Pengabdi Setan |
Pengabdi
Setan, film horor bertema cinta. Iya, itulah yang saya rasakan usai menonton.
Untuk diketahui, film ini adalah film horor pertama yang saya tonton di
bioskop. Biasanya saya selalu berpikir, buat apa sih mengeluarkan duit buat nakut-nakutin
diri sendiri. Pikiran saya berubah khusus untuk Pengabdi Setan ini. Review bagus yang didapat film ini
menggugah keingin-tahuan saya. Selain karena saya cukup berjodoh dengan
film-film Joko Anwar, khususnya yang bertema triller. Sebut saja film Kala, Pintu Terlarang, dan Modus Anomali. Sebuah
kebetulan semuanya pernah saya tonton, meski bukan di bioskop.
Kita tahu
kalau film ini adalah sebuah remake dari
film yang berjudul sama, yang sempat hits
di tahun 1980-an. Saya pun melakukan perbandingan antara film versi baru,
dengan versi ‘jadul’-nya. Dan hasilnya, film keluaran tahun 2017 ini hampir
99,9% lebih baik, dari segala aspek. Selain dari sisi sinematografi, penulisan skenarionya
pun jauh lebih rapi. Begitu pun dengan alur ceritanya. Iya, kedua film ini
memang memiliki ‘benang merah’ yang
mirip, namun dengan alur yang tidak sama. Keputusan untuk tidak memakai teknologi
CGI (computer-generated imagery), juga
patut diapresiasi. Keseraman dalam film ini jadi terkesan natural. Anjiiir, keseraman kok natural...?
Kembali
ke kesan ‘film horor bertema cinta’. Kesan cinta yang dalam langsung kita
dapati begitu film dimulai. Sebuah keluarga yang memiliki ibu yang telah sakit
selama tiga tahun. Demi sang ibu, Rini (Tara Basro), anak pertama, sampai harus
rela berhenti kuliah. Begitu pula dengan anak kedua, Tony (Endy Arfian), yang harus
rela menjual motornya. Sang bapak pun (Bront Palarae), sampai harus bolak-balik
ke kota demi sedikit tambahan rupiah. Semua itu demi membantu biaya pengobatan
sang ibu, Mawarni (Ayu Laksmi). Sebuah cinta yang tulus luar biasa bukan?
Masih
kurang cintanya? Mari kita tengok sebuah kutipan film ini, yang sempat jadi viral di dunia maya. Kutipannya begini, “karena
terlalu dekat kami tidak pacaran.” Nah,
ada juga tipikal cinta yang kandas di film ini. Bagaimana dikisahkan sang nenek
(Elly D. Luthan) memiliki cinta lama semasa sekolah. Cinta lama, Pak Budiman
(Egy Fedly), ini kemudian ikut jadi salah satu tokoh sentral di dalam alur
cerita.
Masih
kurang juga cintanya? Pernah dengar gombalan, akan mencintai sampai mati? Di
film ini gombalan itu diterjemahkan secara harfiah.
Sang nenek yang telah meninggal, datang lagi guna menyelamatkan anggota
keluarga. Iya, dalam film ini, tidak hanya sang ibu yang datang kembali sebagai
sosok setan.
Sedikit
bocoran, ada pula cinta bentuk lainnya di film ini. Pada mulanya cinta si bapak
dan si ibu tidak direstui sang nenek loh.
Ditambah lagi si ibu tidak kunjung hamil, guna memberi penerus keturunan. Nah, disinilah kemudian sekte pemuja
setan mengambil peran. Demi kelangsungan cinta mereka, si ibu nekat membuat ‘perjanjian’
dengan mereka. Dimana si ibu hamil akhirnya juga. Yah, namanya berurusan dengan setan, pasti ada konsekuensi yang
harus ditanggung. Apa itu konsekuensinya? Silakan ditonton saja sendiri.
Tidak
hanya cinta terhadap manusia. Film ini juga membuat kita merenung tentang cinta
kepada Tuhan. Dengan dimunculkannya sosok Ustad (Arswendi Nasution), dan
anaknya Hendra (Dimas Aditya). Meski peran kedua tokoh ini tidak sekuat di film
tahun 1980-an, namun kemunculan mereka cukup mampu menggelitik hati nurani
kita. Kemudian membuat kita bertanya pada diri, seberapa dekatkah hubungan kita
dengan Tuhan?
Disadari atau
tidak, banyak sekali cinta betebaran di film ini. Bukan salah kalian juga sih,
saya pun kerap sibuk memalingkan wajah ketika denting bel mulai terdengar. Begitu
pula saat lagu klasik ‘Kelam Malam’ mulai terlantun. Masih ada pula scene-scene lain, yang menggambarkan bagaimana
kuatnya cinta dalam keluarga ini. Bagaimana cinta itu, mampu membuat mereka tegar
menghadapi cobaan demi cobaan. Termasuk rasa cinta Bondi (Nasar Annuz) kepada
Ian (M. Adhiyat), anak ketiga dan anak keempat. Tingkah kedua bocah ini kerap
sukses memancing tawa. Kompak tapi konyol. Ditengah segala keseraman yang muncul,
ada saja tingkah keduanya yang bikin ngakak. Maka tidak salah dong kalau saya menyimpulkan
film ‘Pengabdi Setan’ ini, film cinta (keluarga) yang dibalut nuansa horor.
Sebuah
film yang digarap dengan passion
memang luar biasa hasilnya. Bagaimana Joko Anwar sering bilang, kalau dia ngejarin Rapi Film bertahun-tahun, agar bisa
diberi ijin untuk membuat remake Pengabdi
Setan. Sebuah film yang sukses bikin dia ketakutan semasa kecil. Bagi saya
sendiri sih, film ini telah mengembalikan horor Indonesia balik ke fitrah-nya. Bukan semata film
hantu-hantuan, berbalut dada dan paha. Bahkan, kabar terakhir film ini berhasil
menumbangkan ‘Danur’, dari tahta horor terlaris di Indonesia. Sebuah kesuksesan
yang tentu patut dibanggakan.
Sukses
terus deh Bang Jokan, dengan film-film berikutnya. Btw, itu tulisan ‘Maya’ nggak
nongol tanpa sengaja kan sepanjang
film? Kok mirip-mirip nongol-nya nama
jalan ‘Modus Anomali’ di film Pintu Terlarang gitu deh...
Terus tujuan
bikin scene akhir, Batara (Fachry
Albar) sama Darminah (Asmara Abigail) nari-nari mesra, gangguin credit tittle itu buat apa ya Bang?
Kode bakal
ada sekuel kah? Hehehe...
Denpasar, 16 Oktober 2017
.
Makasih gan udah mau share. Ane tambahin nih daftar film horor terseram
BalasHapus