Selasa, 16 Mei 2017

Keping Satu


Ada di dunia manusia bukanlah kehendaknya. Kalau boleh memilih, tentunya dia akan memilih tidak berada disini. Dunia manusia kini sudah terlalu keras. Tidak ada lagi harmoni. Ego membuat manusia lupa diri. Manusia merusak sendiri dunia yang mereka tinggali. Ingin rasanya pergi secepat mungkin, tapi kewajiban membuat dia harus tetap bertahan. Masih ada tugas yang harus diselesaikan.
*****
“Berikan aku satu gelas lagi, Ben.”
“Ini sudah lewat tengah malam Kris, pulanglah. Kamu butuh tidur.”
“Aku sedang tidak ingin tidur.”
“Kenapa? Masih bermimpi buruk?”
Krisna menghela nafas, kemudian menganguk. Memang sudah seminggu ini dia diganggu mimpi yang sama. Berulang dan terus ulang. Sebuah mimpi buruk mengenai tempat asalnya. Tidak di dunia ini, tetapi di dunia lain. Nun jauh disana. Sudah lama sekali dia meninggalkan tempat tersebut, beserta segala kenangan indahnya. Dia masih belum bisa pulang, seberapa pun dia ingin untuk pulang.
Ben menyodorkan satu gelas minuman lagi. “Ini yang terakhir. Serius kamu butuh tidur, tampangmu seperti gelandangan.”
Krisna meneguk minuman itu. Mungkin yang dikatakan Ben ada benarnya. Sekeras apapun minuman yang dia minum, tidak akan berdampak apa-apa. Metabolisme tubuh Krisna terlalu kebal untuk mabuk. Yang dia butuhkan saat ini adalah tidur.
Selesai berpamitan dengan Ben, Krisna melangkah keluar klub. Cuaca di luar sana sedikit berawan. Jalanan dan semua yang ada disana nampak basah. Rupanya tadi sempat turun hujan. Dentuman musik di dalam membuat deru hujan tidak terdengar. Krisna mengatur posisi kerah jaket, sebelum lanjut melangkah. Jalanan nampak sangat sepi. Hanya sesekali motor atau mobil yang lewat. Pejalan kaki hampir tidak ada yang terlihat. Hanya ada dia yang berjalan disisi jalan.
“Ada yang mengikuti?” Insting Krisna langsung waspada. Telinganya menangkap suara langkah yang jaraknya tidak jauh. Derap langkah tepatnya, karena dia tidak hanya mendengar satu tapi banyak.
Bergegas Krisna mempercepat langkah, kemudian berbelok. Masuk ke sebuah gang kecil diantara dua buah gedung tua. Mencoba mencari tahu, apa benar derap langkah itu akan terus mengikuti. Gang itu sepi dan berbau menyengat. Sebuah bak sampah yang terbuka menjadi sumber dari bau tersebut. Dan benar saja, derap langkah itu masih tetap mengikuti. Makin Krisna percepat langkah. Setengah berlari. Matanya mencari tempat dimana kira-kira bisa bersembuyi. Dia menemukannya. Sebuah celah sempit diantara dinding gang. Dengan cepat dia menyusup masuk ke dalam celah itu. Ukurannya tidak terlalu lebar, tapi cukup menampung tubuh besarnya. Krisna tahu gelap akan membantu dirinya bersembunyi.
“Kemana dia lari?” Terdengar suara laki-laki. Suaranya terdengar berat dan parau. “Cepat cari dia!”
Mereka yang semula bergerombol kini bertebaran. Satu per satu sudut gang mereka geledah. Tidak lama lagi persembunyian Krisna akan ditemukan. Maka dia memutuskan untuk melawan. Jumlah mereka juga tidaklah terlalu banyak. Tidak lebih dari sepuluh orang. Masih bisa untuk dihadapi, pikir Krisna.
Maka disaat satu orang tepat ada di depannya, Krisna mendaratkan sebuah pukulan tepat di wajah. “PRAAAK!” Orang itu langsung terkapar.
Suara tubuh orang itu saat mendarat di tanah, mengundang perhatian dari teman-temannya. Mereka langsung bersiaga di hadapan Krisna. Mereka berjejer dengan posisi siap menyerang. Mereka memegang senjata beragam. Ada pedang, tombak, dan golok. Jumlah mereka kini berkurang satu. Orang yang terkapar tidak bangkit lagi. Cukup telak pukulan Krisna mengenai dirinya.
“Tentara Langit? Kenapa mereka ada disini?” Krisna membatin. Dia pun kini ikut memasang kuda-kuda waspada.
Di hadapan Krisna kini berdiri sembilan orang laki-laki. Tubuh mereka besar dan kekar. Mereka semua memakai pakaian serba hitam, lengkap dengan baju zirah besi. Dari atribut yang dikenakan, mengingatkan pada pasukan di masa kerajaan. Krisna tahu benar siapa yang berdiri di depannya saat itu. Dia pernah memimpin pasukan yang sama. Dulu, saat dia masih menjabat jenderal di dunia langit. Saat dia belum tergabung sebagai Pelindung.
“Jenderal, lama tidak berjumpa,” satu dari mereka menyapa.
Krisna kenal orang itu. Orang itu adalah adalah bawahannya dulu. Kini dia sudah memimpin pasukan sendiri. Cukup lama juga waktu berlalu, pikir Krisna.
“Roni, sedang apa kamu di dunia manusia bersama pasukan langit?”
“Maaf Jenderal, kami hanya menjalan perintah Raja untuk mencari anda.”
Kecurigaan Krisna langsung terpancing. Kenapa Raja sampai mengirim pasukan langit untuk mencarinya, pikirnya. Kalau memang Raja ingin memanggil, beliau tinggal mengirim satu dari pengawalnya. Tidak perlu berombongan seperti ini. Selain itu pasti satu dari Pelindung akan menghubunginya. Krisna ada di dunia manusia karena tugas yang diberikan Raja, dalam statusnya sebagai anggota dari Pelindung. Seingat Krisna, tidak pernah sekali pun Raja mengirim pasukan langit ke dunia manusia. Menurut Beliau, akan terlalu mencolok dan sangat berbahaya. Apa yang terjadi saat ini terlalu mencurigakan.
Pelindung adalah sebuah kelompok kecil yang ada langsung dibawah perintah Raja Langit. Mereka dipilih dari perwira-perwira unggulan. Dengan tujuan untuk melindungi kerajaan langit dari serangan musuh. Jumlah mereka empat orang, dengan kemampuan khusus penguasaan terhadap unsur alam. Ada api, air, tanah dan udara. Krisna sendiri adalah penguasa unsur api. Menjadi penguasa unsur alam adalah sebuah anugerah, bagi orang-orang terpilih. Tidak semua penghuni langit lahir dengan kemampuan seperti itu. Kemampuan itu biasanya muncul saat usia memasuki akil balik. Ratusan tahun, kalau dibandingkan dengan usia manusia. Diantara penguasa unsur alam ini, kemudian dipilih empat yang terbaik, oleh Raja Langit sendiri.
“Kenapa Raja ingin mencariku? Ada yang ingin Beliau sampaikan?”
Krisna tidak merubah kuda-kudanya, karena pasukan langit tidak juga menurunkan senjata mereka. Di mata mereka terlihat kesiapan untuk menyerang.
“Itu rahasia Jenderal. Raja hanya meminta kami membawa anda.”
“Bagaimana kalau aku menolak?”
“Maka maaf kalau kami harus sedikit memaksa.”
Insting Krisna semakin mencurigai ada sesuatu yang tidak beres. Dia melompat ke depan seolah-olah ingin menyerang. Sekedar ingin mengetahui reaksi pasukan langit. Gerakan itu ternyata langsung memancing reaksi mereka. Satu persatu, bergantian dari mereka menyerang. Adu fisik kini sudah tidak bisa dihindari lagi. Krisna sadar dia tidak sedang memegang senjata, sehingga dia hanya bergerak menghindari. Sambaran pedang dan golok beberapa kali hampir mengenainya. Hanya berselisih beberapa senti saja dari tubuhnya.
Satu dua pukulan berhasil didaratkan Krisna. Satu dua orang pula terjerembab ke tanah. Senjata mereka direbutnya dan digunakan untuk bertahan. Dia sama sekali tidak berniat menyakiti mereka. Bisa saja Krisna menggunakan kekuatan apinya. Namun, dia tahu kalau mereka hanya menjalankan perintah. Krisna pun terus bertahan sebisanya. Serangan yang dia lakukan hanya sebatas pukulan dan tendangan. Menyerang kaki dan tangan semata. Dengan tujuan untuk melumpuhkan, bukan mematikan.
Sampai tiba-tiba gemuruh angin menghempaskan dua orang ke tembok. Kemudian disusul kedatangan satu orang, bergabung dalam pertempuran itu. Orang itu membantu Krisna. Sosok seorang wanita, berperawakan tinggi langsing. Dengan lemah gemulai dia bergerak lincah. Kakinya seperti mengambang terbang, seolah-olah mengikuti irama alunan angin. Gemuruh angin mengalun mengikuti gerakan kedua tangannya. Anggun namun mematikan.
“AAAAA! AAAAA! AAAAAA!” Satu persatu pasukan langit terpelanting. Deru angin melempar mereka ke udara, kemudian terpelanting ke tanah dengan sangat keras. Belum yang tubuhnya terpental menabrak dinding. Teriakan mereka terdengar miris.
Sampai akhirnya semua pasukan langit, mengaduh tergeletak di tanah. Termasuk Roni, pemimpin mereka. Pepaduan antara Krisna dan sosok asing yang tadi datang, cukup kompak. Pasukan langit yang terkenal tangguh, mereka taklukan dalam waktu relatif singkat. Tanpa ada satu pun dari mereka yang tewas. Beberapa mungkin ada yang cedera cukup parah.
“Pergilah. Katakan kepada siapa pun yang menyuruh kalian untuk waspada, karena Pelindung sudah tahu rencana mereka.” Sosok asing tadi berujar.
Satu persatu pasukan langit berdiri. Mereka lalu berjalan menjauh, kemudian hilang dalam kegelapan. Mereka tahu pertempuran ini sudah tidak lagi berimbang.
“Tadi muncul pasukan langit, sekarang kamu Siva. Sebenarnya apa yang terjadi?”
“Kamu tidak ingin menanyakan kabarku dulu? Sudah lama kan kita tidak bertemu.”
Wanita cantik itu tersenyum. Dia Siva, satu dari anggota Pelindung. Dia penguasa unsur angin. Walau terkesan tangguh dari luar, Siva sesungguhnya adalah sosok yang lembut. Dia kerap menjadi penengah bila terjadi perdebatan diantara sesama Pelindung. Dia pun bisa bertarung sama gesitnya seperti laki-laki. Persis seperti angin. Sepoi pelan, namun bisa menjadi topan, bila dibutuhkan.
“Kamu tahu aku tidak suka basa-basi,” ucap Krisna sambil merapikan pakaiannya. Siva ikut melakukan hal yang sama.
Siva tergelak. “Masih tetap seorang Krisna yang dulu. Lama ada di dunia manusia ternyata tidak merubahmu sama sekali.”
Krisna tidak berkomentar. Dia hanya mendengus, lalu memasang ekspresi sebal.
“Baiklah, baik, dasar peruntuk. Pasukan langit datang kemari untuk menangkapmu, menangkap kita para Pelindung. Sebagian besar pasukan langit mendadak menyerang secara membabi-buta. Kami menduga ada yang berkhianat, tapi kami belum tahu siapa orangnya. Banyak hal telah yang terjadi di dunia langit selama kamu pergi. Hal-hal yang buruk.”
“Bagaimana dengan para Pelindung yang lain?”
“Savitri dan Baruna baik-baik saja. Mereka tetap tinggal untuk melindungi Raja dan kerajaan. Sedangkan aku diutus untuk menjemputmu, kami membutuhkan kamu.”
“Kalau begitu tunggu apa lagi? Kalau Raja membutuhkan aku, maka itu berarti aku bisa pulang sekarang.”
“Tunggu dulu. Tidak semudah itu.” Siva menghela nafas. “Saat kami menuju dunia manusia, salah satu perwira langit yang berkhianat mengikuti kami ke sini. Begitu tiba dia langsung menghancurkan portal. Aku terlambat menghentikan untuk dia. Kini kita harus mencari portal yang lain. Dan itu cukup sulit dilakukan tanpa peta langit.”
“Tunggu sebentar. Kamu mengatakan ‘kami’ tadi? Kamu tidak datang sendirian?”
“Oh aku hampir lupa. Iya aku tidak datang sendirian...”
Selesai berucap, Siva menunjuk ke arah timur. Tidak lama, dari kegelapan muncul sosok wanita lain. Tidak kalah cantik dan tidak kalah anggun. Hanya saja pakaian yang dia kenakan sedikit berbeda. Lebih menunjukkan kesan elegan kerajaan. Mahkota yang ada di kepalanya kian mempertegas kesan itu. Dengan anggun sosok itu melangkah mendekat. Sosok cantik itu lalu melempar senyuman.
“Hai Krisna. Apa kabar?”
Dahi Krisna berkerut. Matanya menunjukkan ketidakpercayaan.
“Tu-Tuan Puteri?”
Sungguh dia merindukan sosok cantik itu.
*****
Tulisan ini hanya “teaser” semata. Sebuah khayalan tingkat tinggi, yang kerap timbul tenggelam di kepala. Kerap menggoda untuk diwujudkan dalam bentuk kata-kata. Akan kemana alurnya, biar saja waktu yang menjawabnya. Sepertinya tulisan ini menunggu aku menemukan teman dengan daya khayal yang setara. Mungkin sampai aku temukan orang tersebut, biarlah tulisan ini mengendap untuk sementara.

Bersambung...
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar