Selasa, 31 Oktober 2017

Mengira-ngira Indonesia Akan Kemana



Kira-kira akan kemana Indonesia beberapa tahun ke depan? Pertanyaan yang mengawali diskusi siang itu di Indus Restaurant, Capuhan, Ubud. Sebuah main program Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017, tanggal 26 Oktober 2017. Pertanyaan ini dimunculkan terkait beberapa isu hangat yang bergulir belakangan ini. Sebut saja yang paling terbaru, pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas), pada tanggal 24 Oktober 2017. Selain itu dibahas pula ancaman perpecahan, terkait isu-isu agama dan SARA.
Sebagai moderator dari diskusi berjudul ‘Tanah Airku’ ini ditunjuk Andreas Harsono, seorang pegiat jurnalisme sekaligus aktivis hak asasi manusia. Sedangkan panelis ada tiga orang, yaitu: Ni Luh Djelantik (pengusaha sekaligus pegiat sastra), Sakdiyah Ma’ruf (komedian), dan Joko Pinurbo (penyair), yang hadir untuk membacakan puisi di akhir sesi.

Senin, 30 Oktober 2017

Kemana Kita Akan Pulang?



Is it true that ‘you can never go home again’? Whether moving across the country or around the world, making a geographical leap changes us and how we relate to the people and places we leave behind. Our panel ponders the effects of relocation and reinvention.
Sebuah ikhtiar singkat yang sangat menarik. Ikhtiar dari salah satu main program Ubud Writers and Readers Festival (UWRF) 2017. Diadakan pada tanggal 26 Oktober 2017, di Neka Museum, Ubud, Gianyar. Judul kegiatannya sendiri adalah ‘Going Home Again”, seakan membawa kita bertanya dalam diri, “Kemana kita akan pulang?”
Menghadirkan tiga orang pembicara, yaitu: Shokoofeh Azar, Ahmad Fuadi, dan Nusrat Durrani. Sebagai moderator adalah Janet Steele, salah seorang Profesor di bidang jurnalistik dari George Washington University, Amerika Serikat.

Minggu, 29 Oktober 2017

UWRF 2017: Kembali Ke Jati Diri Sejati


Press Call
Ajang Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), diselenggarakan kembali pada tanggal 25 - 29 Oktober 2017 ini. Memasuki periodenya yang ke-14, ajang tahunan ini masih mengambil tempat di Capuhan, Ubud, Gianyar. Di hari pertama, panitia penyelenggara mengundang media lokal, nasional, dan internasional, untuk hadir dalam kegiatan press call. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan kegiatan UWRF 2017 secara lebih luas. Pada kesempatan ini, Tim Good News For Indonesia (GNFI) pun turut hadir, di Warwick Ibah Luxury Villas & Spa Campuhan, sebagai tempat pelaksanaan acara.
Hadir pada acara press call ini, antara lain: Pierre Coffin (sutradara sekaligus pengisi suara dari film animasi Despicable Me dan Minions), Jung Chang (penulis buku bestseller Wild Swans), Joko Pinurbo (penyair ternama Indonesia), dan Sakdiyah Ma’ruf (standup comedian wanita muslim pertama di Indonesia). Turut pula hadir pada acara ini Ketut Suardana (Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati), serta Janet Deneefe (Pendiri sekaligus Direktur dari UWRF).

Minggu, 22 Oktober 2017

Literasi Digital, Mari Mulai Dari Diri Sendiri


Di dunia digital yang berkembang pesat saat ini, sebagian besar orang pasti punya ponsel pintar (smartphone). Bahkan mungkin saja, sekarang anda sedang membaca tulisan ini melalui ponsel. Teknologi ponsel pintar ini diiringi pula dengan perkembangan media sosial. Ada beberapa media sosial yang kini sedang digandrungi oleh generasi milenia. Sebut saja, Facebook, Twitter, Line, Whatsapp, Instagram, sampai Tumblr dan Blog.
Dunia kini terasa semakin ‘menyempit’. Melalui media sosial, manusia bisa berkomunikasi tanpa mengenal lagi jarak dan waktu. Berbagai konten sudah bisa terkirim cukup dalam hitungan detik. Dari mulai tulisan, berita, foto, video, serta konten lain yang bersifat informasi atau advertensi. Melalui perantara media sosial, semua orang dapat saling bertukar konten dengan sangat mudah. Tinggal klik, maka anda bisa mengakses konten-konten tersebut sesuai selera.

Jumat, 20 Oktober 2017

Pengabdi Setan: Film Horor Bertema Cinta


Pengabdi Setan
Pengabdi Setan, film horor bertema cinta. Iya, itulah yang saya rasakan usai menonton. Untuk diketahui, film ini adalah film horor pertama yang saya tonton di bioskop. Biasanya saya selalu berpikir, buat apa sih mengeluarkan duit buat nakut-nakutin diri sendiri. Pikiran saya berubah khusus untuk Pengabdi Setan ini. Review bagus yang didapat film ini menggugah keingin-tahuan saya. Selain karena saya cukup berjodoh dengan film-film Joko Anwar, khususnya yang bertema triller. Sebut saja film Kala, Pintu Terlarang, dan Modus Anomali. Sebuah kebetulan semuanya pernah saya tonton, meski bukan di bioskop.
Kita tahu kalau film ini adalah sebuah remake dari film yang berjudul sama, yang sempat hits di tahun 1980-an. Saya pun melakukan perbandingan antara film versi baru, dengan versi ‘jadul’-nya. Dan hasilnya, film keluaran tahun 2017 ini hampir 99,9% lebih baik, dari segala aspek. Selain dari sisi sinematografi, penulisan skenarionya pun jauh lebih rapi. Begitu pun dengan alur ceritanya. Iya, kedua film ini memang memiliki ‘benang merah’ yang mirip, namun dengan alur yang tidak sama. Keputusan untuk tidak memakai teknologi CGI (computer-generated imagery), juga patut diapresiasi. Keseraman dalam film ini jadi terkesan natural. Anjiiir, keseraman kok natural...?

Rabu, 11 Oktober 2017

Pasar Beringkit


Di Bali ada sebuah pasar tradisional yang cukup unik. Namanya Pasar Beringkit. Berlokasi di Desa Beringkit, bersebelahan dengan Polres Mengwi-Badung. Kalau datang dari Bedugul, balik ke Denpasar, pasti akan melewati pasar ini. Kenapa unik? Karena hanya buka di hari Rabu dan Minggu saja. Berdiri tahun 1970-an, pasar ini dulu dikenal dengan pasar hewan, terutama sapi. Itu kenapa Pasar Beringkit juga dikenal dengan sebutan Peken Sampi (Pasar Sapi). Sekarang sih masih menjadi pusat penjualan hewan di Bali, dengan penambahan areal untuk pasar umum dan pasar tanaman hias. Kedua pasar tambahan ini pun ikut buka dua kali seminggu saja. Tersedia pula areal aneka kuliner tradisional Bali. Pengunjung yang datang berasal dari seluruh daerah di Bali. Kadang ada pula wisatawan mancanegara. Harga yang ditawarkan bisa jauh lebih murah loh dibanding pasar lain. Tergantung pintar-pintar kita menawar. Tidak kena tiket masuk, hanya biaya parkir sebesar dua ribu rupiah.
Kebetulan ada di Bali? Ada waktu senggang di hari Rabu dan Minggu? Silakan coba mampir ke Pasar Beringkit, sebagai destinasi liburan alternatif. Masa mau belanja online melulu? Apa nggak kangen sama sensasi tawar-menawar?