Minggu, 18 Desember 2016

Obrolan Ringan Di Suatu Petang




***
“Tokoh Amara ini beneran ada nggak?”
Seriously? Diantara berjuta pertanyaan yang bisa kamu pilih, itukah pertanyaan pertama yang muncul di kepalamu?”
Sahabatku itu tertawa. Terkekeh sih tepatnya.
“Aku hanya mengikuti naluriku sebagai laki-laki. Kalau benar si Amara ini ada di dunia nyata, aku benar-benar tertarik untuk bertemu dengannya.”
Aku hanya menggelengkan kepala. Kuambil botol bir di meja dan menegak isinya. “Mari kita anggap saja dia tidak ada. Sebuah tokoh fantasi yang aku ciptakan sendiri.”
Sahabatku tertawa. Kali ini terbahak, sampai terbatuk. “Tidak percaya aku dengan kata-katamu itu. Gambaranmu tentang dirinya terlalu nyata, sungguh terlalu nyata teman...”
“Nyata atau tidaknya dia sepertinya bukan menjadi sebuah masalah, mengingat plotnya berakhir tidak dengan bahagia.”
“Bagaimana sebuah tulisan itu berakhir sepenuhnya ada di tangan penulisnya. Itu adalah sebuah pilihan, dan kamu memilih untuk mengakhirinya dengan air mata. Kenapa?”

Minggu, 27 November 2016

Dalam Benak Seorang Calon Ayah


Bailey    : So, Max?
Charlie  : It’s better this way. Marvin and Debra have the money. Max is settled.
Bailey    : I saw the way he looked at you. Charlie, that’s the way I looked at my dad.
Charlie  : Come on!
Bailey    : Even now. I’d give anything to have that back.
Charlie : Your dad… your dad was special. He was… he was in your corner from day one. Me? Come on, I blew it! I blew it. When Max was born I just freaked out, I just…
Bailey    : Something is better than nothing.
Charlie  : I just wouldn’t know where to start.

Max and Charlie

Deretan dialog diatas berasal dari film ‘Real Steel’. Entah sudah berapa kali saya menonton film tersebut, namun rasa yang muncul tetap saja sama. Film ini menarik di mata saya bukan hanya karena special efect-nya yang keren, namun juga karena jalan ceritanya yang menyentuh. Sebuah perpaduan gendre action dan drama yang menarik. Film ini memunculkan sebuah pertanyaan dalam benak saya, “Apakah nanti saya akan bisa jadi sosok ayah yang baik untuk anak saya?”

Minggu, 13 November 2016

Menjadi Ketiga


I love you?

Selama janur kuning belum melengkung masih ada peluang buat nikung. Selama bendera kuning belum berkibar masih ada peluang buat bubar.
Pernahkah anda mendapat nasehat “kampret” macam gini? Saya pernah, bahkan sering. Saya kadang jadi berpikir kalau dewasa ini manusia sudah tidak lagi menghormati sebuah hubungan. Pacaran bukan lagi sebuah status yang sakral, bahkan demikian pun pernikahan. Mendekati pacar atau istri orang sudah tidak lagi tabu dilakukan. Kalau sudah suka sama suka, mau bilang apa. Itu alasan yang paling sering dipakai sebagai alasan pembenar, selain kalau sekarang adalah jaman modern. Modern nenek loh!
Untuk masalah yang satu ini, saya bisa digolongkan sebagai orang kuno. Saya tidak suka mengganggu hubungan orang lain. Baik itu pacaran maupun pernikahan. Seberapa cantik dan menariknya wanita itu, saya akan berusaha menjaga jarak bila dia sudah memiliki pasangan. Menjaga jarak bukan berarti tidak berinteraksi sama sekali, bukan sama sekali. Menjaga hati mungkin bisa disebut lebih tepatnya. Hati dia dan hati saya sendiri tentunya. Entah sudah berapa kali saya naksir wanita yang memiliki pasangan. Beberapa malah saya tahu kalau dia pun memiliki perasaan yang sama. Namun, sekali lagi prinsip adalah prinsip. Saya pun ingin bila nanti mendapat pasangan akan memiliki prinsip yang sama. Bila dia sudah berkomitmen dengan saya, maka saya meminta dia untuk menghormati komitmen itu. Bila pun nanti tidak mendapati kecocokan sepanjang perjalanan, maka itu persoalan lain.

Rabu, 02 November 2016

Inferno: Neraka Yang Berakhir Surga


The darkest places in hell are reserved for those who maintain their neutrality in times of moral crisis


Inferno Novel
Penggalan kalimat tersebut dipilih Dan Brown sebagai pembuka dari novelnya, Inferno. Tulisan ini bisa dibilang sebuah review super duper telat, mengingat novel ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sejak tahun 2013. Saya tertarik membaca Inferno karena menjelang akhir tahun 2016, buku ini akhirnya difilmkan dengan judul yang sama. Saya selalu menyukai film-film yang diadopsi dari karya-karya Dan Brown, seperti The Davinci Code dan Angels & Demons. Jujur untuk dua judul tadi saya lebih dulu menonton filmnya baru kemudian membaca novelnya. Nah khusus untuk Inferno ini, saya lakukan hal yang sebaliknya. Sekedar ingin mencoba sesuatu yang berbeda, dan saya menyesal telah melakukannya.
Seperti kebanyakan novel yang diadopsi ke layar lebar, masalah durasi memang menjadi momok yang sangat menakutkan. Sebuah buku setebal 639 halaman (versi bahasa Indonesianya), harus dituturkan dalam gambar bergerak selama 121 menit. Akibatnya harus ada beberapa plot yang dikorbankan. Konsekuensi dari membaca novel Inferno sebelum menonton filmnya, adalah saya jadi tahu plot-plot mana yang dibuang. Hal ini jelas memunculkan kekecewaan tersendiri. Dalam imajinasi saya adegan kejar-kejaran di kota Firenze, Italia dan juga Istambul, Turki berlangsung begitu hebat, namun tidak demikian dengan adegan di filmnya. Demikian pun dengan uraian detail lokasi-lokasi bersejarah di kedua negara tersebut dalam novel, seakan tidak tergambar jelas di filmnya. Detail yang menjadi kekuatan dari novel ini seakan menguap saat difilmkan. Namun, sekali lagi untuk novel apapun yang difilmkan, durasi waktu pastilah menjadi musuh terbesar.

Rabu, 26 Oktober 2016

German Cinema: Dari Jerman Untuk Dunia


German Cinema

Denpasar mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah German Cinema Festival 2016. Acara ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut dengan Bentara Budaya Bali, serta didukung oleh Sehati Production. Dari tanggal 20-22 Oktober 2016, di XII Mall Bali Galeria, Denpasar kebagian 9 (sembilan) jatah film. Dari kesembilan film itu, disela-sela jadwal kerja, saya cukup beruntung untuk dapat menyaksikan langsung 2 (dua) film. Kedua film itu berjudul “Victoria” dan “Ein Atem” – One Breath.
Pada kesempatan ini, saya akan mencoba mengulas kedua film tersebut dari kaca mata orang awam. Saya akan mencoba agar tulisan ini tidak menjadi spoiler untuk mereka yang belum menonton. Baik kita mulai saja dari film pertama, VICTORIA.
Ini bukan ide biasa: Membuat satu film utuh dalam satu kali pengambilan gambar, tanpa trik teknis, tanpa pengaman maupun tipuan, dan dengan resiko penuh. Itulah yang dilakukan Sebastian Schipper dan timnya dengan sangat berhasil. Salah satu film Jerman paling menggairahkan dalam beberapa tahun terakhir! Victoria mengajak kita berkeliaran pada malam hari di Berlin, dan memperlihatkan apa saja yang dapat direalisasikan melalui film.” Kutipan singkat inilah yang membuat saya tertarik untuk menonton film Victoria. Apakah mungkin sebuah film berdurasi 136 menit dapat diambil hanya dalam sekali pengambilan gambar?

Rabu, 27 Juli 2016

Tiga Rahasia


Cerpen Femina dimuat di Femina No. 50/2012, oleh redaktur tokoh perokok diedit menjadi klubber. Femina mempunyai kebijakan “against smoking habits”, versi di bawah adalah versi aslinya.
Oleh : Jihan Davincka (davincka@gmail.com)
***
Mengenakan rok pendek merah menyala, kemeja krem muda, seorang perempuan berambut pendek turun dari sedan mewahnya. Dengan tubuh langsing dan wajah menarik, ia melangkah penuh percaya diri meninggalkan tempat parkir. Beberapa pasang mata ikut mengiringi langkahnya memasuki pintu kafe.
Seorang perempuan berkaus hitam melempar sepuntung rokok yang masih menyisakan bara ke tanah dan menginjaknya kuat-kuat. Dia menepuk-nepuk pahanya, mengibas tangannya ke udara berharap tak ada sisa asap yang menempel di sekujur tubuhnya. Dengan santai, ia membuka pintu kafe dan langsung menebarkan pandangan mencari-cari.
Perempuan dengan terusan warna hijau tua terlihat berlari-lari kecil menuju pintu kafe. Rambut ikal panjangnya yang tergerai ikut melambai-lambai. Sambil berlari, sesekali ia mengangkat lengan kiri, melirik jam tangan yang melingkar di sana.
Di suatu sore yang cerah, ketiga perempuan itu duduk bersantai di suatu kafe di sudut jantung ibukota.
***
“Apa kau masih merokok?” si Rambut Ikal menoleh ke arah perempuan berkaus hitam.
“Sudah lama berhenti,” Kaus Hitam menjawab cepat tanpa ragu.
“Hebat kau. Sejak berhenti bekerja, hidupmu malah lebih teratur. Aku dari dulu tak suka melihatmu merokok.”
Kaus Hitam memalingkan wajah ke Rok Merah, “Siapa yang bisa melebihi kehebatan Bu Dokter cantik sepertimu. Eh, apa masih ada pasien yang suka menggodamu?”
Rok Merah tertawa berderai. “Sekarang aku praktik di tempat yang sama dengan suamiku. Mana ada yang berani macam-macam.”

Selasa, 19 Juli 2016

Sang Juara Yang Dinaungi Dewi Fortuna


Euro 2016 Champion

Perhelatan Euro 2016 telah berakhir, seminggu yang lalu. Partai final berhasil dimenangi secara dramatis oleh Portugal. Dan saya baru menulis tentang laga final itu sekarang. Telat memang, telat banget malah. Namun, saya akan merasa berdosa kepada Portugal kalau tidak menulisnya, mengingat saya sudah menulis tentang Euro 2016 sejak babak 16 besar. Entah kenapa beberapa hari ini saya dihinggapi rasa malas untuk menulis. Sebuah penyakit rutin seorang penulis. Seperti batuk-pileknya orang pada umum-lah kira-kira. Yah, maka anggap saja tulisan ini sebuah tulisan penebusan dosa hehehe…
Seperti seluruh pencinta bola dunia telah ketahui, Cristiano Rolando dkk. akhirnya mengangkat tropi Euro untuk pertama kalinya. Sebuah hal yang sangat tidak diduga-duga oleh siapa pun di dunia. Menimbang bagaimana perkasanya tuan rumah Perancis di laga-laga sebelumnya. Saking percaya dirinya, pemerintah Perancis bahkan sudah menyiapkan lokasi dan bus khusus untuk dipakai merayakan kemenangan. Namun kenyataan berkata lain. Dewi Fortuna rupanya masih tetap menyayangi Portugal. Sampai di partai terakhir, Sang Dewi masih menaungi sang juara.

Jumat, 01 Juli 2016

Filosofi Kopi : Ben dan Jody


Ben & Jody

“Ben? Ben?”
Jody mengetuk pintu kamar untuk ketiga kalinya. Diulanginya sekali lagi. Tetap tidak terdengar jawaban yang ditunggunya. Jody pun memutuskan untuk membuka pintu. Dilakukannya secara perlahan. Kagetlah dia saat melihat Ben meringkuk di pojok kamar, dalam kegelapan. Kondisi Ben terlihat berantakan, benar-benar berantakan. Bahkan kalau dilihat-lihat, gelandangan pun akan kalah bila dibandingkan kondisi Ben saat ini. Dua hari sudah Ben tidak keluar kamar. Bau apek mulai mengganggu penciuman Jody. Ditambah bau badan dan pakaian Ben, yang sudah sekian lama tidak terkena air dan sabun. Udara memang tidak masuk ke dalam kamar. Demikian pula sinar matahari. Terhalang oleh daun jendela dan kain korden yang tertutup rapat.
Jody menyapu pandangan matanya ke sekeliling. Rupanya Ben telah menyulap kamar itu menjadi sebuah “laboratorium” mini. Bubuk dan biji kopi bertebaran di lantai. Demikian pula di atas meja. Botol dan gelas kaca ikut berserakan di sana. Mesin pembuat kopi turut pula “menghiasi” meja panjang tersebut. Mesin itu terlihat lelah, sama seperti layaknya Ben. Jody harus mencegah si pemilik kamar untuk melihat kekacauan ini. Dia menyewa kamar itu dari salah satu teman, atas permintaan Ben yang kini disesalinya.
“Gila Ben, berantakan banget nih kamar.”
Ketika Jody hendak membuka korden, Ben berteriak mencegahnya. “Jangan dibuka!”
Jody membatalkan niatnya tersebut. Didekatinya Ben yang masih terpuruk di posisinya. Berjongkok dengan kepala di antara kedua lutut. Dibersihkan lantai di dekat Ben, sebelum duduk di sana.
“Mau sampai kapan lu kayak gini? Temen-temen udah pada nanyain elu tuh.”
“Gue kehilangan kemampuan gue Jod, Gue kehilangan kekuatan gue...” ucap Ben parau.

Selasa, 28 Juni 2016

Menonton Nyaman, Sebuah Harapan


PKB 2016
Gedung kesenian Art Centre kembali ramai sejak tanggal 11 Juni 2016. Demikian pula lalu-lintas di seputaran Jalan Nusa Indah, Denpasar. Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38 resmi dibuka oleh Presiden Jokowi, dan akan berlangsung sampai tanggal 9 Juli 2016 mendatang. Sebuah ajang berkesenian tahunan terbesar di Bali. Tahun ini, saya pun tidak melewatkan ajang kesenian tahunan ini. Sejak dibuka, beberapa kali saya sudah datang langsung ke arena PKB. Baik itu sekedar melihat-lihat ataupun menikmati pagelaran seni yang dipentaskan. Suasana yang saya rasakan di arena PKB, hampir sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak banyak perubahan pada susunan stand pameran. Tidak banyak pula perubahan pada arena pementasan seni. Entah apa ini perasaan saya semata, atau mungkin dirasakan pula oleh pengunjung arena PKB lainnya.
Sesuai judul tulisan, pada kesempatan ini saya ingin menyoroti pementasan seni di arena PKB. Panggung-panggung yang dipakai masih tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya, panggung terbuka dan panggung tertutup. Panggung terbuka ada lima, yaitu: Panggung Terbuka Ardha Candra, Kalangan Angsoka, Kalangan Ratna Kanda, Kalangan Ayodhya, dan Panggung Terbuka Ksirarnawa. Panggung tertutup ada dua, yaitu: Gedung Ksirarnawa dan Wantilan. Pada saat saya berkunjung, ada beberapa kesenian yang dipentaskan di beberapa panggung. Masyarakat yang datang menonton sangat banyak. Disatu sisi hal ini sangat patut disyukuri. Artinya antusiasme terhadap seni budaya Bali belumlah luntur di era modern ini. Namun, di sisi lain menimbulkan kedongkolan tersendiri. Daya tampung panggung-panggung di Art Centre seakan tidak mampu mengakomodasi rasa antusiasme itu. Sebagian besar penonton, termasuk saya, terpaksa harus berdiri berdesakan karena tidak kebagian tempat duduk. Bahkan, dua panggung terbesar di areal Art Centre, yaitu: Ardha Candra dan Ksirarnawa, tidak lepas dari masalah yang sama. Hal ini terus berulang setiap tahun. Memang tidak bisa disama-ratakan untuk semua pementasan. Ada kalanya beberapa pementasan sepi penonton, namun pada umumnya berdesakan adalah sesuatu yang “biasa” terjadi. Kenyamanan menonton di arena PKB masih hanya sebatas harapan.

Minggu, 05 Juni 2016

Spanyol Lagi... Spanyol Lagi...


Garbine Muguruza

Lagu kebangsaan Spanyol kembali berkumandang. Kali ini di ajang Final tunggal putri Grand Slam Prancis Terbuka, alias Roland Garros 2016. Petenis putri asal Spanyol, Garbine Muguruza, keluar sebagai pemenang. Petenis cantik ini mengalahkan Serena William dalam dua set, dengan skor 7-5, 6-4. Spanyol kembali menunjukkan kedigdayaannya di dunia olah raga.
Awalnya saya tidak tahu kalau Muguruza berasal Spanyol. Saya hanya penikmat kecantikan para petenis putri di ajang Roland Garros, dimana Muguruza salah satunya. Jujur saya semula tidak begitu mengenal siapa petenis cantik ini. Ya mungkin karena dia sedikit tertutupi oleh ketenaran petenis putri lainnya, seperti Maria Sharapova, Agnieszka Radwanska, Ana Ivanovic, ataupun Caroline Wozniacki. Paling tidak itu di mata saya, sebagai penikmat tenis awam. Pertandingan Muguruza di babak-babak awal memang pernah saya tonton, namun secara sekilas saja. Saat dia memenangi final, barulah saya tertarik mengenal sosoknya.

Rabu, 06 April 2016

Supernova: Ledakan Besar Pada Galaksi Pernovelan


“Sebuah akhir akan melahirkan sebuah awal. Kata “Tamat” akan menggiring kita ke “Pendahuluan” yang baru. Sampai bertemu di kisah berikutnya.” – Dee Lestari

Inteligensi Embun Pagi

Qoute diatas sengaja saya kutip, karena itulah yang mewakili perasaan saya. Perasaan saat sampai di lembar teraktir Novel Supernova: Inteligensi Embun Pagi (IEP), karya Dee Lestari. Lembar terakhir - yang katanya - seri terakhir dari serial Novel Supernova. Hanya satu yang muncul di benak saya selesai menbaca. Supernova seharusnya belum berakhir. Kata TAMAT tidak cocok disematkan diakhir keping Inteligensi Embun Pagi. Keping 99, tepatnya. Terlalu banyak hal yang belum terjawab. Terlalu banyak pertanyaan yang justru muncul. Terlalu banyak.
Awal saya tenggelam dalam tarikan arus Supernova, karena sebuah ‘kecelakaan’. Jujur saya katakan. Novel seri pertama Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (BPBJ), ada ditangan saya karena dipaksa. Saat itu saya masih duduk di bangku kuliah. Salah seorang teman wanita menyodorkan novel itu pada saya. Dengan hanya berbekal sebuah pesan: “Baca nih, cocok buat karakter kamu.” Padahal dia tahu saya bukanlah tipe pembaca novel. Menurut penilaian saya saat itu novel identik dengan drama, kisah cinta yang melankolis. Dimana semua itu saya nilai sangat membosankan, dan jauh dari realitas kehidupan. Saya sempat menolaknya, namun teman saya itu tetap memaksa. Jadilah KPBJ teronggok di kamar saya dua minggu lamanya. Tidak tersentuh, tidak dianggap ada.

Selasa, 15 Maret 2016

Romansa Kedai Kopi


Ini adalah sebuah cerita bertema cinta dan mengambil latar kedai kopi. Sudah tergambar begitu jelas dari judulnya. Tulisan ini adalah murni tentang romansa. Tidak ada misteri tersembunyi di dalamnya. Mungkin pernah terjadi, sebuah kisah cinta di kedai kopi yang berakhir tragedi. Namun tidaklah dengan ceritaku yang satu ini.
*****
“Masih layar kosong juga?”
Tepukan pada bahu mengagetkanku. Rupanya itu Bli Gde, membawakan gelas kopi keduaku. Kualihkan pandangan dari layar laptop.
“Iya, begitulah.” Kuhela nafas panjang.
“Kubilang juga apa. Kamu haruslah merasakan cinta, untuk bisa menulis sebuah cerita cinta.”
Entah berapa kali sudah Bli Gde mengucapkan kalimat itu. Awalnya kuanggap sekedar angin lalu. Sekedar ledekan untuk kemampuan menulisku. Namun, beberapa hari ini kurasakan kalau kalimat itu mulai masuk akal. Hampir dua minggu sudah layar laptopku kosong. Tidak ada satupun kalimat tertulis disana. Sedangkan deadline penumpulan tulisan sudah semakin dekat.  
“Apa Bli nggak ada kesibukan lain, selain gangguin aku?”
Kucoba mengalihkan pembicaraan. Tema cinta tidaklah begitu menarik untuk kubahas. Terutama dalam mood hati seperti saat ini.
Bli Gde nyengir kuda. “Kenapa aku musti sibuk? Kan disini aku bosnya.”

Sabtu, 05 Maret 2016

Deadpool: Konyol Tapi Nggak Ngebanyol


"I am maybe super, but I am no hero."

Deadpool

Dia ini pahlawan super paling konyol sedunia, demikian pikir saya selama di bioskop. Saya tidak punya ekspetasi apa-apa saat akan menonton film ini. Beberapa resensi memang sempat saya baca, dan hampir semuanya menilai Deadpool itu konyol. Namun sumpah, saya tidak pernah menyangka akan sekonyol ini. Ini sih super duper konyol namanya, pikir saya.
Saya memang menyukai film-film super hero. Bahkan sejak saya kecil. Konsep ‘menyelamatkan dunia’ benar-benar menarik perhatian saya. Pahlawan super, dalam benak saya pastilah memiliki sifat-sifat yang patut digugu dan ditiru. Hanya saja, Deadpool benar-benar memutar-balikkan konsep tersebut. Tidak ada satu pun sifat dari Deadpool yang dapat dijadikan panutan. Deadpool juga jauh sekali dari konsep ‘menyelamatkan dunia’. Benar-benar jauh, jauh sekali. Tujuannya hanya satu. Membalas mereka yang telah merusak wajah, dan juga tubuhnya. Iya, memang sesederhana itu. Hei, tapi bukankah Deadpool mengakui sendiri hal itu. Dia mengakui kalau dia memang super, tapi dia bukanlah seorang pahlawan.

Sabtu, 23 Januari 2016

Cegah Korupsi Dengan Teknologi


Korupsi. Bagi rakyat Indonesia, kata itu bukanlah sesuatu yang asing. Malah mungkin sudah didengar terlalu sering. Pejabat negara, penegak hukum, politisi, masuk bui jadi pemandangan biasa di televisi. Sebagian besar dari mereka ada dibalik jeruji, karena terjerat kata korupsi ini. Lalu apakah sebenarnya makna dari korupsi?
Secara yuridis, makna korupsi dalam dilihat di undang-undang. Di Indonesia korupsi diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, pada Bab II Pasal 2. Makna korupsi menurut pasal ini adalah: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.” Jadi menurut undang-undang ini, korupsi terdiri dari tiga unsur. Pertama, perbuatan itu melawan hukum. Kedua, perbuatan itu memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Ketiga, perbuatan itu merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Itu secara yuridis, lalu bagaimana makna korupsi secara gramatikal. Korupsi atau rasuah berasal dari bahasa latin, Corruptio. Kata Corruptio sendiri berasal dari kata kerja Corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar-balik, menyogok. Maka tidaklah heran, kalau sogok-menyogok sangat identik dengan kata korupsi ini.

Jumat, 22 Januari 2016

PTNNT, Antara Tambang dan Pengelolaan Lingkungan Hidup




Berbicara tentang Tambang dan Pengelolaan Lingkungan di Indonesia, maka dasar hukumnya adalah UU No. 4 Tahun 2009 dan UU No. 32 Tahun 2009. Segala kegiatan pertambangan di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, wajib tunduk pada kedua peraturan perundang-undangan tersebut. Termasuk PT. Newmont Nusa Tenggara (PTNNT), tentunya.
Dalam website PTNNT[1] disebutkan kegiatan utama PTNNT adalah melakukan penambangan di Batu Hijau. Dimana Tambang Batu Hijau yang dimaksud merupakan tambang tembaga dengan mineral ikutan emas dan terletak di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Hal ini sesuai dengan definisi Pertambangan sesuai peraturan perundang-undangan Indonesia.
Dikarenakan PTNNT melakukan kegiatan pertambangan di wilayah Indonesia, maka PTNNT terikat kewajiban untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun pengelolaan lingkungan hidup itu sendiri terdiri atas tiga kegiatan, yaitu: 1) Pencegahan; 2) Penanggulangan; 3) Pemulihan. Sudahkah PTNNT melakukan hal-hal tersebut? Dalam websitenya, PTNNT mengklaim sudah melakukan ketiganya dengan baik. PTNNT mengklaim telah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001.
Apakah klaim tersebut benar adanya? Tunggu tulisan saya berikutnya, lengkap dengan data dan fakta, hasil observasi serta wawancara langsung dari lapangan. Itu pun tentunya apabila saya dinyatakan lolos mengikuti kegiatan Sustainable Mining Bootcamp V, bekerja sama dengan Metro TV.
.


[1] https://www.ptnnt.co.id/