Minggu, 19 Mei 2019

Rahasia Salinem – Sebenarnya Setiap Manusia Punya Rahasia


Rahasia Salinem
Beberapa bulan tersimpan dengan rapi, akhirnya novel Rahasia Salinem ada di tangan juga untuk selesai dibaca sampai bab terakhir. Saya orangnya memang seperti itu. Mumpung ada rejeki dibeli saja dulu. Soalnya saya bukan manusia yang punya penghasilan rutin setiap bulan, seperti manusia ‘normal’ lainnya. Bacanya kan bisa nanti saja kalau punya waktu kosong. Dan tiga hari lalu, waktu ‘kosong’ itu tiba. Kerjaan sudah selesai. Mau jalan-jalan belum ada anggaran. Mau nonton tidak ada yang menarik perhatian. Akhirnya bongkar-bongkar tumpulan novel. Disanalah Rahasia Salinem menampakkan dirinya. Setelah ‘menanti’ cukup lama.
Sebenarnya novel ini sudah sempat saya baca empat bab, secara online, lewat situs storial.co. Dan saya sangat tertarik dengan gaya penulisan dari penulisnya. Tapi begitulah, saya tergolong tipe old fashion kalau soal membaca buku. Harus dipegang di tangan, terus dibacanya sambil goleran santai. Kadang duduk, kadang tiduran, kadang kayang. Banyak gaya deh pokoknya hehehe... Kalau baca dilayar laptop atau ponsel, mata saya jadi cepat lelah. Tidak kuat dengan radiasi cahayanya. Maka, saya tunggu saja edisi cetak Rahasia Salinem mulai dipasarkan.
Edisi cetak Rahasia Salinem keluar dua tipe, hard cover dan soft cover. Punya rejeki lebih, saya beli saja yang hard cover. Kenapa? Karena saya tahu kalau menulis novel (bagus) itu sangat susah – berkali-kali mencoba, tidak pernah juga berhasil. Dan saya juga tahu kualitas cerita novel ini bagus, tidak akan mengecewakan.

Kamis, 09 Mei 2019

Tukang Jagal Itu Bernama Sensor Film


Ave Maryam
Bulan April 2019 terdengar kabar akan tayang tiga film Indonesia, yang telah wara-wiri di ajang festival film internasional. Ketiga film ini bahkan menggaet penghargaan di ajang-ajang tersebut. Penasaran dong saya dibuatnya. Film-film tersebut antara lain: Ave Maryam, Kucumbu Tubuh Indahku, dan 27 Steps of May. Sempat saya dengar juga kalau ketiga film ini berjuang keras agar bisa tayang di bioskop. Kenapa? Karena ketiganya mengangkat tema yang tergolong ‘sensitif’ untuk kriteria perfilman Indonesia. Film-film ini ‘terpaksa’ harus melewati hadangan Lembaga Sensor Film (LSF). Akibatnya, ketiganya pun harus rela kena ‘mutilasi’ dari sang ‘tukang jagal’. Siapa korbannya? Tentu saja saya, dan semua penonton bioskop lainnya. Sudah keluar uang yang tidak sedikit, tetapi tidak mendapat tayangan film yang penuh.
Tidak usah kita bahas tentang LSF ini. Mereka hanya melaksanakan tugas, sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan. Pembuat undang-undang saja yang ‘sedikit’ lebay mengatur akhlak pribadi warga negara.
Kita mulai saja dari film pertama, AVE MARYAM. Urutan ini saya susun berdasarkan tanggal penayangan. Sesuai judulnya, film ini berkisah mengenai kehidupan seorang biarawati bernama Maryam (Maudy Koesnaedi). Sebuah film yang indah, itu kesan yang saya dapat saat menonton. Tone warna, setting tempat dan waktu, ditampilan secara teramat elegan. Tidak hanya suasana gereja sebagai latar utama, tetapi latar-latar pendukungnya pun tidak kalah indah.