Selasa, 19 Juli 2016

Sang Juara Yang Dinaungi Dewi Fortuna


Euro 2016 Champion

Perhelatan Euro 2016 telah berakhir, seminggu yang lalu. Partai final berhasil dimenangi secara dramatis oleh Portugal. Dan saya baru menulis tentang laga final itu sekarang. Telat memang, telat banget malah. Namun, saya akan merasa berdosa kepada Portugal kalau tidak menulisnya, mengingat saya sudah menulis tentang Euro 2016 sejak babak 16 besar. Entah kenapa beberapa hari ini saya dihinggapi rasa malas untuk menulis. Sebuah penyakit rutin seorang penulis. Seperti batuk-pileknya orang pada umum-lah kira-kira. Yah, maka anggap saja tulisan ini sebuah tulisan penebusan dosa hehehe…
Seperti seluruh pencinta bola dunia telah ketahui, Cristiano Rolando dkk. akhirnya mengangkat tropi Euro untuk pertama kalinya. Sebuah hal yang sangat tidak diduga-duga oleh siapa pun di dunia. Menimbang bagaimana perkasanya tuan rumah Perancis di laga-laga sebelumnya. Saking percaya dirinya, pemerintah Perancis bahkan sudah menyiapkan lokasi dan bus khusus untuk dipakai merayakan kemenangan. Namun kenyataan berkata lain. Dewi Fortuna rupanya masih tetap menyayangi Portugal. Sampai di partai terakhir, Sang Dewi masih menaungi sang juara.
Sebenarnya menurut prediksi saya sih Perancis yang akan keluar sebagai juara. Separuh lebih pencinta bola lain di dunia pun agaknya punya prediksi yang sama. Ternyata prediksi saya lagi-lagi meleset. Maka harus saya akui kembali, kalau saya memang tidak bakat menjadi peramal hehehe… Seakan “skenario” 12 tahunan Euro dimainkan ulang dengan versi berbeda, kembali sebuah negara yang tidak pernah juara tampil mengejutkan meraih gelar. Dimulai dari Denmark yang tampil mengejutkan di tahun 1992, kemudian Yunani di tahun 2004, kini Portugal juga melakukan hal yang sama di tahun 2016. Kalau garis merah sejarah memang konsisten, maka di tahun 2028 kita akan mendapatkan negara baru lagi sebagai juara Euro. Tapi itu sih masih lama, dan tidak ada yang pasti dalam sepak bola. Hanya satu yang pasti, bagi anda penggemar Brazil atau Argentina, jangan berharap jagoan anda itu akan menjuarai Euro. Sekali lagi, jangan...
Mari kita ber-flash back sejenak. Perancis lolos dari grup dengan status juara grup, dengan poin tujuh. Perancis hanya meraih hasil seri saat melawan Swiss, karena menurunkan tim ‘kedua’ mereka. Lalu di babak enam belas besar, Perancis menang melawan Irlandia Utara. Di delapan besar menyingkirkan tim kejutan, Islandia. Dan di babak semifinal mereka memulangkan juara bertahan Piala Dunia, Jerman. Selain faktor menumbangkan Jerman, Perancis diunggulkan di final karena produktivitas lini depan mereka yang luar biasa. Bayangkan, ada nama Griezmann bertengger di puncak pencetak gol, dengan enam gol. Disusul oleh Payet dan Giroud, masing-masing dengan tiga gol. Dengan rekor lini depan mentereng seperti itu, ditambah status tuan rumah, siapa yang tidak akan menjagokan Perancis. Bukankah demikian?
Dilain pihak, Portugal mencapai final dalam kondisi kurang ‘greget’. Bahkan, kondisi ini mereka dialami sejak dari pertandingan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Rata-rata pertandingan Portugal selama putaran Euro 2016 berakhir imbang selama waktu normal. Tercatat hanya sekali, mereka menang pada waktu normal saat melawan Wales. Sisanya yah begitulah... Saya bahkan pernah tertidur saat menonton pertandingan Portugal, karena menunggu gol yang tidak kunjung tiba. Padahal inti bermain sepak bola itu kan mencetak gol. Tidak ada gol memang bukan berarti tidak bisa menang, namun kenikmatan dari menonton-lah yang hilang. Tercatat hanya ada dua pemain Pertugal yang mencetak diatas dua gol. Mereka adalah Nani dan Ronaldo. Maka saat Portugal resmi masuk ke final, wajar dong saya jadi sedikit skeptis.
Namun, kembali ke konsep sebuah pertarungan. Terkadang kepercayaan diri berlebihan bisa jadi bumerang. Dongeng klasik “David” versus “Goliath” kerap mewarnai duel sepak bola. Kali ini terjadi di Final Euro 2016. Melihat dari menterengnya pasukan Perancis menuju final, maka tim ini layak menyandang status sebagai “Goliath”. Lalu apakah Portugal layak dianalogikan sebagai “David”? Tidak juga sih, mengingat cukup banyak nama tenar ada dalam tim Portugal. Namun menilik perjalanan mereka menuju final, analogi “David” agaknya cocok-cocok saja disandang Portugal. Hasil duel di final pun sesuai dengan dongeng tersebut, “David” menang walau sempat diragukan. Hebatnya lagi, Portugal bisa menang tanpa adanya Ronaldo diatas lapangan sejak menit ke-25. Tackle Payet pada Ronaldo, membuat kiprah sang kapten di final harus berakhir dini. Menit itu pula saya langsung berpikiran kalau laga ini pun pasti akan berakhir dini, dengan kemenangan Perancis tentunya. Mengingat bagaimana vital peran Ronaldo bagi Portugal, wajar dong saya berpikiran seperti itu. Tapi dugaan saya itu tidak terbukti. Portugal tetap bisa bermain dengan apik, walau memang terus menerus berada dalam tekanan Perancis. Apalagi di babak kedua, penampilan Portugal menjadi kian kompak. Perancis nampak kebingungan membongkar pertahanan Portugal. Hal itu kian diperparah dengan keberuntungan yang menaungi tim Portugal. Beberapa kali tiang gawang menyelamatkan gawang Portugal dari kebobolan. Sampai akhir babak kedua pun gawang Rui Patricio masih tetap perawan. Portugal sukses mengulang keahlian mereka, bermain imbang di waktu normal.
Babak perpanjangan masih didominasi oleh Perancis. Namun, lagi-lagi keberuntungan menaungi Portugal. Memasuki menit ke-109, Portugal justru bisa mencetak gol. Sang pencetak gol adalah  Eder, pemain pengganti yang akhirnya jadi juru selamat. Gol ini tidak bisa dibalas oleh Perancis sampai wasit meniup peluit panjang. Portugal pun resmi keluar sebagai juara Euro 2016. Sebuah kenyataan yang sama sekali disangka, dan tidak diduga sebelumnya. Portugal pun resmi menjadi negara kesepuluh yang menjuarai ajang Euro.
Di laga ini juga terjadi sesuatu yang unik. Walaupun sudah ditarik keluar karena cedera, Ronaldo ternyata tetap bisa membawa pengaruh positif bagi timnya. Dari pinggir lapangan pemain terbaik dunia, tahun 2013 dan 2014, ini terus memompa semangat teman-temannya. Dia berteriak-teriak memberi instruksi layaknya seorang pelatih. Bahkan aksi Ronaldo ini jadi treding topic di media sosial. Aksi Ronaldo ini seperti menutupi peran Fernando Santos sebagai pelatih resmi Timnas Portugal. Saya sempat tertawa-tawa sendiri melihat aksi Ronaldo itu. Iya, saya memang nonton final Euro sendirian, maklum jomblo. PUAAS?!? Loh, kok jadi curcol hehehe... 
Sebagai penutup, saya mengucapkan selamat untuk Timnas Portugal. Dan dari ajang Euro 2016 ini kita bisa mengambil hikmah, ciiee mengambil hikmah. Bahwa terkadang hidup di dunia ini kita pasti pernah disepelekan orang. Namun, jangan sampai pendapat orang itu mengecilkan niat untuk menjadi yang terbaik. Belajar dari Portugal, walau mereka tertatih di awal, disepelekan orang, tapi mereka akhirnya bisa jadi nomor satu. Mari menjadi “Portugal” di dunia ini...!!!
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar