Di dunia
digital yang berkembang pesat saat ini, sebagian besar orang pasti punya ponsel
pintar (smartphone). Bahkan mungkin saja,
sekarang anda sedang membaca tulisan ini melalui ponsel. Teknologi ponsel
pintar ini diiringi pula dengan perkembangan media sosial. Ada beberapa media
sosial yang kini sedang digandrungi oleh generasi milenia. Sebut saja,
Facebook, Twitter, Line, Whatsapp, Instagram, sampai Tumblr dan Blog.
Dunia
kini terasa semakin ‘menyempit’. Melalui media sosial, manusia bisa
berkomunikasi tanpa mengenal lagi jarak dan waktu. Berbagai konten sudah bisa
terkirim cukup dalam hitungan detik. Dari mulai tulisan, berita, foto, video, serta
konten lain yang bersifat informasi atau advertensi. Melalui perantara media
sosial, semua orang dapat saling bertukar konten dengan sangat mudah. Tinggal klik, maka anda bisa mengakses konten-konten
tersebut sesuai selera.
Dunia kini terasa semakin ‘menyempit’. Melalui media sosial,
manusia bisa berkomunikasi tanpa mengenal lagi jarak dan waktu. Berbagai konten
sudah bisa terkirim cukup dalam hitungan detik. Dari mulai tulisan, berita,
foto, video, serta konten lain yang bersifat informasi atau advertensi. Melalui
perantara media sosial, semua orang dapat saling bertukar konten dengan sangat mudah.
Tinggal klik, maka anda bisa
mengakses konten-konten tersebut sesuai selera.
Akhir-akhir
ini, Pemerintah Indonesia sangat gencar mengadakan kampanye anti-hoax. Sebagai salah satu negara
dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia, media sosial menjadi alat propaganda
paling efektif di Indonesia. Yang paling diwaspadai tentu propaganda
paham-paham radikal, yang sangat rawan dapat memecah persatuan dan kesatuan
bangsa. Belum lagi ketika masuk tahun-tahun politik seperti saat ini. Berbagai konten
dari ‘tim sukses’ akan bertebaran di media sosial. Tidak jarang konten bernada ‘miring’
terus-menerus disebar, demi tujuan untuk dapat mengalahkan saingan. Lebih diperparah
lagi, apabila konten-konten ini berisikan ujaran kebencian, dan hal-hal
bersifat SARA. Tema-tema yang sangat sensitif, karena rawan memecah kedamaian
dalam masyarakat.
Pemerintah
telah berupaya mengantisipasi penyebaran konten negatif seperti ini di dunia
maya. Upaya-upaya seperti: sosialisasi untuk mewaspadai konten negatif, menutup
website atau blog yang memuat konten
negatif, sampai menjerat pelaku penyebarannya dengan aturan pidana. Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi payung hukum, sebagai muara
dari upaya tersebut. Sebuah upaya yang patut diapresiasi. Namun pertanyaannya sekarang,
apakah semua upaya itu cukup? Mengingat dunia maya ibarat jejaring yang tidak
berujung. Satu website ditutup, akan
muncul website pengganti lainnya. Bisa
berkali-kali lipat banyaknya. Ibarat makhluk legenda Yunani, Hydra. Segala
upaya ini bagaikan sebuah ‘peperangan’ tanpa henti.
Disinilah
kemudian muncul peran penting kita sebagai masyarakat. Sebagai pengguna dari media
sosial, kita bisa ikut membantu Pemerintah dengan cara yang sederhana. Dengan memakai
alat canggih di genggaman kita. Iya, dengan memakai smartphone milik kita masing-masing. Mari mulai sekarang sempatkan
membaca setiap konten yang ter-upload
di media sosial secara utuh. Jangan sebagian-sebagian, atau malah hanya judul-judulnya
saja. Karena tidak jarang konten-konten ini memilih judul dengan gaya-gaya provokatif,
agar bisa tampil lebih ‘memikat’. Usai membaca, mari lanjutkan dengan sedikit menelaah
isi kontennya. Jadikan diri kita filter pertama
terhadap konten yang kita baca. Lalu bertanyalah dalam hati, apakah konten ini benar
adanya? Atau konten ini hanya bersifat hoax?
Pertimbangkan hal-hal tersebut, sebelum kita me-retweet atau menyebar ulang konten yang kita baca. Ingat, kalau tanggung
jawab kini ada di tangan kita. Ada di jari-jemari kita.
Demikian
pula saat hendak berbagi informasi, apapun media sosial yang menjadi pilihan anda.
Pastikan kalau konten yang kita tulis dan upload,
isinya dapat dipertanggung-jawabkan. Dan akan lebih baik lagi kalau konten-konten
tersebut, dapat bermanfaat untuk khalayak pengguna internet lainnya. Jadilah
editor atau redaktur yang baik untuk diri kita sendiri. Sekali lagi, musti diingat
kalau tanggung jawab kini ada di tangan kita. Ada di jari-jemari kita.
Mari
berkontribusi positif untuk bangsa dan negara kita tercinta, Indonesia. Mari
ber-internet dengan bijaksana.
Denpasar, 22 Oktober 2017.
Opini (sederhana) ini ditulis
untuk Good News From Indonesia
Dalam rangka Ubud Writer's Festival 2017
25-29 Oktober 2017.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar