Jumat, 20 Oktober 2017

Pengabdi Setan: Film Horor Bertema Cinta


Pengabdi Setan
Pengabdi Setan, film horor bertema cinta. Iya, itulah yang saya rasakan usai menonton. Untuk diketahui, film ini adalah film horor pertama yang saya tonton di bioskop. Biasanya saya selalu berpikir, buat apa sih mengeluarkan duit buat nakut-nakutin diri sendiri. Pikiran saya berubah khusus untuk Pengabdi Setan ini. Review bagus yang didapat film ini menggugah keingin-tahuan saya. Selain karena saya cukup berjodoh dengan film-film Joko Anwar, khususnya yang bertema triller. Sebut saja film Kala, Pintu Terlarang, dan Modus Anomali. Sebuah kebetulan semuanya pernah saya tonton, meski bukan di bioskop.
Kita tahu kalau film ini adalah sebuah remake dari film yang berjudul sama, yang sempat hits di tahun 1980-an. Saya pun melakukan perbandingan antara film versi baru, dengan versi ‘jadul’-nya. Dan hasilnya, film keluaran tahun 2017 ini hampir 99,9% lebih baik, dari segala aspek. Selain dari sisi sinematografi, penulisan skenarionya pun jauh lebih rapi. Begitu pun dengan alur ceritanya. Iya, kedua film ini memang memiliki ‘benang merah’ yang mirip, namun dengan alur yang tidak sama. Keputusan untuk tidak memakai teknologi CGI (computer-generated imagery), juga patut diapresiasi. Keseraman dalam film ini jadi terkesan natural. Anjiiir, keseraman kok natural...?
Kembali ke kesan ‘film horor bertema cinta’. Kesan cinta yang dalam langsung kita dapati begitu film dimulai. Sebuah keluarga yang memiliki ibu yang telah sakit selama tiga tahun. Demi sang ibu, Rini (Tara Basro), anak pertama, sampai harus rela berhenti kuliah. Begitu pula dengan anak kedua, Tony (Endy Arfian), yang harus rela menjual motornya. Sang bapak pun (Bront Palarae), sampai harus bolak-balik ke kota demi sedikit tambahan rupiah. Semua itu demi membantu biaya pengobatan sang ibu, Mawarni (Ayu Laksmi). Sebuah cinta yang tulus luar biasa bukan?
Masih kurang cintanya? Mari kita tengok sebuah kutipan film ini, yang sempat jadi viral di dunia maya. Kutipannya begini, “karena terlalu dekat kami tidak pacaran.” Nah, ada juga tipikal cinta yang kandas di film ini. Bagaimana dikisahkan sang nenek (Elly D. Luthan) memiliki cinta lama semasa sekolah. Cinta lama, Pak Budiman (Egy Fedly), ini kemudian ikut jadi salah satu tokoh sentral di dalam alur cerita.
Masih kurang juga cintanya? Pernah dengar gombalan, akan mencintai sampai mati? Di film ini gombalan itu diterjemahkan secara harfiah. Sang nenek yang telah meninggal, datang lagi guna menyelamatkan anggota keluarga. Iya, dalam film ini, tidak hanya sang ibu yang datang kembali sebagai sosok setan.
Sedikit bocoran, ada pula cinta bentuk lainnya di film ini. Pada mulanya cinta si bapak dan si ibu tidak direstui sang nenek loh. Ditambah lagi si ibu tidak kunjung hamil, guna memberi penerus keturunan. Nah, disinilah kemudian sekte pemuja setan mengambil peran. Demi kelangsungan cinta mereka, si ibu nekat membuat ‘perjanjian’ dengan mereka. Dimana si ibu hamil akhirnya juga. Yah, namanya berurusan dengan setan, pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung. Apa itu konsekuensinya? Silakan ditonton saja sendiri.
Tidak hanya cinta terhadap manusia. Film ini juga membuat kita merenung tentang cinta kepada Tuhan. Dengan dimunculkannya sosok Ustad (Arswendi Nasution), dan anaknya Hendra (Dimas Aditya). Meski peran kedua tokoh ini tidak sekuat di film tahun 1980-an, namun kemunculan mereka cukup mampu menggelitik hati nurani kita. Kemudian membuat kita bertanya pada diri, seberapa dekatkah hubungan kita dengan Tuhan?
Disadari atau tidak, banyak sekali cinta betebaran di film ini. Bukan salah kalian juga sih, saya pun kerap sibuk memalingkan wajah ketika denting bel mulai terdengar. Begitu pula saat lagu klasik ‘Kelam Malam’ mulai terlantun. Masih ada pula scene-scene lain, yang menggambarkan bagaimana kuatnya cinta dalam keluarga ini. Bagaimana cinta itu, mampu membuat mereka tegar menghadapi cobaan demi cobaan. Termasuk rasa cinta Bondi (Nasar Annuz) kepada Ian (M. Adhiyat), anak ketiga dan anak keempat. Tingkah kedua bocah ini kerap sukses memancing tawa. Kompak tapi konyol. Ditengah segala keseraman yang muncul, ada saja tingkah keduanya yang bikin ngakak. Maka tidak salah dong kalau saya menyimpulkan film ‘Pengabdi Setan’ ini, film cinta (keluarga) yang dibalut nuansa horor.
Sebuah film yang digarap dengan passion memang luar biasa hasilnya. Bagaimana Joko Anwar sering bilang, kalau dia ngejarin Rapi Film bertahun-tahun, agar bisa diberi ijin untuk membuat remake Pengabdi Setan. Sebuah film yang sukses bikin dia ketakutan semasa kecil. Bagi saya sendiri sih, film ini telah mengembalikan horor Indonesia balik ke fitrah-nya. Bukan semata film hantu-hantuan, berbalut dada dan paha. Bahkan, kabar terakhir film ini berhasil menumbangkan ‘Danur’, dari tahta horor terlaris di Indonesia. Sebuah kesuksesan yang tentu patut dibanggakan.
Sukses terus deh Bang Jokan, dengan film-film berikutnya. Btw, itu tulisan ‘Maya’ nggak nongol tanpa sengaja kan sepanjang film? Kok mirip-mirip nongol-nya nama jalan ‘Modus Anomali’ di film Pintu Terlarang gitu deh...
Terus tujuan bikin scene akhir, Batara (Fachry Albar) sama Darminah (Asmara Abigail) nari-nari mesra, gangguin credit tittle itu buat apa ya Bang?
Kode bakal ada sekuel kah? Hehehe...

Denpasar, 16 Oktober 2017
.

1 komentar: