Cerpen Femina
dimuat di Femina No. 50/2012,
oleh redaktur tokoh perokok diedit menjadi klubber. Femina mempunyai kebijakan
“against smoking habits”, versi di
bawah adalah versi aslinya.
Oleh : Jihan Davincka (davincka@gmail.com)
***
Mengenakan rok
pendek merah menyala, kemeja krem muda, seorang perempuan berambut pendek turun
dari sedan mewahnya. Dengan tubuh langsing dan wajah menarik, ia melangkah
penuh percaya diri meninggalkan tempat parkir. Beberapa
pasang mata ikut mengiringi langkahnya memasuki pintu kafe.
Seorang
perempuan berkaus hitam melempar sepuntung rokok yang masih menyisakan bara ke
tanah dan menginjaknya kuat-kuat. Dia menepuk-nepuk pahanya, mengibas tangannya
ke udara berharap tak ada sisa asap yang menempel di sekujur tubuhnya. Dengan
santai, ia membuka pintu kafe dan langsung menebarkan pandangan mencari-cari.
Perempuan dengan
terusan warna hijau tua terlihat berlari-lari kecil menuju pintu kafe. Rambut
ikal panjangnya yang tergerai ikut melambai-lambai. Sambil berlari, sesekali ia
mengangkat lengan kiri, melirik jam tangan yang melingkar di sana.
Di suatu sore
yang cerah, ketiga perempuan itu duduk bersantai di suatu kafe di sudut jantung
ibukota.
***
“Apa kau masih
merokok?” si Rambut Ikal menoleh ke arah perempuan berkaus hitam.
“Sudah lama
berhenti,” Kaus Hitam menjawab cepat tanpa ragu.
“Hebat kau.
Sejak berhenti bekerja, hidupmu malah lebih teratur. Aku dari dulu tak suka
melihatmu merokok.”
Kaus Hitam
memalingkan wajah ke Rok Merah, “Siapa yang bisa melebihi kehebatan Bu Dokter
cantik sepertimu. Eh, apa masih ada pasien yang suka menggodamu?”
Rok Merah
tertawa berderai. “Sekarang aku praktik di tempat yang sama dengan suamiku.
Mana ada yang berani macam-macam.”