Euro 2016 Champion |
Perhelatan Euro
2016 telah berakhir, seminggu yang lalu. Partai final berhasil dimenangi secara
dramatis oleh Portugal. Dan saya baru menulis tentang laga final itu sekarang.
Telat memang, telat banget malah. Namun, saya akan merasa berdosa kepada Portugal
kalau tidak menulisnya, mengingat saya sudah menulis tentang Euro 2016 sejak
babak 16 besar. Entah kenapa beberapa hari ini saya dihinggapi rasa malas untuk
menulis. Sebuah penyakit rutin seorang penulis. Seperti batuk-pileknya orang
pada umum-lah kira-kira. Yah, maka anggap saja tulisan ini sebuah tulisan
penebusan dosa hehehe…
Seperti seluruh
pencinta bola dunia telah ketahui, Cristiano Rolando dkk. akhirnya mengangkat
tropi Euro untuk pertama kalinya. Sebuah hal yang sangat tidak diduga-duga oleh
siapa pun di dunia. Menimbang bagaimana perkasanya tuan rumah Perancis di
laga-laga sebelumnya. Saking percaya dirinya, pemerintah Perancis bahkan sudah
menyiapkan lokasi dan bus khusus untuk dipakai merayakan kemenangan. Namun
kenyataan berkata lain. Dewi Fortuna rupanya masih tetap menyayangi Portugal.
Sampai di partai terakhir, Sang Dewi masih menaungi sang juara.
Sebenarnya
menurut prediksi saya sih Perancis yang akan keluar sebagai juara. Separuh
lebih pencinta bola lain di dunia pun agaknya punya prediksi yang sama.
Ternyata prediksi saya lagi-lagi meleset. Maka harus saya akui kembali, kalau
saya memang tidak bakat menjadi peramal hehehe… Seakan “skenario” 12 tahunan
Euro dimainkan ulang dengan versi berbeda, kembali sebuah negara yang tidak
pernah juara tampil mengejutkan meraih gelar. Dimulai dari Denmark yang tampil
mengejutkan di tahun 1992, kemudian Yunani di tahun 2004, kini Portugal juga
melakukan hal yang sama di tahun 2016. Kalau garis merah sejarah memang
konsisten, maka di tahun 2028 kita akan mendapatkan negara baru lagi sebagai
juara Euro. Tapi itu sih masih lama, dan tidak ada yang pasti dalam sepak bola.
Hanya satu yang pasti, bagi anda penggemar Brazil atau Argentina, jangan
berharap jagoan anda itu akan menjuarai Euro. Sekali lagi, jangan...
Mari kita ber-flash back sejenak. Perancis lolos dari
grup dengan status juara grup, dengan poin tujuh. Perancis hanya meraih hasil
seri saat melawan Swiss, karena menurunkan tim ‘kedua’ mereka. Lalu di babak
enam belas besar, Perancis menang melawan Irlandia Utara. Di delapan besar
menyingkirkan tim kejutan, Islandia. Dan di babak semifinal mereka memulangkan
juara bertahan Piala Dunia, Jerman. Selain faktor menumbangkan Jerman, Perancis
diunggulkan di final karena produktivitas lini depan mereka yang luar biasa.
Bayangkan, ada nama Griezmann bertengger di puncak pencetak gol, dengan enam
gol. Disusul oleh Payet dan Giroud, masing-masing dengan tiga gol. Dengan rekor
lini depan mentereng seperti itu, ditambah status tuan rumah, siapa yang tidak
akan menjagokan Perancis. Bukankah demikian?
Dilain pihak,
Portugal mencapai final dalam kondisi kurang ‘greget’. Bahkan, kondisi ini
mereka dialami sejak dari pertandingan pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Rata-rata pertandingan Portugal selama putaran Euro 2016 berakhir imbang selama
waktu normal. Tercatat hanya sekali, mereka menang pada waktu normal saat
melawan Wales. Sisanya yah begitulah... Saya bahkan pernah tertidur saat
menonton pertandingan Portugal, karena menunggu gol yang tidak kunjung tiba.
Padahal inti bermain sepak bola itu kan mencetak gol. Tidak ada gol memang
bukan berarti tidak bisa menang, namun kenikmatan dari menonton-lah yang
hilang. Tercatat hanya ada dua pemain Pertugal yang mencetak diatas dua gol.
