Rabu, 26 Oktober 2016

German Cinema: Dari Jerman Untuk Dunia


German Cinema

Denpasar mendapatkan kesempatan untuk menjadi tuan rumah German Cinema Festival 2016. Acara ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebudayaan Jerman Goethe Institut dengan Bentara Budaya Bali, serta didukung oleh Sehati Production. Dari tanggal 20-22 Oktober 2016, di XII Mall Bali Galeria, Denpasar kebagian 9 (sembilan) jatah film. Dari kesembilan film itu, disela-sela jadwal kerja, saya cukup beruntung untuk dapat menyaksikan langsung 2 (dua) film. Kedua film itu berjudul “Victoria” dan “Ein Atem” – One Breath.
Pada kesempatan ini, saya akan mencoba mengulas kedua film tersebut dari kaca mata orang awam. Saya akan mencoba agar tulisan ini tidak menjadi spoiler untuk mereka yang belum menonton. Baik kita mulai saja dari film pertama, VICTORIA.
Ini bukan ide biasa: Membuat satu film utuh dalam satu kali pengambilan gambar, tanpa trik teknis, tanpa pengaman maupun tipuan, dan dengan resiko penuh. Itulah yang dilakukan Sebastian Schipper dan timnya dengan sangat berhasil. Salah satu film Jerman paling menggairahkan dalam beberapa tahun terakhir! Victoria mengajak kita berkeliaran pada malam hari di Berlin, dan memperlihatkan apa saja yang dapat direalisasikan melalui film.” Kutipan singkat inilah yang membuat saya tertarik untuk menonton film Victoria. Apakah mungkin sebuah film berdurasi 136 menit dapat diambil hanya dalam sekali pengambilan gambar?
Berangkat dari rasa penasaran, saya menonton film ini dengan sangat serius. Hasilnya diakhir film saya dibuat terkagum. Kalau benar film ini diambil hanya dalam satu kali pengambilan gambar, maka film ini adalah sebuah masterpiece. Luar biasa! Dari sisi alur cerita sih film ini bisa dibilang biasa saja. Namun untuk kemampuan akting para tokohnya, dan sudut pengambilan gambar musti diacungi lima jempol (satu lagi pinjem temen sebelah). Kita seolah-olah diajak menonton sebuah penentasan opera atau drama dalam kemasan film. Untuk sebuah adegan satu kali ambil, gejolak akting para tokohnya seperti mengalir apa adanya. Kita dibuat ikut larut dalam tawa, tangis, ketegangan, kekhawatiran, dan naik turunnya emosi para tokoh. Kita seperti benar-benar diajak terlihat dalam petualangan para tokoh.
Demikian pun untuk sudut pengambilan gambar. Entah berapa kamera yang digunakan selama proses pengambilan gambar, namun benar-benar dapat mewakili setiap sudut yang patut mendapat sorotan. Saya terbayang bagaimana kameraman ikut berlarian, berlompatan, dan jatuh bangun selama proses pengambilan gambar. Menonton film Victoria ini seperti menonton sebuah reality show, yang benar-benar riil. Apalagi sebelum film dimulai, annoncer menegaskan kalau proses pembuatan film ini hanya menghabiskan waktu 136 menit (dari pukul 4 pagi sampai pukul setengah 6 pagi), persis sama dengan durasi pemutaran film. Gimana tidak dibuat berdecak kagum coba…
Baiklah, saya beri sedikit garis besar jalan cerita dari film Victoria ini. Dikisahkan suatu waktu, menjelang dini hari di Kota Berlin. Seorang wanita asal Madrid bernama Victoria, berkenalan dengan empat pria di sebuah klub malam. Keempat pria itu adalah Sonne, Boxer, Blinker dan Fub. Selama perkenalan mereka berlima berjalan-jalan santai di sekeliling kota Berlin. Disini dapat tergambar dengan jelas bagaimana suasana Berlin dini hari. Perkenalan singkat itu memunculkan ketertarikan antara Victoria dan Sonne. Ketertarikan ini berubah menjadi petualangan yang tidak terduga, yang langsung merubah kehidupan Victoria. Dari awalnya hanya seorang penjaga café, Victoria tiba-tiba saja terlibat dalam aksi kejahatan melawan hukum. Aksi kejar-kejaran dan kucing-kucingan pun terjadi dengan aparat penegak hukum. Disinilah kekaguman saya muncul. Dengan segala aksi lari-larian ini, rasanya sungguh tidak mungkin kalau dilakukan dalam satu kali pengambilan gambar. Namun film ini mengajarkan kita kalau segala sesuatu mungkin saja dilakukan, bahkan mungkin ketika orang-orang mengatakan kalau hal itu tidak mungkin. Sisa alur ceritanya? Silakan ditonton saja sendiri, dilain waktu dan lain kesempatan.
Film kedua adalah EIN ATEM, atau dalam bahasa inggris ONE BREATH. Menurut saya pribadi, film ini memiliki alur yang tidak sederhana. Bahkan diakhir film saya dibuat bergidik dengan ending-nya. Tragedi, mungkin itu kata yang tergurat di benak saya kala itu. Lalu kenapa saya memilih film ini? Semata-mata sebagai pengisi jadwal malam minggu saya supaya nggak sepi-sepi amat. Ngenes yah…
Ein Atem memakai dua alur yang bergerak maju berbarengan, menuju ke sebuah titik klimaks. Dikisahkan dua orang wanita dengan permasalahan hidup mereka masing-masing. ELENA, berusia 27 tahun, adalah seorang wanita yang berasal dari Yunani. Krisis di negaranya membuat Elena harus kehilangan pekerjaan. Demi terus memutar roda perekonomiannya, Elena pun memilih untuk berpisah dengan kekasihnya, dan mengadu nasib ke Jerman. TESSA, berusia 37 tahun, adalah seorang ibu rumah tangga dengan karier yang bagus. Membagi kewajiban antara rumah dan kantor ternyata tidaklah mudah. Tessa kerap kali didera stress yang hebat, ditambah harus mengurus putri semata wayangnya Lotte, yang baru berusia 18 bulan. Dalam sosok Lotte-lah, alur kedua tokoh wanita ini akhirnya bertemu. Tessa atas dukungan suaminya memilih untuk mencari seorang babysitter untuk sang buah hati. Kebetulan Elena yang sedang membutuhkan pekerjaan membaca iklan lowongan tersebut. Dua alur yang semula terpisah pun bertemu pada titik ini. Klimaks mulai meningkat ketika Elena mengetahui kalau dirinya hamil. Tentu sangat sulit mengurus anak orang lain, sementara Elena harus mengurus anak sendiri dalam rahimnya. Klimaks terus menanjak ketika suatu hari, Lotte diculik ketika Elena membawanya berjalan-jalan. Aksi kejar dan cari pun dimulai, antara Tessa dan Elena. Bagaimana kelanjutannya? Sekali lagi silakan anda menontonnya sendiri, dilain waktu dan lain kesempatan.
Demikian ulasan sederhana saya untuk film Victoria dan Ein Atem. Semoga berkenan, dan sampai jumpa di ajang festival film di Bali lainnya. Semoga kala itu bisa lebih banyak film lagi yang dapat saya ulas.

Denpasar, 27 Oktober 2016
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar