Bulan
Desember ini saya lagi menggila. Terlalu banyak film bagus di bioskop untuk
dilewatkan. Ada Aquaman, Spiderman: Into The Spider-Verse, dan Bumblebee. Susah
mau pilih yang mana, akhirnya saya tonton saja semuanya. Meski itu berarti
harus ‘muka tebal’, karena penonton film-film ini kebanyakan adalah anak-anak
kecil. Anggap saja masa kecil kurang bahagia. Mumpung dana anggaran sampai
akhir tahun masih banyak. Terutama, pos anggaran ‘pacaran’ yang sama sekali
tidak terjamah. Iya, sampai akhir tahun 2018 belum juga laku ‘jual diri’ nih
hehehe... Jadi untuk mengirit tenaga, disatukan saja ketiga ulasan film tadi ke
dalam satu tulisan.
Aquaman |
Kita
mulai dari film Raja Laut, AQUAMAN. Dari masih sebatas gosip belaka, saya
memang sudah niat untuk menonton film ini. Ditambah tahu kalau sutradaranya
adalah James Wan, si ahli horor. Sudah pasti Aquaman tidak akan jadi film
biasa-biasa saja. Dan benar saja. Film Aquaman jadi jauh dari kesan biasa-biasa
saja. Malahan luar biasa. Sangat jauh di atas ekspektasi. Filmnya mba Gal
Gadot, akhirnya punya pesaing juga. Paling tidak dari sisi visual. Kalau dari
sisi cerita ya standar film superhero,
yang temanya kerajaan. Kalau dicari sandingan, tak jauh beda dengan Thor dan
Black Panther-nya Marvel.
Dimulai
dari Tuan Puteri Atlantis, Atlanna (Nicole Kidman), yang kabur dari kerajaan,
karena tidak mau dijodohkan. Cukup Siti Nurbaya yang menjalani pahitnya
dunia... Mungkin lirik lagu Dewa 19 ini, yang jadi ilham sang Puteri kabur. Di
tengah pelarian, dia bertemu dengan seorang penjaga mercu suar (Temuera
Morrison), dan jatuh cinta. Mereka menikah dan punya satu anak laki-laki,
Arthur Curry, a.k.a Aquaman. Sang calon penguasa Atlantis. Memang ada gitu ya kisah
cinta dunia nyata, yang sesederhana ini? Kalau ada, artinya saya kurang
beruntung, karena belum pernah menemukannya.
DUAAAR!
Di tengah kebahagian keluarga kecil ini, tiba-tiba pasukan Atlantis muncul. Daarr, Deerr, Doorr... Puteri Atlanna
ternyata jago bela diri. Pasukan robot berhasil dikalahkan. Tetapi, sang Puteri
sadar kalau keberadaan dirinya justru berbahaya bagi keluarganya. Dia pun
memilih untuk kembali ke Atlantis, dan menikah dengan pilihan sang ayah. Dari
hasil pernikahan itu lahir Orm Marius, a.k.a Ocean Master (Patrick Wilson),
adik tiri dari Arthur.
Adanya
dua calon pewaris tahta Atlantis, lalu menjadi inti konflik dari film Aquaman.
Ditambah sosok Atlanna, yang kini menjadi Ratu, dikabarkan telah tewas. Ocean
Master, ingin menyerang daratan, karena muak dengan tingkah manusia yang kerap
merusak laut. Sedang Aquaman ada di sisi manusia, yang percaya daratan dan
lautan bisa bersatu. Demi melindungi manusia daratan, tahta harus direbut, sehingga
rencana penyerangan bisa digagalkan. Sebelum itu, Aquaman butuh mencari Trisula
Poseidon, karena siapapun memegang senjata itu berhak menjadi raja Atlantis.
Dibantu
oleh Mera, Tuan Puteri dari salah satu kerajaan laut, petualangan Aquaman pun
dimulai. Sementara itu, Ocean Master sibuk mengumpulkan dukungan untuk memulai
serangan.
Pencarian
Trisula Poseidon ini mengingat pada film National Treasure, karena melibatkan
teka-teki, kejar-kejaran, dan Daarr, Deerr, Doorr... Termasuk melibatkan, satu sosok yang bernama Black Manta. Kalau
adegan perebutan tahta, mengingatkan pada film-film perang klasik bertema
kerajaan. Hanya bedanya, kali ini setting
ada dalam air. Pokoknya dengan perang penuh dengan DUAAAR, DUAAAR, DUAAAR!
Namun, tidak hanya dipenuhi ledakan-ledakan, film ini juga dilengkapi dengan
humor-humor yang cukup menggelitik.
Harus
diakui film Aquaman, kini menjadi film DC terbaik. Untuk itu saya beri nilai 8,5/10.
Spider-Verse |
Selanjutnya,
kita bahas film SPIDERMAN: Into The Spider-Verse. Seperti film-film Spiderman
lainnya, film Spiderman ini juga memiliki alur yang sama. Menempel di dinding,
menembakkan jaring, lalu berayun dari satu gedung ke gedung lain. Cuma bedanya
di film animasi ini, muncul sebuah pertanyaan. Bagaimana seandainya Peter
Parker, bukanlah satu-satu Spiderman? Iya, di film ini ada banyak Spiderman,
salah satunya Miles Morales.
Miles
Morales tak sengaja menjadi Spiderman, akibat gigitan laba-laba yang keluar
dari sebuah dimensi. Kala itu terjadi gabungan dari beberapa dimensi, gara-gara
perbuatan Kingpin. Tokoh Kingpin adalah trilyuner
yang kehilangan keluarganya. Demi menghadirkan, sosok sang istri dan anak kembali,
dia membuat sebuah mesin yang mampu membuka portal dimensi waktu. Peter Parker
berusaha menghentikan, supaya tidak terjadi kekacauan pada ruang dan waktu. Di
tengah usaha tersebut, Peter malah berakhir tewas. Miles yang belum mampu
mengendalikan kekuatan laba-labanya, kebetulan saat itu ada di sana juga.
Ketika
semua orang berduka atas kematian Peter Parker, mendadak muncul sosok Peter
Parker dari dimensi berbeda. Urakan dan kelebihan berat badan. Begitu pula,
kemunculan ‘Spiderman-Spiderman’ lain dari dimensi berbeda, seperti Spider-Woman,
Spider-Ham, dan Spiderman-Noir. Mereka ini punya beragam bentuk dan karater deh pokoknya. Ternyata hal yang
ditakutkan pun terjadi. Mesin yang dibuat Kingpin telah merusak tatanan ruang
dan waktu. Bersama Miles, para ‘Spiderman’ pun berusaha memperbaiki kekacauan
tersebut.
Sebagaimana
film Marvel lain, Spider-Verse ini juga diwarnai sejumlah adegan kocak,
pengocok perut. Terutama oleh tingkah konyol dari para ‘Spiderman’. Bersiaplah untuk
dibawa meluncur naik dan turun, tertawa ngikik,
layaknya sedang menaiki roller coaster.
Sepertinya
Sony (bekerja sama dengan Marvel), sengaja meliris film animasi ini, untuk ‘berduel’
head to head dengan Aquaman. Semua
juga tahu DC dan Marvel adalah ‘musuh bebuyutan’ di dunia per-superhero-an.
Meski begitu, film ini rupanya tidak ada kaitannya dengan jejaring film Marvel universe. Terlihat dari post credit-title, yang nggak nyambung dengan seri film Marvel lain.
Saya menilai Spider-Verse ini, hanya sebuah film untuk ‘bersenang-senang’. Cara
alternatif Marvel, untuk ber-eksperimen dengan ide dan ‘warna’ baru.
Sebagai
sebuah film animasi, Spider-Verse cukup menghibur. Khususnya untuk kualitas
gambar, dimana saya harus berucap WOW. Untuk itu saya beri nilai 8,5/10.
Bumblebee |
Sekarang
mari membahas film BUMBLEBEE. Semua juga tahu kalau film ini adalah spin-off dari waralaba Transformer. Itu
loh robot-robot yang simsalabim berubah
jadi mobil, berubah jadi pesawat, berubah jadi apa? Prook, prook, prook... Bumblebee, a.k.a B-127, adalah
anggota dari Autobots di bawah
pimpinan Optimus Prime. Si kuning yang tingkahnya kadang nyeleneh, kini punya filmnya sendiri.
Sebagaimana
seri-seri sebelumnya, film Bumblebee juga dimulai dengan DUAAAR, DUAAAR,
DUAAAR. Diawali dari Planet Cybertron, di mana konflik antara Autobots dan Decepticons dimulai. Ketika para Autobots terjepit, Optimus Prime
memerintahkan mereka untuk menyebar, untuk mencari markas baru. Nah, si B-127 ini kebagian menuju Bumi.
Di sana dia diminta untuk membangun pangkalan. Sialnya, sesampai di Bumi, ada
satu Decepticon yang mengikuti dirinya. Terjadilah perkelahian antara keduanya.
Meski menang, terdapat banyak kerusakan pada tubuh B-127, salah satunya sirkuit
bicara. Dalam kondisi kritis, B-127 kemudian merubah diri menjadi mobil VW
kodok, berwarna kuning, dan mematikan sementara seluruh sistem.
Waktu
berlalu, setting berganti, bercerita
tentang seorang gadis remaja bernama Charlie Watson (Hailee Steinfeld). Di hari
ulang tahunnya, dia ingin sekali memiliki mobil. Sayangnya, yang dia dapat
malah sebuah helm dari sang ibu, dan buku motivasi dari sang ayah tiri. Kesel
nggak sih? Kesel-lah! Untungnya dia punya paman yang bekerja di sebuah bengkel.
Di sanalah, Charlie di takdirkan bertemu dengan B-127. Dengan sukarela mobil VW
itu diberikan sebagai hadiah ulang tahun, asalkan Charlie bisa menghidupkan
mesinnya. Usaha Charlie berhasil. Namun saat mesin hidup, secara otomatis
mengaktifkan sinyal B-127. Sinyal ini terlacak oleh dua Decepticons, dan meluncurlah mereka menuju bumi.
Interaksi
antara Charlie dan B-127, yang kemudian dipanggil Bumblebee, menciptakan banyak
adegan kocak. Bahkan sudah dimulai sejak mereka berkenalan. Hubungan yang
terbangun antara Charlie dan Bumblebee, sangat manusiawi. Berkesan seperti sahabat
karib, atau bahkan kadang seperti kakak adik. Termasuk interaksi antara
Bumblebee dengan teman dan keluarga Charlie. Ini mungkin yang menjadi sebab,
kenapa banyak yang memasukkan film ini dalam kategori film keluarga.
Mengingatkan saya pada film Herbie, si VW Kodok yang jago kebut-kebutan.
Interaksi antar tokoh utamanya mirip-miriplah, kalau dibandingkan sekilas.
Sementara
hubungan Charlie dan Bumblebee semakin erat, kedua Decepticons tadi sudah sampai di bumi. Memanipulasi pihak tentara,
akhirnya mereka menemukan posisi di mana Bumblebee berada. Aksi-aksi DUAAAR,
DUAAAR, DUAAAR dimulai lagi. Adegan yang selalu saya nilai tidak ‘wajar’, di
setiap film Transformer, pun ada juga di film ini. Di mana manusia berlarian di
bawah robot-robot yang sedang berantem, tanpa terinjak sama sekali. Musti
banget ya lari-larian di tengah peperangan seperti itu? Kenapa nggak diem aja sih? Itu yang selalu
bikin gregetan, tiap kali nonton film
waralaba besutan Michael Bay ini.
Kali ini disutradarai
Travis Knight, Bumblebee menjelma menjadi film yang hangat. Tak semata ‘menjual’
Daarr, Deerr, Doorr. Layak
ditonton oleh segala umur. Untuk itu saya beri nilai 8/10.
Kesimpulannya:
Ketiga film di atas sangat bagus dari sisi visual. Dari sisi cerita, juga tidak
kalah menarik. Punya daya tarik masing-masing. Kini kembali ke soal selera
masing-masing. Dan yang pasti semuanya aman ditonton segala umur, kecuali
Aquaman, tapi itu pun sudah disensor LSF kok. Terlihat dari bagaimana
anak-anak, yang kebetulan ada satu teater dengan saya, berteriak-teriak heboh
menikmati aksi-aksi yang tersaji.
Terakhir,
selamat menonton, dengan siapapun anda menontonnya nanti.
Denpasar, 24 Desember 2018.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar