Ada di dunia
manusia bukanlah kehendaknya. Kalau boleh memilih, tentunya dia akan memilih
tidak berada disini. Dunia manusia kini sudah terlalu keras. Tidak ada lagi
harmoni. Ego membuat manusia lupa diri. Manusia merusak sendiri dunia yang
mereka tinggali. Ingin rasanya pergi secepat mungkin, tapi kewajiban membuat
dia harus tetap bertahan. Masih ada tugas yang harus diselesaikan.
*****
“Berikan
aku satu gelas lagi, Ben.”
“Ini
sudah lewat tengah malam Kris, pulanglah. Kamu butuh tidur.”
“Aku
sedang tidak ingin tidur.”
“Kenapa?
Masih bermimpi buruk?”
Krisna menghela
nafas, kemudian menganguk. Memang sudah seminggu ini dia diganggu mimpi yang
sama. Berulang dan terus ulang. Sebuah mimpi buruk mengenai tempat asalnya. Tidak
di dunia ini, tetapi di dunia lain. Nun jauh disana. Sudah lama sekali dia
meninggalkan tempat tersebut, beserta segala kenangan indahnya. Dia masih belum
bisa pulang, seberapa pun dia ingin untuk pulang.
Ben
menyodorkan satu gelas minuman lagi. “Ini yang terakhir. Serius kamu butuh
tidur, tampangmu seperti gelandangan.”
Krisna
meneguk minuman itu. Mungkin yang dikatakan Ben ada benarnya. Sekeras apapun
minuman yang dia minum, tidak akan berdampak apa-apa. Metabolisme tubuh Krisna
terlalu kebal untuk mabuk. Yang dia butuhkan saat ini adalah tidur.
Selesai
berpamitan dengan Ben, Krisna melangkah keluar klub. Cuaca di luar sana sedikit
berawan. Jalanan dan semua yang ada disana nampak basah. Rupanya tadi sempat
turun hujan. Dentuman musik di dalam membuat deru hujan tidak terdengar. Krisna
mengatur posisi kerah jaket, sebelum lanjut melangkah. Jalanan nampak sangat sepi.
Hanya sesekali motor atau mobil yang lewat. Pejalan kaki hampir tidak ada yang
terlihat. Hanya ada dia yang berjalan disisi jalan.
“Ada yang
mengikuti?” Insting Krisna langsung waspada. Telinganya menangkap suara langkah
yang jaraknya tidak jauh. Derap langkah tepatnya, karena dia tidak hanya
mendengar satu tapi banyak.
Bergegas Krisna
mempercepat langkah, kemudian berbelok. Masuk ke sebuah gang kecil diantara dua
buah gedung tua. Mencoba mencari tahu, apa benar derap langkah itu akan terus
mengikuti. Gang itu sepi dan berbau menyengat. Sebuah bak sampah yang terbuka
menjadi sumber dari bau tersebut. Dan benar saja, derap langkah itu masih tetap
mengikuti. Makin Krisna percepat langkah. Setengah berlari. Matanya mencari tempat
dimana kira-kira bisa bersembuyi. Dia menemukannya. Sebuah celah sempit
diantara dinding gang. Dengan cepat dia menyusup masuk ke dalam celah itu. Ukurannya
tidak terlalu lebar, tapi cukup menampung tubuh besarnya. Krisna tahu gelap
akan membantu dirinya bersembunyi.
“Kemana dia lari?” Terdengar
suara laki-laki. Suaranya terdengar berat dan parau. “Cepat cari dia!”
Mereka
yang semula bergerombol kini bertebaran. Satu per satu sudut gang mereka geledah.
Tidak lama lagi persembunyian Krisna akan ditemukan. Maka dia memutuskan untuk
melawan. Jumlah mereka juga tidaklah terlalu banyak. Tidak lebih dari sepuluh
orang. Masih bisa untuk dihadapi, pikir Krisna.
Maka disaat
satu orang tepat ada di depannya, Krisna mendaratkan sebuah pukulan tepat di
wajah. “PRAAAK!” Orang itu langsung terkapar.
Suara
tubuh orang itu saat mendarat di tanah, mengundang perhatian dari
teman-temannya. Mereka langsung bersiaga di hadapan Krisna. Mereka berjejer
dengan posisi siap menyerang. Mereka memegang senjata beragam. Ada pedang,
tombak, dan golok. Jumlah mereka kini berkurang satu. Orang yang terkapar tidak
bangkit lagi. Cukup telak pukulan Krisna mengenai dirinya.
“Tentara
Langit? Kenapa mereka ada disini?” Krisna membatin. Dia pun kini ikut memasang
kuda-kuda waspada.
Di hadapan
Krisna kini berdiri sembilan orang laki-laki. Tubuh mereka besar dan kekar. Mereka
semua memakai pakaian serba hitam, lengkap dengan baju zirah besi. Dari atribut
yang dikenakan, mengingatkan pada pasukan di masa kerajaan. Krisna tahu benar
siapa yang berdiri di depannya saat itu. Dia pernah memimpin pasukan yang sama.
Dulu, saat dia masih menjabat jenderal di dunia langit. Saat dia belum
tergabung sebagai Pelindung.
“Jenderal,
lama tidak berjumpa,” satu dari mereka menyapa.
Krisna kenal
orang itu. Orang itu adalah adalah bawahannya dulu. Kini dia sudah memimpin
pasukan sendiri. Cukup lama juga waktu berlalu, pikir Krisna.
“Roni,
sedang apa kamu di dunia manusia bersama pasukan langit?”
“Maaf
Jenderal, kami hanya menjalan perintah Raja untuk mencari anda.”
Kecurigaan
Krisna langsung terpancing. Kenapa Raja sampai mengirim pasukan langit untuk
mencarinya, pikirnya. Kalau memang Raja ingin memanggil, beliau tinggal
mengirim satu dari pengawalnya. Tidak perlu berombongan seperti ini. Selain itu
pasti satu dari Pelindung akan menghubunginya. Krisna ada di dunia manusia
karena tugas yang diberikan Raja, dalam statusnya sebagai anggota dari Pelindung.
Seingat Krisna, tidak pernah sekali pun Raja mengirim pasukan langit ke dunia
manusia. Menurut Beliau, akan terlalu mencolok dan sangat berbahaya. Apa yang
terjadi saat ini terlalu mencurigakan.
Pelindung
adalah sebuah kelompok kecil yang ada langsung dibawah perintah Raja Langit. Mereka
dipilih dari perwira-perwira unggulan. Dengan tujuan untuk melindungi kerajaan
langit dari serangan musuh. Jumlah mereka empat orang, dengan kemampuan khusus
penguasaan terhadap unsur alam. Ada api, air, tanah dan udara. Krisna sendiri
adalah penguasa unsur api. Menjadi penguasa unsur alam adalah sebuah anugerah,
bagi orang-orang terpilih. Tidak semua penghuni langit lahir dengan kemampuan
seperti itu. Kemampuan itu biasanya muncul saat usia memasuki akil balik. Ratusan
tahun, kalau dibandingkan dengan usia manusia. Diantara penguasa unsur alam ini,
kemudian dipilih empat yang terbaik, oleh Raja Langit sendiri.
“Kenapa
Raja ingin mencariku? Ada yang ingin Beliau sampaikan?”
Krisna
tidak merubah kuda-kudanya, karena pasukan langit tidak juga menurunkan senjata
mereka. Di mata mereka terlihat kesiapan untuk menyerang.
“Itu
rahasia Jenderal. Raja hanya meminta kami membawa anda.”
“Bagaimana
kalau aku menolak?”
“Maka
maaf kalau kami harus sedikit memaksa.”
Insting
Krisna semakin mencurigai ada sesuatu yang tidak beres. Dia melompat ke depan
seolah-olah ingin menyerang. Sekedar ingin mengetahui reaksi pasukan langit. Gerakan
itu ternyata langsung memancing reaksi mereka. Satu persatu, bergantian dari mereka
menyerang. Adu fisik kini sudah tidak bisa dihindari lagi. Krisna sadar dia
tidak sedang memegang senjata, sehingga dia hanya bergerak menghindari. Sambaran
pedang dan golok beberapa kali hampir mengenainya. Hanya berselisih beberapa
senti saja dari tubuhnya.
Satu dua
pukulan berhasil didaratkan Krisna. Satu dua orang pula terjerembab ke tanah.
Senjata mereka direbutnya dan digunakan untuk bertahan. Dia sama sekali tidak
berniat menyakiti mereka. Bisa saja Krisna menggunakan kekuatan apinya. Namun, dia
tahu kalau mereka hanya menjalankan perintah. Krisna pun terus bertahan
sebisanya. Serangan yang dia lakukan hanya sebatas pukulan dan tendangan. Menyerang
kaki dan tangan semata. Dengan tujuan untuk melumpuhkan, bukan mematikan.
Sampai
tiba-tiba gemuruh angin menghempaskan dua orang ke tembok. Kemudian disusul kedatangan
satu orang, bergabung dalam pertempuran itu. Orang itu membantu Krisna. Sosok
seorang wanita, berperawakan tinggi langsing. Dengan lemah gemulai dia bergerak
lincah. Kakinya seperti mengambang terbang, seolah-olah mengikuti irama alunan
angin. Gemuruh angin mengalun mengikuti gerakan kedua tangannya. Anggun namun mematikan.
“AAAAA!
AAAAA! AAAAAA!” Satu persatu pasukan langit terpelanting. Deru angin melempar
mereka ke udara, kemudian terpelanting ke tanah dengan sangat keras. Belum yang
tubuhnya terpental menabrak dinding. Teriakan mereka terdengar miris.
Sampai
akhirnya semua pasukan langit, mengaduh tergeletak di tanah. Termasuk Roni,
pemimpin mereka. Pepaduan antara Krisna dan sosok asing yang tadi datang, cukup
kompak. Pasukan langit yang terkenal tangguh, mereka taklukan dalam waktu relatif
singkat. Tanpa ada satu pun dari mereka yang tewas. Beberapa mungkin ada yang cedera
cukup parah.
“Pergilah.
Katakan kepada siapa pun yang menyuruh kalian untuk waspada, karena Pelindung
sudah tahu rencana mereka.” Sosok asing tadi berujar.
Satu
persatu pasukan langit berdiri. Mereka lalu berjalan menjauh, kemudian hilang
dalam kegelapan. Mereka tahu pertempuran ini sudah tidak lagi berimbang.
“Tadi muncul
pasukan langit, sekarang kamu Siva. Sebenarnya apa yang terjadi?”
“Kamu
tidak ingin menanyakan kabarku dulu? Sudah lama kan kita tidak bertemu.”
Wanita cantik
itu tersenyum. Dia Siva, satu dari anggota Pelindung. Dia penguasa unsur angin.
Walau terkesan tangguh dari luar, Siva sesungguhnya adalah sosok yang lembut. Dia
kerap menjadi penengah bila terjadi perdebatan diantara sesama Pelindung. Dia
pun bisa bertarung sama gesitnya seperti laki-laki. Persis seperti angin. Sepoi
pelan, namun bisa menjadi topan, bila dibutuhkan.
“Kamu
tahu aku tidak suka basa-basi,” ucap Krisna sambil merapikan pakaiannya. Siva
ikut melakukan hal yang sama.
Siva
tergelak. “Masih tetap seorang Krisna yang dulu. Lama ada di dunia manusia
ternyata tidak merubahmu sama sekali.”
Krisna
tidak berkomentar. Dia hanya mendengus, lalu memasang ekspresi sebal.
“Baiklah,
baik, dasar peruntuk. Pasukan langit datang kemari untuk menangkapmu, menangkap
kita para Pelindung. Sebagian besar pasukan langit mendadak menyerang secara
membabi-buta. Kami menduga ada yang berkhianat, tapi kami belum tahu siapa
orangnya. Banyak hal telah yang terjadi di dunia langit selama kamu pergi.
Hal-hal yang buruk.”
“Bagaimana
dengan para Pelindung yang lain?”
“Savitri
dan Baruna baik-baik saja. Mereka tetap tinggal untuk melindungi Raja dan
kerajaan. Sedangkan aku diutus untuk menjemputmu, kami membutuhkan kamu.”
“Kalau
begitu tunggu apa lagi? Kalau Raja membutuhkan aku, maka itu berarti aku bisa
pulang sekarang.”
“Tunggu
dulu. Tidak semudah itu.” Siva menghela nafas. “Saat kami menuju dunia manusia,
salah satu perwira langit yang berkhianat mengikuti kami ke sini. Begitu tiba dia
langsung menghancurkan portal. Aku terlambat menghentikan untuk dia. Kini kita harus
mencari portal yang lain. Dan itu cukup sulit dilakukan tanpa peta langit.”
“Tunggu
sebentar. Kamu mengatakan ‘kami’ tadi? Kamu tidak datang sendirian?”
“Oh aku
hampir lupa. Iya aku tidak datang sendirian...”
Selesai berucap,
Siva menunjuk ke arah timur. Tidak lama, dari kegelapan muncul sosok wanita
lain. Tidak kalah cantik dan tidak kalah anggun. Hanya saja pakaian yang dia
kenakan sedikit berbeda. Lebih menunjukkan kesan elegan kerajaan. Mahkota yang
ada di kepalanya kian mempertegas kesan itu. Dengan anggun sosok itu melangkah
mendekat. Sosok cantik itu lalu melempar senyuman.
“Hai
Krisna. Apa kabar?”
Dahi
Krisna berkerut. Matanya menunjukkan ketidakpercayaan.
“Tu-Tuan
Puteri?”
Sungguh
dia merindukan sosok cantik itu.
*****
Tulisan
ini hanya “teaser” semata. Sebuah
khayalan tingkat tinggi, yang kerap timbul tenggelam di kepala. Kerap menggoda
untuk diwujudkan dalam bentuk kata-kata. Akan kemana alurnya, biar saja waktu
yang menjawabnya. Sepertinya tulisan ini menunggu aku menemukan teman dengan
daya khayal yang setara. Mungkin sampai aku temukan orang tersebut, biarlah tulisan
ini mengendap untuk sementara.
Bersambung...
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar