Rabu, 06 April 2016

Supernova: Ledakan Besar Pada Galaksi Pernovelan


“Sebuah akhir akan melahirkan sebuah awal. Kata “Tamat” akan menggiring kita ke “Pendahuluan” yang baru. Sampai bertemu di kisah berikutnya.” – Dee Lestari

Inteligensi Embun Pagi

Qoute diatas sengaja saya kutip, karena itulah yang mewakili perasaan saya. Perasaan saat sampai di lembar teraktir Novel Supernova: Inteligensi Embun Pagi (IEP), karya Dee Lestari. Lembar terakhir - yang katanya - seri terakhir dari serial Novel Supernova. Hanya satu yang muncul di benak saya selesai menbaca. Supernova seharusnya belum berakhir. Kata TAMAT tidak cocok disematkan diakhir keping Inteligensi Embun Pagi. Keping 99, tepatnya. Terlalu banyak hal yang belum terjawab. Terlalu banyak pertanyaan yang justru muncul. Terlalu banyak.
Awal saya tenggelam dalam tarikan arus Supernova, karena sebuah ‘kecelakaan’. Jujur saya katakan. Novel seri pertama Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (BPBJ), ada ditangan saya karena dipaksa. Saat itu saya masih duduk di bangku kuliah. Salah seorang teman wanita menyodorkan novel itu pada saya. Dengan hanya berbekal sebuah pesan: “Baca nih, cocok buat karakter kamu.” Padahal dia tahu saya bukanlah tipe pembaca novel. Menurut penilaian saya saat itu novel identik dengan drama, kisah cinta yang melankolis. Dimana semua itu saya nilai sangat membosankan, dan jauh dari realitas kehidupan. Saya sempat menolaknya, namun teman saya itu tetap memaksa. Jadilah KPBJ teronggok di kamar saya dua minggu lamanya. Tidak tersentuh, tidak dianggap ada.