Mereka adalah Nani dan Ronaldo. Maka saat Portugal resmi masuk ke final, wajar
dong saya jadi sedikit skeptis.
Namun, kembali
ke konsep sebuah pertarungan. Terkadang kepercayaan diri berlebihan bisa jadi
bumerang. Dongeng klasik “David” versus
“Goliath” kerap mewarnai duel sepak bola. Kali ini terjadi di Final Euro 2016.
Melihat dari menterengnya pasukan Perancis menuju final, maka tim ini layak
menyandang status sebagai “Goliath”. Lalu apakah Portugal layak dianalogikan
sebagai “David”? Tidak juga sih, mengingat cukup banyak nama tenar ada dalam
tim Portugal. Namun menilik perjalanan mereka menuju final, analogi “David”
agaknya cocok-cocok saja disandang Portugal. Hasil duel di final pun sesuai
dengan dongeng tersebut, “David” menang walau sempat diragukan. Hebatnya lagi,
Portugal bisa menang tanpa adanya Ronaldo diatas lapangan sejak menit ke-25. Tackle Payet pada Ronaldo, membuat
kiprah sang kapten di final harus berakhir dini. Menit itu pula saya langsung
berpikiran kalau laga ini pun pasti akan berakhir dini, dengan kemenangan
Perancis tentunya. Mengingat bagaimana vital peran Ronaldo bagi Portugal, wajar
dong saya berpikiran seperti itu. Tapi dugaan saya itu tidak terbukti. Portugal
tetap bisa bermain dengan apik, walau memang terus menerus berada dalam tekanan
Perancis. Apalagi di babak kedua, penampilan Portugal menjadi kian kompak.
Perancis nampak kebingungan membongkar pertahanan Portugal. Hal itu kian
diperparah dengan keberuntungan yang menaungi tim Portugal. Beberapa kali tiang
gawang menyelamatkan gawang Portugal dari kebobolan. Sampai akhir babak kedua
pun gawang Rui Patricio masih tetap perawan. Portugal sukses mengulang keahlian
mereka, bermain imbang di waktu normal.
Babak
perpanjangan masih didominasi oleh Perancis. Namun, lagi-lagi keberuntungan
menaungi Portugal. Memasuki menit ke-109, Portugal justru bisa mencetak gol.
Sang pencetak gol adalah Eder, pemain
pengganti yang akhirnya jadi juru selamat. Gol ini tidak bisa dibalas oleh
Perancis sampai wasit meniup peluit panjang. Portugal pun resmi keluar sebagai
juara Euro 2016. Sebuah kenyataan yang sama sekali disangka, dan tidak diduga
sebelumnya. Portugal pun resmi menjadi negara kesepuluh yang menjuarai ajang
Euro.
Di laga ini juga
terjadi sesuatu yang unik. Walaupun sudah ditarik keluar karena cedera, Ronaldo
ternyata tetap bisa membawa pengaruh positif bagi timnya. Dari pinggir lapangan
pemain terbaik dunia, tahun 2013 dan 2014, ini terus memompa semangat
teman-temannya. Dia berteriak-teriak memberi instruksi layaknya seorang
pelatih. Bahkan aksi Ronaldo ini jadi treding
topic di media sosial. Aksi Ronaldo ini seperti menutupi peran Fernando
Santos sebagai pelatih resmi Timnas Portugal. Saya sempat tertawa-tawa sendiri
melihat aksi Ronaldo itu. Iya, saya memang nonton final Euro sendirian, maklum
jomblo. PUAAS?!? Loh, kok jadi curcol hehehe...
Sebagai penutup,
saya mengucapkan selamat untuk Timnas Portugal. Dan dari ajang Euro 2016 ini
kita bisa mengambil hikmah, ciiee mengambil
hikmah. Bahwa terkadang hidup di dunia ini kita pasti pernah disepelekan orang.
Namun, jangan sampai pendapat orang itu mengecilkan niat untuk menjadi yang
terbaik. Belajar dari Portugal, walau mereka tertatih di awal, disepelekan
orang, tapi mereka akhirnya bisa jadi nomor satu. Mari menjadi “Portugal” di
dunia ini...!!!
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar