03
SEPERTI
telah diduga sebelumnya, kemarin hanya ada dua anak yang datang. Kelas jadi
selesai tidak terlalu lama. Sesuai kesepakatan, sehabis itu Maya menjalani kursus
Bahasa Inggris, untuk pertama kalinya. Pusing Maya hampir satu jam dicekoki sejumlah
kata-kata baru. Sedikit sekali yang nyantol di otak. Hanya yes, no, dan I can not speak English. Paling tidak,
menurut Maya, dua kata dan juga satu kalimat itu nantinya berguna kalau bertemu
orang asing. Abah Zain tentu tak memaksa Maya untuk langsung bisa. Dia tetap
sabar, sebagaimana dulu ketika mengajarkan huruf dan angka. Paling cuma
senyum-senyum saja. Terutama bila ada nada baca yang terdengar janggal keluar
dari mulut gadis tersebut. Ribet sekali Bahasa Inggris itu, begitu kesimpulan
yang bisa ditarik dari hasil belajar perdana.
Tidak mau menyerah begitu saja, kini di tangan Maya ada sebuah kamus
saku. Ukurannya mungil sehingga bisa masuk ke saku celana. Abah yang
memberikannya. Pokoknya sehari musti dapat tambahan kosa kata baru, begitulah pesan
dari Abah. Pelan-pelan saja, nggak usah terlalu dipaksakan, begitu pesan
tambahan lagi darinya.
“Tree... green... bird... avocado...
flower...”
Sambil duduk bergelayut di sebuah batang pohon apokat, Maya melafalkan
satu kata demi satu kata. Kalau keluarga yang lain memilih beristirahat di
gubuk, maka pohon ini adalah tempat favorit Maya. Tidak begitu tinggi, namun
memiliki rangkaian daun yang sangat rindang. Cukup mampu melindungi diri dari
terpaan terik matahari. Angin sepoi juga siap memanjakan dengan kesejukan.
Ditambah pemandangan lereng bukit yang menyegarkan mata. Sebuah paduan yang
membuat Maya betah berlama-lama ada di sana.
Sengaja Maya memilih kata-kata yang dekat dengan dirinya, saat ini.
Pohon, hijau, burung, apokat, dan bunga. Semua itu ada disekitarnya. Dengan
begitu akan lebih mudah otaknya untuk merekam kata-kata tersebut. Begitu sih
niatnya, dan sepertinya itu cukup berhasil. Beberapa kata kini sudah mulai lancar
dia lafalkan. Tanpa perlu lagi melihat kamus yang dipegangnya.