“Sebuah akhir akan melahirkan
sebuah awal. Kata “Tamat” akan menggiring kita ke “Pendahuluan” yang baru. Sampai
bertemu di kisah berikutnya.” – Dee Lestari
Inteligensi Embun Pagi |
Qoute diatas sengaja saya kutip, karena
itulah yang mewakili perasaan saya. Perasaan saat sampai di lembar teraktir
Novel Supernova: Inteligensi Embun Pagi (IEP), karya Dee Lestari. Lembar
terakhir - yang katanya - seri terakhir dari serial Novel Supernova. Hanya satu
yang muncul di benak saya selesai menbaca. Supernova seharusnya belum berakhir.
Kata TAMAT tidak cocok disematkan diakhir keping Inteligensi Embun Pagi. Keping
99, tepatnya. Terlalu banyak hal yang belum terjawab. Terlalu banyak pertanyaan
yang justru muncul. Terlalu banyak.
Awal saya
tenggelam dalam tarikan arus Supernova, karena sebuah ‘kecelakaan’. Jujur saya
katakan. Novel seri pertama Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh
(BPBJ), ada ditangan saya karena dipaksa. Saat itu saya masih duduk di bangku
kuliah. Salah seorang teman wanita menyodorkan novel itu pada saya. Dengan
hanya berbekal sebuah pesan: “Baca nih, cocok buat karakter kamu.” Padahal dia
tahu saya bukanlah tipe pembaca novel. Menurut penilaian saya saat itu novel identik
dengan drama, kisah cinta yang melankolis. Dimana semua itu saya nilai sangat
membosankan, dan jauh dari realitas kehidupan. Saya sempat menolaknya, namun
teman saya itu tetap memaksa. Jadilah KPBJ teronggok di kamar saya dua minggu
lamanya. Tidak tersentuh, tidak dianggap ada.
Lembaran KPBJ
akhirnya terbuka, dan terbaca. Sebuah kalimat ajaib berhasil mewujudkan hal
yang seakan mustahil itu. Kalimat dari teman saya, “Sudah dibaca novelnya?” Mulailah
kata demi kata, kalimat demi kalimat KPBJ dicerna otak saya. Satu tanggapan
saya saat itu, sebagai seorang pembaca awam. Ini bukan novel, ini skripsi. Iya,
itu opini ‘profesional’ saya. Rangkaian tulisan berbahasa ilmiah dengan puluhan
footnote, apalagi kalau bukan skripsi
namanya. Dimana tokoh Dimas dan Reuben menjadi dosennya. Namun, saya tetap
membacanya sampai habis. Saya tidak ingin pertanyaan, “Sudah dibaca novelnya?” kembali
harus saya jawab dengan pelongoan. Beruntung kisah cinta segitiga antara Fere,
Rana dan Diva, menyelamatkan otak saya dari keram. Terutama tokoh Diva. Di lembaran terakhir,
saya terpesona dengan Diva.
Teman saya terbahak
saat KPBJ saya sebut sebagai skripsi. Bukan karena lucu, tapi karena dia merasakan
hal yang sama. Begitupun saat saya katakan terpesona dengan Diva. Dan berikutnya,
tahu-tahu buku kedua dan ketiga Supernova sudah ada di tangan saya. ‘Akar’ dan
juga ‘Petir’. Dari judulnya saja saya sudah bergidik. Terbayang beratnya saya
membaca KPBJ, kini ditambah lagi dengan dua buku ‘ensiklopedia’. Teman saya
tetap memaksa, betapapun saya menolaknya. Dia bilang buku kedua dan ketiga
tidak seberat buku pertama. Terpaksa saya pasrah menerima. Jadilah ‘Akar’ dan ‘Petir’
teronggok di kamar saya dua minggu lamanya. Tidak tersentuh, tidak dianggap
ada.
Kalimat ajaib
teman saya, kembali menunjukkan keajaibannya. Saya pun berkenalan dengan Bodhi
dan Elektra. Kali ini saya terpesona. Tulisan Dee Lestari tidak lagi berat
dicerna. Lembar demi lembar menggoda otak untuk terus membaca. Mengikuti kisah
dari dua tokoh yang tidak biasa. ‘Akar’ dan ‘Petir’ bukanlah buku ‘ensiklopedia’
sebagaimana saya kira. ‘Akar’ berkisah seperti layaknya perjalanan spiritual. Bodhi,
tokoh utamanya, dikisahkan sebagai seniman tatto. Dimana tatto-tatto ini lebih
berupa simbol. Simbol-simbol rahasia yang merangkai misteri dalam alur Supernova.
Sedangkan ‘Petir’ berkisah tentang perjalanan hidup seorang gadis bernama
Elektra. Gadis muda yang harus menjalani hidup sebatang kara. Kecintaan pada
petir perlahan mengungkap misteri kehidupannya. Misteri yang juga nantinya
menjadi kesatuan dari misteri Supernova itu sendiri.
