Minggu, 13 November 2016

Menjadi Ketiga


I love you?

Selama janur kuning belum melengkung masih ada peluang buat nikung. Selama bendera kuning belum berkibar masih ada peluang buat bubar.
Pernahkah anda mendapat nasehat “kampret” macam gini? Saya pernah, bahkan sering. Saya kadang jadi berpikir kalau dewasa ini manusia sudah tidak lagi menghormati sebuah hubungan. Pacaran bukan lagi sebuah status yang sakral, bahkan demikian pun pernikahan. Mendekati pacar atau istri orang sudah tidak lagi tabu dilakukan. Kalau sudah suka sama suka, mau bilang apa. Itu alasan yang paling sering dipakai sebagai alasan pembenar, selain kalau sekarang adalah jaman modern. Modern nenek loh!
Untuk masalah yang satu ini, saya bisa digolongkan sebagai orang kuno. Saya tidak suka mengganggu hubungan orang lain. Baik itu pacaran maupun pernikahan. Seberapa cantik dan menariknya wanita itu, saya akan berusaha menjaga jarak bila dia sudah memiliki pasangan. Menjaga jarak bukan berarti tidak berinteraksi sama sekali, bukan sama sekali. Menjaga hati mungkin bisa disebut lebih tepatnya. Hati dia dan hati saya sendiri tentunya. Entah sudah berapa kali saya naksir wanita yang memiliki pasangan. Beberapa malah saya tahu kalau dia pun memiliki perasaan yang sama. Namun, sekali lagi prinsip adalah prinsip. Saya pun ingin bila nanti mendapat pasangan akan memiliki prinsip yang sama. Bila dia sudah berkomitmen dengan saya, maka saya meminta dia untuk menghormati komitmen itu. Bila pun nanti tidak mendapati kecocokan sepanjang perjalanan, maka itu persoalan lain.
Putus atau bercerai bukanlah hal yang tabu dilakukan menurut saya, asalkan bukan dikarenakan orang ketiga. Menurut saya, dalam sebuah hubungan hanya ada “AKU” dan “KAMU”, tidak pernah ada “DIA”. Demikian pun dengan saya. Tidak akan pernah saya menjadi “DIA” dalam sebuah hubungan dua manusia. Tidak akan pernah saya menjadi ketiga.
Lalu apakah itu berarti saya menyerah begitu saja? Tidak, karena saya akan memposisikan diri dalam posisi “wait and see”. Disinilah konsep “janur kuning” dan “bendera kuning” itu tepat diterapkan. Tentu sebuah hubungan tidak selamanya abadi. Tentu ada kemungkinan itu berakhir putus ataupun kandas. Maka saat itu status saya tidak lagi menjadi “DIA”. Kemungkinan untuk menjadi “KAMU” kembali terbuka.
Menjadi ketiga itu sakit kawan, sungguh. Pengalaman pribadi? Bisa dibilang demikian. Sulit memang melepaskan wanita yang kita cintai, namun itulah hidup kawan. Yang kita butuhkan hanya waktu. Waktu yang akan mengikis segala kenangan yang pernah ada. Dari sekian lama saya hidup di dunia ini, satu hal penting yang saya pelajari. Wanita cantik itu ada dimana-mana. Terlalu sempit kalau anda berpikir tidak bisa hidup tanpa satu wanita. Dunia ini sangatlah luas, dengan hampir 7 milyar populasi manusia, yang sebagian besar adalah wanita. Kenapa harus menghentikan langkah anda pada satu wanita yang sudah berkomitmen? Sedangkan diluar sana masih banyak wanita yang mungkin lebih layak mendapat komitmen anda. Yang anda perlukan hanyalah terus melangkah, dan terus melangkah. Seperti kata Dori dalam film “Finding Dori” – When life gets you down, you know what you gotta do? Just keep swimming, keep swimming…
Maka “berenang”-lah dan selamat mencari wanita anda. Kemudian berkomitmen-lah dengan dia, selamanya…

Pandu Dua, November 2016
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar