Senin, 24 Desember 2018

Raja Laut, Manusia Laba-Laba, dan Lebah Besi


Bulan Desember ini saya lagi menggila. Terlalu banyak film bagus di bioskop untuk dilewatkan. Ada Aquaman, Spiderman: Into The Spider-Verse, dan Bumblebee. Susah mau pilih yang mana, akhirnya saya tonton saja semuanya. Meski itu berarti harus ‘muka tebal’, karena penonton film-film ini kebanyakan adalah anak-anak kecil. Anggap saja masa kecil kurang bahagia. Mumpung dana anggaran sampai akhir tahun masih banyak. Terutama, pos anggaran ‘pacaran’ yang sama sekali tidak terjamah. Iya, sampai akhir tahun 2018 belum juga laku ‘jual diri’ nih hehehe... Jadi untuk mengirit tenaga, disatukan saja ketiga ulasan film tadi ke dalam satu tulisan.
Aquaman
Kita mulai dari film Raja Laut, AQUAMAN. Dari masih sebatas gosip belaka, saya memang sudah niat untuk menonton film ini. Ditambah tahu kalau sutradaranya adalah James Wan, si ahli horor. Sudah pasti Aquaman tidak akan jadi film biasa-biasa saja. Dan benar saja. Film Aquaman jadi jauh dari kesan biasa-biasa saja. Malahan luar biasa. Sangat jauh di atas ekspektasi. Filmnya mba Gal Gadot, akhirnya punya pesaing juga. Paling tidak dari sisi visual. Kalau dari sisi cerita ya standar film superhero, yang temanya kerajaan. Kalau dicari sandingan, tak jauh beda dengan Thor dan Black Panther-nya Marvel.
Dimulai dari Tuan Puteri Atlantis, Atlanna (Nicole Kidman), yang kabur dari kerajaan, karena tidak mau dijodohkan. Cukup Siti Nurbaya yang menjalani pahitnya dunia... Mungkin lirik lagu Dewa 19 ini, yang jadi ilham sang Puteri kabur. Di tengah pelarian, dia bertemu dengan seorang penjaga mercu suar (Temuera Morrison), dan jatuh cinta. Mereka menikah dan punya satu anak laki-laki, Arthur Curry, a.k.a Aquaman. Sang calon penguasa Atlantis. Memang ada gitu ya kisah cinta dunia nyata, yang sesederhana ini? Kalau ada, artinya saya kurang beruntung, karena belum pernah menemukannya.

Sabtu, 22 Desember 2018

Suratku Untukmu, Ibu


Apa yang harus aku berikan untuk Ibu di Hari Ibu, tahun ini?

Membelikan bunga, kue, atau hadiah lainnya sudah sangat mainstream, dan sifatnya serimonial belaka. Upload foto bersama Ibu di media sosial, dengan caption puitis, nah itu apa lagi... sudah terlalu umum. Butuh sesuatu yang baru tahun ini.
Terpikirlah ide untuk menulis surat untuk ibu. Sebuah ide, yang muncul dari sebuah linimasa.
Ide ini memunculkan permasalahan lain. Aku tidak pernah lagi menulis surat. Surat terakhir yang aku tulis adalah surat lamaran pekerjaan. Dan itupun sudah lama sekali. Setelah itu, tak ada lagi satu lembar surat pun yang pernah aku tulis. Sungguh kemajuan teknologi telah merusak budaya surat-menyurat.
Maafkan wahai ibu/bapak guru bahasa Indonesia. Seandainya surat ini nanti tidak sesuai dengan kaidah yang pernah kalian ajarkan kepadaku dulu, di bangku sekolah.

IBU,
Mengawali surat ini, aku ingin mengucapkan permohonan maaf.
Maaf, karena belum bisa mempunyai karier yang bagus.
Maaf, karena belum bisa membelikan rumah yang ada kolam renangnya.
Maaf, karena belum juga bisa memberimu menantu.
Dan maaf, atas semua perbuatanku yang lain, yang mungkin menjadi penyebab dirimu kecewa...

Berikutnya, aku ingin mengucapkan terima kasih.