Ngobrol. Sebuah
kata yang kita sering gunakan sehari-hari. Namun, tahukah anda kalau kata ini
tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia? Iya, saya coba mencarinya dan
tidak saya temukan. Dalam pergaulan kata ‘ngobrol’ adalah sebuah kata kerja. Kata
yang biasa dipakai menggambarkan kegiatan berbincang atau bercakap-cakap.
Dulu
mungkin ngobrol hanya bisa dilakukan secara konvensional. Duduk bersama
kemudian saling bicara. Seiring berkembangnya teknologi, konsep ngobrol ikut
berkembang. Ngobrol tidak perlu lagi dilakukan sambil bertatap muka. Dengan
perantara sosial media, kini siapapun dan dimanapun dia bisa ngobrol. Lintas
kota, lintas negara, bahkan lintas benua. Dengan teknologi seakan ruang dan
waktu kini sudah tidak terbatas lagi.
Bukannya
tidak bersyukur dengan adanya teknologi, saya justru lebih menyukai konsep
ngobrol yang konvensional. Sebut saja saya ortodoks atau ketinggalan jaman,
tidak apa-apa. Hanya saja, ngobrol bertatap muka itu terasa lebih menyenangkan.
Dengan berhadap-hadapan bisa kita lihat ekspresi wajah teman bicara. Ekspresi
wajah ketika ngobrol sangat penting buat saya, terutama mata dan senyuman. Dari
sana saya bisa merasakan apakah obrolan itu bermakna atau sekedar basa-basi. Dari
sana juga bisa terasa adanya aura kecocokan atau tidak. Berbeda dengan konsep
ngobrol melalui media sosial. Memang kini ada emoji yang bisa mewakili ekspresi
kita. Namun, hal itu kurang bisa saya nikmati. Emosi yang dihasilkan tetap saja
terasa kaku. Seperti berbicara dengan robot atau bot. Tanpa rasa, tanpa aura.