Selesai membaca,
teman saya tidak lagi perlu bertanya. Saya yang bersemangat membahas isi dua
novel itu bersamanya. Kembali dia terbahak melihat keantusiasan saya. “Sudah
kubilang kamu pasti cocok dengan novel itu,” demikian katanya. Saya tanya
apakah ada seri Supernova berikutnya. Dia bilang ada, tapi belum terbit. Dia
bilang mungkin penulis Supernova sudah kehilangan gairah. Dia pun menunggu
kelanjutan dari Supernova, namun tidak kunjung ada. Menurut teman saya itu,
Supernova mungkin sedang berproses. Dari kepompong menjadi kupu-kupu. Dan kami
pun menunggu, dan terus menunggu. Sampai akhirnya kami lulus kuliah. Dia
menjalani kehidupannya, dan saya menjalani kehidupan saya. Diva, Bodhi, dan
Elektra pun perlahan tertidur lelap dalam memori otak saya. Ditengah perjalanan
hidup yang harus saya jalani, sebagai manusia.
Memori Supernova
terbangun juga dari tidurnya. Terpicu pula oleh sebuah Novel. Penulisnya sama
Dee Lestari, namun dengan judul yang berbeda. Judul novel itu ‘Perahu Kertas’.
Sama seperti Supernova, ‘Perahu Kertas’ ada ditangan saya karena ‘kecelakaan’. Adik
saya yang berprofesi sebagai penulis menyodorkannya pada saya. Dan ‘Perahu
Kertas’ pun ada di tangan saya. Namun, nasib ‘Perahu Kertas’ lebih beruntung
dari Supernova. Tiga hari saja dia teronggok di kamar saya. Kebetulan saya juga
butuh sesuatu untuk menghilangkan penat. Mulailah lembar demi lembar ‘Perahu
Kertas’ menghipnotis saya. Saya seakan tidak percaya, ada novel bernuansa cinta
remaja bisa menarik perhatian saya. Entah saya cocok dengan gaya penulisan Dee
Lestari, atau Supernova memang butuh pemicu untuk bangkit dari tidurnya. Harus
diakui ‘Perahu Kertas’ menggugah saya. Menggugah untuk kembali dalam
petualangan Supernova.
Dari hasil browsing, saya tahu kalau seri keenam Supernova
akan segera terbit. Ternyata sudah sedemikian lamanya Supernova tertidur dalam
memori. Sengaja saya tunggu sampai IEP benar-benar lahir dan berwujud dalam
galaksi pernovelan, sampai saya mulai membaca ‘Partikel’. Seri keempat dari
Supernova. Begitu saya membaca ‘Partikel’, saya langsung jatuh cinta pada tokoh
Zarah. Sosok wanita kuat dan tangguh, tapi tidak kehilangan kefeminimannya,
selalu membuat saya kagum. Selain, saya dan Zarah memiliki kesamaan karaktek.
Saya selalu menyukai berada di alam bebas. Alam bebas, menurut saya adalah
satu-satunya tempat di bumi ini yang masih memiliki kejujuran. Demikian pun
dengan Zarah. Seperti seri Supernova sebelumnya, kisah hidup Zarah menyimpan
misteri. Misteri sebuah tempat bernama Bukit Jambul. Misteri tempat hilangnya
sang ayah, Faris. Misteri yang terkait dengan kelanjutan Supernova.
Kisah ‘Partikel’
berlanjut ke buku kelima, ‘Gelombang’. Mengisahkan tentang kehidupan tokoh
utama, Alfa. Laki-laki keturunan Sumatera Utara. Seperti tokoh Supernova
lainnya, Alfa pun memiliki alur kehidupan yang penuh liku. Misteri hidupnya pun
juga berkaitan langsung dengan misteri Supernova. Misteri tentang kesulitan
tidur yang dialaminya. Mimpi-mimpi buruk yang dialaminya. Perjalanan
misteriusnya ke alam mimpi. Munculnya dua alam baru. Alam antar dimensi, Antarabhava dan
Asko. Perlahan tapi pasti, misteri-misteri ini bermuara pada
sebuah pertemuan. Pertemuan dia dengan tokoh-tokoh Supernova sebelumnya. Pertemuan
yang membukakan kita sebuah portal, Inteligensi Embun Pagi.
Setelah membaca
sampai selesai IEP, saya sampai pada sebuah kesimpulan. Kesimpulan kalau IEP
memang dirancang sebagai tempat berkumpulnya para tokoh Supernova. IEP memang ibarat
laut, tempat bermuaranya sungai-sungai misteri Supernova. Disatu sisi satu per satu
pertanyaan terjawab, namun disisi lain memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru. Dalam
IEP, tokoh-tokoh Supernova terbagi dalam tiga kelompok besar. Peretas,
Infiltran, dan Sarvara. Saya tidak melihat ketiga kelompok ini dalam kaca mata
kebaikan dan kejahatan. Yang jelas, ketiga kelompok ini memiliki kepentingan
mereka masing-masing. Kepentingan yang akhirnya saling berbenturan. Mungkin
saya sudah menyangka kalau Bodhi, Elektra, Zarah dan Alfa adalah tokoh utama
dalam IEP. Mengingat mereka memiliki buku mereka sendiri, yang khusus membahas alur
kehidupan mereka. Hanya saja, tidak saya sangka kalau Gio, Toni, Diva, Ishtar, Faris,
Liong, Simon, dan lain-lain, juga memiliki porsi yang cukup penting. Beberapa
diantara mereka keberadaannya sangat penting malahan. Apa saja peran mereka?
Silakan dibaca saja sendiri, saya tidak ingin merusak momen anda. Berpetualang
dalam jejaring Supernova.
Kini saya
terjebak dalam imaji saya sendiri. Saya sempat mengira kalau teman wanita saya,
adalah bagian dari kelompok Peretas, Infiltran, ataupun Sarvara. Karena dialah
saya terbawa arus jejaring Supernova. Jelas-jelas dia yang menjerumuskan saya.
Saya sempat tergelak karena imaji ‘gila’ ini. Mungkin kalau saya bertemu lagi
dengannya, saya akan ungkapkan hal ini. Mungkin dia akan tergelak juga
karenanya.
Menulis adalah
sebuah proses kreatif. Sebuah proses pertemuan ekspektasi penulis dan pembaca.
Sebagai pembaca, ekspektasi saya sebagian besar telah terwakili dalam keenam
seri Supernova. Satu yang menarik adalah peran Zarah dalam serial Supernova. Saya
sudah menyangka, dan memang berharap tokoh ini punya peran yang sangat sentral.
Ternyata benar demikian. Bahkan mungkin Zarah akan menjadi kunci dari
kelanjutan serial Supernova. Kalau pun nantinya Supernova akan berlanjut, yang mana
saya harap akan berlanjut. Demikian pula eskpektasi adanya tragedi. Saya selalu
berpikir pasti akan ada pengorbanan besar dari salah satu tokoh. Maka benar
saja terjadi. Salah satu tokoh harus mati. Walaupun mati dalam konteks
Supernova hanyalah semu. Tidak ada yang benar-benar ‘mati’ dalam Supernova. Dan
satu lagi yang saya salut dari Supernova. Dari berbagai negara yang dijelajahi
oleh para tokoh Supernova, Indonesia menjadi tempat akhir pertemuan mereka. Indonesia
menjadi titik sentral dari galaksi Supernova. Rasa nasionalisme saya tergugah
karenanya.
Hanya satu
ekspektasi saya yang tidak tercapai. Peran sentral seorang Diva. Tokoh yang
satu ini sudah menyita perhatian saya sejak buku pertama. Hilangnya sosok Diva
diakhir KPBJ, menjadi sebuah misteri yang terus disebut di buku-buku
berikutnya. Disebutnya nama Diva berkali-kali seperti mubazir saat tiba di buku
terakhir. Paling tidak menurut saya pribadi. Saya selalu ber-ekspektasi, Diva
akan menjelma menjadi tokoh sentral dalam Supernova. Menjadi pemimpin dari
kelompoknya melawan kelompok lainnya. Ibarat Putri Saori memimpin perang Saint
Seiya. Namun, tidaklah demikian. Justru sosok Ishtar, yang tidak disangka,
muncul sebagai pemimpin kelompoknya. Seandainya Diva diberi peran sebesar
Ishtar, maka menarik diikuti bagaimana dua sosok maha cantik ini beradu dengan
elegan.
Yah, Supernova
pun kini telah sampai pada akhir perjalanannya. Saya telah terhipnotis dengan
kehadirannya. Harus saya ucapkan terima kasih pada Dee Lestari, karena
melahirkan Supernova. Sebuah ledakan besar pada galaksi pernovelan. Kini
biarlah Supernova ber-hibernasi
sejenak dalam bentuk kepompong. Beristirahat tenang dalam memori otak saya, dan
otak pembaca lainnya. Mencari waktu yang tepat untuk terbang kembali sebagai
kupu-kupu. Dan semoga saya masih ada di dunia, untuk menikmati saat momen itu
tiba.
NB. Mba Dee, sebagai
pencinta Supernova boleh usul sedikit yah. Kalau boleh loh ini. Tolong Supernova
jangan dulu difilmkan. Biarkan KPBJ saja yang menjadi ‘korban’. Dunia perfilman
Indonesia belum siap menerima ledakan Supernova. Akan tiba saat yang tepat.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar