Saya menulis ini sekedar iseng. Berawal dari sebuah berita di televisi. Saat
itu dibahas tentang Pimpinan DPR yang bersurat kepada Presiden, berupa nota
keberatan. Isinya terkait pencegahan Setya Novanto ke luar negeri oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Pimpinan DPR meminta pencegahan tersebut
dibatalkan, karena dinilai mengganggu tugas kenegaraan seorang Ketua DPR. Dari
berita ini mengelitik untuk mencari tahu tentang ