar, “Oh pantesan nggak agresif.” Loh, pernyataan macam apa itu? Maksudnya apa? Oke garing, skip...
Perjalanan pun dimulai. Saya memilih lewat Batubulan, ketimbang Bypass Ida Bagus Mantra. Tidak ada sebab khusus sih, cuma lagi pengen aja. Tiba di Desa Blahbatuh, saya melihat sebuah plang bertuliskan: “Blangsiang Waterfall”. Sebagai pencinta air yang jatuh dari ketinggian, tentu saya penasaran. Apalagi di plang itu bertuliskan hanya 500 meter, masuk dari Pasar Yadnya, Blahbatuh. Boleh juga nih kalau mampir sebentar, pikir saya. Maka saya ikuti panah penunjuk jalan, dan petualangan saya pun dimulai.

Selasa, 27 Juni 2017

Mencari Cinta Untuk Cinta


“Bangun Do, bangun...”
Sayup-sayup diantara lelapnya tidur aku mendengar suara. Pelan-pelan kesadaranku pulih. Aku merasakan tubuhku terguncang-guncang. Kurasakan panasnya matahari menyentuh kakiku. Pasti korden kamarku sudah terbuka.
“Bangun nggak? Aku siram air nih!” Mengganggu banget sih ni orang, begitu pikirku. Masih ngantuk tahu, umpatku dalam hati.
Suara itu tetap berteriak-teriak, sampai kesadaranku benar-benar pulih. Ya ampun, aku mengenal suara itu. Suara seorang wanita. Kenapa dia bisa ada di kamarku? Pasti ibuku yang memberi dia ijin masuk. Ibuku memang sangat menyukai dirinya. Ibarat sosok anak gadis yang tidak pernah dia miliki, mengingat anak-anaknya semua lelaki.
“Iya, iya bentar lagi,” ucapku enggan. Kutarik lagi selimut menutupi tubuhku.
Tidak lama selimut itu kembali tergeser. Pergi menjauh dari tubuhku. Akhirnya aku menyerah. Dengan penuh keengganan aku bangkit. Dengan berat hati aku buka mataku. Ternyata dugaanku tidak salah. Dia memang Marisha. Teman, sahabat, pacar? Duh nggak ngerti deh sama hubungan kami. Nyaman jalan berdua, kami tidak pernah memperjelas status hubungan kami. Nanti juga kalian akan mengerti. Semoga, karena aku sendiri tidak mengerti.

Senin, 26 Juni 2017

Problematika Bidadari Angkasa


Saya baru saja selesai membaca sebuah buku. Sebuah novel tepatnya. Buku yang sebenarnya sudah lama saya miliki, namun baru sempat dibaca. Sebuah kebiasaan jelek saya sejak lama. Suka beli tapi lupa dibaca. Akhirnya jadi penghuni rak buku tanpa tersentuh. Bahkan diantaranya ada yang masih ‘perawan’, dengan pembungkus plastik masih terpasang. Judul buku ini Diary Pramugari: Seks, Cinta & Kehidupan. Diantara anda mungkin sudah ada yang membacanya. Secara garis besar, judul buku ini sudah cukup menggambarkan isi buku. Ceritanya memang menggambarkan problematika ‘bidadari angkasa’.

Kenapa saya tertarik dengan buku ini? Sebelum menjawab itu, mari kita lihat novel ini secara fisik. Novel ini terbit pertama kali bulan November 2011. Kemudian dicetak ulang beberapa kali, sampai akhirnya mendapat stempel ‘Best Seller’. Ditulis oleh Agung Webe, seorang penulis asal Yogyakarta. Sampul depan dominan berwarna hitam, dengan gambar betis dan sepatu hak tinggi, khas pramugari. Di sampul belakang didominasi warna merah. Total memiliki 352 halaman, yang terbagi atas 36 bab. Secara harfiah, novel ini nyaman dibaca, karena memiliki font yang besar dan spasi yang cukup lebar. Nggak bikin sakit matalah, intinya.

Minggu, 25 Juni 2017

39 Tahun PKB: Makin Tua, Makin (Tidak) Istimewa


Pesta Kesenian Bali (PKB) kini sudah berumur 39 tahun. Sebuah usia yang cukup stabil, untuk sebuah ajang tahunan. Ajang kesenian terbesar di Bali ini, selalu rutin diadakan setiap bulan Juni dan Juli. Sudah menjadi hukum alam, kalau sesuatu yang rutin lama-lama bikin jenuh. Hal ini sepertinya dialami pula oleh PKB. Menurut pendapat saya pribadi sih. Kalau disuruh menulis tentang PKB saya suka bingung. Ini apalagi yang musti ditulis? Apalagi yang unik buat di kulik?
Tahun ini PKB ke-39 mengangkat tema Ulun Danu: Melestarikan Air Sumber Kehidupan. Saya suka banget nih temanya. Soalnya saya suka main air, suka basah-basahan. Wajar saya antusias menunggu ajang PKB tahun ini. Sayangnya, hampir dua minggu pelaksanaan PKB, tidak ada nuansa air yang tersaji. Mungkin ada beberapa pementasan yang mengangkat tentang air, namun itu tidak terlalu signifikan. Keluar dari tema? Silakan anda menilainya sendiri.
Kembali ke soal kejenuhan. Ajang PKB ini ibarat orang pacaran selama 10 tahunan. Sudah tahu luar dalem, sampai ke dalem-dalemnya. Sudah tahu bapak-ibu dia, paman-bibi dia, nenek-kakek dia, sampai ke tetangga-tetangga dia. Mau menikah, tapi kok belum siap. Mau terus pacaran, tapi kok bosen. Mau putus, tapi kok masih sayang. Kebayang kan rasanya?

Rabu, 07 Juni 2017

Wanita Perkasa Yang Mempesona


Bulan Juni ini bioskop Indonesia sedang dibanjiri film-film berkualitas. Paling tidak itu menurut pendapat saya. Salah satunya adalah film Wonder Woman. Sebuah film yang sudah saya tunggu sejak lama. Kenapa? Karena ada sosok Gal Gadot disana. Satu dari sekian wanita yang mampu membuat saya terpesona. Harus saya akui itu. Wanita kuat tapi tidak kehilangan sisi feminimnya, selalu membuat saya kagum. Jadi kalau pemeran utamanya bukan Gal Gadot saya tidak akan nonton gitu? Mungkin saja sih.
Kita tahulah kalau film super hero dunia saat ini terbagi menjadi dua kubu. Kubu Marvel dan kubu Warner Bros (DC). Keduanya bergiliran mengeluarkan jagoan mereka ke layar lebar. Jujur selama ini saya lebih suka super hero keluaran Marvel. Baik itu dari alur cerita maupun kualitas gambar. Bagi saya film-film DC selama ini terlalu terkesan ‘suram’. Alur ceritanya pun mengalir terlalu serius, tanpa ada selipan unsur jenaka. Entah apa yang menyebabkan seperti itu. Kurang piknik mungkin?
Hanya satu film DC yang masuk ke daftar favorit saya. Film itu adalah trilogi Batman (Batman Begins, The Dark Knight dan The Dark Knight Rises), yang disutradai oleh Christoper Nolan. Menurut saya film ini sangat fenomenal. Tidak pernah saya bosan menontonnya, berulang-ulang.

Selasa, 06 Juni 2017

3-Some: Dua Lelaki, Satu Perempuan


Pada kesempatan ini saya akan mengajak anda ber-threesome. Eh, jangan berpikir yang nggak-nggak dulu. Bukan threesome yang itu, beneran bukan. Ini adalah tentang sebuah buku, yang judulnya ‘3-Some’. Saya tidak akan nyalahin kalau tadi anda sempat berpikir sedikit ‘nakal’, karena saya pun tadinya begitu. Saat melihat buku ini di rak toko, fantasi saya sempat terpancing. Saya tidak munafik, saya lelaki normal. Pintar juga penulis buku ini memilih judul, pikir saya waktu itu.
Singkat cerita, saya bawa buku ini ke kasir. Saya bayar dan saya bawa pulang. Begitu terbebas dari plastik pembungkus, saya langsung mengecek kondisi buku secara fisik. Sebuah kebiasaan lama begitu dapat buku baru. Sampul depan dan belakang dominan berwarna coklat tua. Terdiri atas 229 halaman. Diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, di tahun 2012.
Pada sampul depan, tertulis pula sub judul: “2 Lelaki dan 1 Perempuan berkolaborasi, demi 21 kisah ini.” Sesuai dengan sub judul tersebut, buku ini memang sebuah kompilasi cerita pendek (cerpen). Ditulis oleh tiga penulis, yaitu: @hendriyulius, @joeandrianus, dan @nunkiehanda. Satu lagi keunikan dari buku ini. Penulisnya memakai sosial media mereka. Lumayan kan buat nambah followers. Demikian pula ketika mereka menggambarkan diri sendiri di belakang buku. Mereka memakai kata-kata yang memancing senyum.

Senin, 05 Juni 2017

Pesona Jatiluwih Yang Tersembunyi


Jatiluwih, adalah nama salah satu desa di Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Berbicara mengenai Desa Jatiluwih, kita pasti akan langsung terbayang hamparan sawah yang berundak (terasering). Begitu pula saat kita mencari informasi tentang Jatiluwih di internet. Daerah Jatiluwih memang terkenal dengan hamparan sawahnya yang masih asri. Sistem pertanian tradisional Bali, Subak, masih terjaga dengan baik di daerah ini. Keindahan alam persawahan ini menarik minat turis asing untuk berkunjung. Terutama wisata ‘trekking rice fields’-nya.
Pun demikian saat saya datang ke sana. Mata saya dimanjakan dengan hamparan padi yang menguning, siap panen. Sungguh luar biasa. Mungkin anda pernah dengar daerah Tegalalang di Kabupaten Gianyar? Disana juga ada wisata persawahan yang indah. Namun menurut pendapat saya pribadi, daerah Jatiluwih dua kali lebih indah.
Datang ke Jatiwulih, saya justru jadi minoritas di sana. Hanya terlihat segelintir orang domestik yang ada. Itu pun sebagian besar adalah pramuwisata lokal yang datang mengantar turis. Agak aneh juga sih rasanya. Namun, tidak terasa aneh-aneh banget sih. Hal yang sama juga kerap saya rasakan, saat datang ke objek-objek wisata alam di Bali. Malah pernah di satu momen, saya jadi satu-satunya orang lokal yang datang.

Minggu, 04 Juni 2017

And The Trophy Goes To ...


Liga Champion musim 2016/2017 akhirnya tiba di titik akhir. Dua tim terbaik bertemu di partai puncak. Mereka adalah Real Madrid dari Spanyol, dan Juventus dari Italia. Millenium Stadium, Cardiff, Wales, menjadi saksi bisu dahsyatnya laga ini. Sebuah laga, yang apapun hasilnya, akan menciptakan rekor baru di dunia sepak bola.
Real Madrid (Madrid) datang ke Cardiff dengan status sebagai juara Liga Spanyol, dan sekaligus juara bertahan. Bila tampil sebagai juara, maka Madrid akan jadi klub pertama yang memenangi ‘si kuping besar’ secara back to back (dua kali berturut-turut). Sebuah rekor yang belum pernah dicetak klub manapun di dunia, sejak kompetisi ini berganti format. Juventus (Juve) pun datang dengan tidak kalah mentereng. Mereka datang dengan status sebagai juara Liga Italia, dan juga Coppa Italia. Kalau Juve menang, maka untuk pertama kalinya mereka akan mencetak treble (memenangi tiga kompetisi), dalam satu musim. Pencapaian yang luar biasa tentu bagi Juve, karena tercatat hanya 8 klub dunia yang bisa melakukan itu. Maka banyak pihak menyebut ini sebagai pertarungan para pemenang. The true Final.

Sabtu, 03 Juni 2017

Petualangan Jack Sparrow Jilid Lima



Tahun 2017 ini, film Pirates of The Caribbean sampai pada serinya yang kelima. Jack Sparrow (Johnny Depp) masih menjadi tokoh utama. Seri kelima ini punya dua sub judul yang berbeda, yaitu: “Dead Men Tell No Tales” dan “Salazar’s Revenge”, tergantung di negara dimana film ini diputar. Entah apa yang mendasari hal tersebut. Belum saya temukan jawabannya. Di Indonesia sendiri film ini menggunakan sub judul kedua.
Sebelum anda membaca lebih lanjut, ada baiknya saya memberi sedikit peringatan. Tulisan ini mengandung spoiler tingkat tinggi. Jadi kalau tidak mau kenikmatan anda menonton terganggu, lebih baik tulisan ini tidak usah dibaca. Kalau anda tetap membaca, maka resiko sepenuhnya ada di tangan anda. Toh saya sudah memperingati anda dari awal.
Kesan pertama saya selesai menonton? Film ini kembali pada benang merahnya, setelah terkesan kalau di seri keempat, film ini sedikit ‘keluar jalur’. Saya terbiasa dengan hadirnya Will Turner (Orlando Bloom) dan Elizabeth Swann (Keira Knightley). Saat di seri keempat keduanya tidak hadir lagi, ada sesuatu yang hilang dari film ini. Apakah ini berarti di seri kelima mereka berdua balik lagi? Hhmm, kasih tahu nggak ya? Iya mereka balik lagi, tapi tentang kapan dan bagaimana caranya? Mungkin anda harus menontonnya sendiri.

Jumat, 02 Juni 2017

Selamat Ulang Tahun, Pancasila


Tanggal 1 Juni 2017, Pancasila kita genap berusia 72 tahun. Kalau diibaratkan manusia, usia ini sudah memasuki usia renta. Namun untuk ukuran sebuah dasar negara, usia ini masih tergolong sangat muda. Walaupun relatif muda, Pancasila bisa dibilang sudah kebal menghadapi ancaman, baik dari dalam maupun luar. Pancasila kita sudah terbukti, sudah teruji.

Di hari yang baik ini, mari kita sedikit bernostalgia dengan Pancasila. Bagaimana sih sejarahnya Pancasila bisa lahir? Tolong jangan dibecandain dengan bertanya, “Pancasila itu lahirnya normal apa caesar?” Tolong jangan, beneran jangan. Pancasila lahir dari sebuah proses yang bersejarah. Mari kita putar balik waktu, kembali ke tanggal 29 Mei 1945.
Kenapa tanggal 29 Mei 1945? Karena pada tanggal tersebut dimulainya sidang BPUPKI, alias Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Yang dalam bahasa Jepang disebut “Dokuritsu Junbi Cosakai”. Kenapa dalam bahasa Jepang? Karena badan ini memang hasil bentukan Jepang. Jepang yang saat itu sedang berperang melawan Sekutu, butuh bantuan dari Indonesia. Nah, atas kesediaan membantu ini Indonesia dijanjikan kemerdekaan. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso, pada tanggal 7 September 1944. Tahu-tahunya di tahun 1945, Jepang kalah tuh melawan sekutu. Namanya janji ya tetaplah janji dong, mau menang kek, mau kalah kek. Indonesia menuntut kemerdekaan yang telah dijanjikan. Ternyata orang Jepang adalah orang setia pada janjinya. Keluarlah kemudian Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura). Maklumat inilah kemudian yang menjadi dasar terbentuknya BPUPKI.

Kamis, 01 Juni 2017

Nulis Random 2017: Sebuah Prakata Sederhana


Nulis Random 2017
Tiga hari lalu saya melihat twit dari akun nulisbuku, dengan hashtag #NulisRandom2017. Isinya tentang tantangan menulis dalam rentan waktu 30 hari. Singkatnya, kalau dulu pernah ada film 30 hari mencari cinta, nah yang ini 30 hari mencari cerita. Bahan cerita tepatnya. Seru juga nih, pikir saya. Mumpung ada waktu lebih, kenapa tidak coba menjawab tantangan ini?
Nulisbuku dalam blognya memberi pengantar tentang kegiatan ini. Dalam sebuah paragrafnya saya tertarik pada satu kalimat, “…semua orang bisa menjadi ‘pabrik’ ceritanya sendiri”. Betul juga sih kalau dipikir-pikir. Di era milenia ini, sebut sajalah demikian, teknologi sudah sangat berkembang. Konsep menulis kini tidak lagi sebatas tinta di atas kertas. Kini kita bisa menulis dengan berbagai media. Mulai dari blog, media sosial, atau jejaring sosial sejenis. Alat menulis pun kini makin beragam. Dari komputer, laptop, tablet, bahkan smartphone. Sekarang ini setiap orang punya smartphone, artinya setiap orang bisa menulis. Dimana pun, kapan pun, dan tentang apa pun.
Kemajuan teknologi menulis ini membawa dampak positif dan negatif. Positifnya, kita bisa bebas mengekspresikan diri dalam menulis. Suka tulisan panjang, tulislah di blog. Suka tulisan pendek, tulislah dengan Facebook/Instagram. Suka tulisan super pendek, tulislah dengan Twitter. Suka cerpen, tulislah cerpen. Suka puisi, tulislah puisi. Suka artikel, tulislah artikel. Intinya tulis, kemudian upload. Semudah itu, iya semudah itu. Dengan catatan, kouta internet anda masih ada.

Sabtu, 27 Mei 2017

Was Written For One Reader


I don’t know if I’ll ever see her again. I don’t know if that’s a good thing, or a bad one. But I will promise you this. Your favorite story, whatever it might be, was written for one reader.

Saya buka tulisan ini dengan qoute sebuah film. Judul filmnya adalah “5 to 7”. Anda pernah menonton film ini? Kalau belum, ada baiknya ditonton dulu deh. Very recommended.
Film “5 to 7” alur ceritanya sebenarnya sederhana, tapi mengena. Ada unsur romansa, drama, dan sedikit komedi. Bercerita dengan kehidupan penulis muda bernama Brian (Anton Yelchin), yang mencoba mengadu nasib di New York. Di suatu waktu, secara kebetulan, dirinya bertemu dengan wanita bernama Arielle (Berenice Marlohe). Pertemuan itu kemudian berlanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya. Uniknya pertemuan ini selalu terjadi dari pukul 5 sore sampai pukul 7 malam. ‘Hubungan’ ini jadi menarik, karena usia Arielle 7 tahun lebih tua, dan dirinya telah menikah. Sementara Brian masih berstatus single. Lebih menarik lagi, ternyata sang suami tahu dan merestui ‘hubungan’ itu. Dilain sisi, ternyata sang suami juga mempunyai ‘hubungan’ yang sama dengan wanita lain. Rumit? Tidak juga, kalau anda sudah menontonnya sendiri.
Mari kita akan kembali ke quote diatas. “…was written for one reader”, begitu katanya. Seorang penulis akan selalu mempunyai tulisan yang dia tujukan untuk satu orang spesial. Sosok yang menginspirasi dirinya. Saya pun demikian. Sosok itu biasanya sih adalah seorang wanita. Bisa karena karakter wanita itu yang unik, atau perasaan yang ditimbulkan saat wanita tersebut ada, atau pernah ada.

Selasa, 16 Mei 2017

Keping Satu


Ada di dunia manusia bukanlah kehendaknya. Kalau boleh memilih, tentunya dia akan memilih tidak berada disini. Dunia manusia kini sudah terlalu keras. Tidak ada lagi harmoni. Ego membuat manusia lupa diri. Manusia merusak sendiri dunia yang mereka tinggali. Ingin rasanya pergi secepat mungkin, tapi kewajiban membuat dia harus tetap bertahan. Masih ada tugas yang harus diselesaikan.
*****
“Berikan aku satu gelas lagi, Ben.”
“Ini sudah lewat tengah malam Kris, pulanglah. Kamu butuh tidur.”
“Aku sedang tidak ingin tidur.”
“Kenapa? Masih bermimpi buruk?”
Krisna menghela nafas, kemudian menganguk. Memang sudah seminggu ini dia diganggu mimpi yang sama. Berulang dan terus ulang. Sebuah mimpi buruk mengenai tempat asalnya. Tidak di dunia ini, tetapi di dunia lain. Nun jauh disana. Sudah lama sekali dia meninggalkan tempat tersebut, beserta segala kenangan indahnya. Dia masih belum bisa pulang, seberapa pun dia ingin untuk pulang.
Ben menyodorkan satu gelas minuman lagi. “Ini yang terakhir. Serius kamu butuh tidur, tampangmu seperti gelandangan.”
Krisna meneguk minuman itu. Mungkin yang dikatakan Ben ada benarnya. Sekeras apapun minuman yang dia minum, tidak akan berdampak apa-apa. Metabolisme tubuh Krisna terlalu kebal untuk mabuk. Yang dia butuhkan saat ini adalah tidur.
Selesai berpamitan dengan Ben, Krisna melangkah keluar klub. Cuaca di luar sana sedikit berawan. Jalanan dan semua yang ada disana nampak basah. Rupanya tadi sempat turun hujan. Dentuman musik di dalam membuat deru hujan tidak terdengar. Krisna mengatur posisi kerah jaket, sebelum lanjut melangkah. Jalanan nampak sangat sepi. Hanya sesekali motor atau mobil yang lewat. Pejalan kaki hampir tidak ada yang terlihat. Hanya ada dia yang berjalan disisi jalan.

Sabtu, 22 April 2017

Antara Cekal, Cegah, dan Tangkal. Bedanya apa?


Saya menulis ini sekedar iseng. Berawal dari sebuah berita di televisi. Saat itu dibahas tentang Pimpinan DPR yang bersurat kepada Presiden, berupa nota keberatan. Isinya terkait pencegahan Setya Novanto ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan DPR meminta pencegahan tersebut dibatalkan, karena dinilai mengganggu tugas kenegaraan seorang Ketua DPR. Dari berita ini mengelitik untuk mencari tahu tentang ‘pencegahan’ yang dimaksud. Yang sering saya dengar adalah tindakan pencekalan atau cekal, bukan pencegahan.
Setelah riset kecil-kecilan (Halah riset, sok ilmiah banget, bilang aja googling), cekal itu berasal dari singkatan cegah-tangkal, atau lengkapnya pencegahan dan penangkalan. Ada dua payung hukum untuk tindakan pencegahan dan penangkalan ini, yaitu UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam hal ini UU KPK bersifat lex specialis, atau bersifat khusus untuk kasus-kasus korupsi.
Bagaimana bunyi pasal yang mengatur mengenai cekal dalam kedua undang-undang tersebut?

Pertama, ketentuan dalam UU Keimigrasian. Diantaranya mengatur tentang:
Definisi Pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk keluar Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang. (Pasal 1 angka 28).
Definisi Penangkalan adalah larangan terhadap Orang Asing untuk masuk Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian. (Pasal 1 angka 29).
Yang berhak melakukan Pencegahan dan Penangkalan adalah Menteri yang diberi kewenangan di bidang keimigrasian, yang dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia. Tindakan Penangkalan dapat pula dilakukan oleh Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.