Minggu, 22 Januari 2017

Ngobrol


Ngobrol. Sebuah kata yang kita sering gunakan sehari-hari. Namun, tahukah anda kalau kata ini tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia? Iya, saya coba mencarinya dan tidak saya temukan. Dalam pergaulan kata ‘ngobrol’ adalah sebuah kata kerja. Kata yang biasa dipakai menggambarkan kegiatan berbincang atau bercakap-cakap.
Dulu mungkin ngobrol hanya bisa dilakukan secara konvensional. Duduk bersama kemudian saling bicara. Seiring berkembangnya teknologi, konsep ngobrol ikut berkembang. Ngobrol tidak perlu lagi dilakukan sambil bertatap muka. Dengan perantara sosial media, kini siapapun dan dimanapun dia bisa ngobrol. Lintas kota, lintas negara, bahkan lintas benua. Dengan teknologi seakan ruang dan waktu kini sudah tidak terbatas lagi.
Bukannya tidak bersyukur dengan adanya teknologi, saya justru lebih menyukai konsep ngobrol yang konvensional. Sebut saja saya ortodoks atau ketinggalan jaman, tidak apa-apa. Hanya saja, ngobrol bertatap muka itu terasa lebih menyenangkan. Dengan berhadap-hadapan bisa kita lihat ekspresi wajah teman bicara. Ekspresi wajah ketika ngobrol sangat penting buat saya, terutama mata dan senyuman. Dari sana saya bisa merasakan apakah obrolan itu bermakna atau sekedar basa-basi. Dari sana juga bisa terasa adanya aura kecocokan atau tidak. Berbeda dengan konsep ngobrol melalui media sosial. Memang kini ada emoji yang bisa mewakili ekspresi kita. Namun, hal itu kurang bisa saya nikmati. Emosi yang dihasilkan tetap saja terasa kaku. Seperti berbicara dengan robot atau bot. Tanpa rasa, tanpa aura.

Jumat, 06 Januari 2017

Berbincang Dengan Tuhan


Malam hari sebelum tidur, bila ada kesempatan, saya selalu berbincang dengan Tuhan. Mungkin anda akan mengira saya gila, terserah saja saya tidak peduli. Konteks berbincang disini adalah benar-benar berbincang. Bercakap-cakap. Saya tidak memohon apa-apa, saya tidak minta diberi apa-apa. Bagi saya, hidup ini adalah anugerah terbesar Tuhan untuk saya. Saya tidak merasa perlu meminta apa-apa lagi kepada Beliau.



Berbincang dengan Tuhan itu sungguh menyenangkan. Saya bisa bebas memperbincangan tema apa saja. Bebas sebebas-bebasnya. Dari masalah pekerjaan, keluarga, pergaulan, bahkan sampai masalah cinta. Kadang kami tersenyum bersama, tertawa bersama, bahkan menangis bersama. Bagi saya Tuhan itu adalah pendengar yang baik, sangat teramat baik. Tuhan ibarat sahabat karib yang selalu siap menerima uneg-uneg kita. Ternyata saya tidak perlu mantra atau ayat suci untuk berbicara dengan Tuhan. Cukup berbicara dengan bahasa yang saya kuasai saja, Beliau sudah bisa mengerti. Ternyata Tuhan itu tidak seseram dan seformal yang saya kira.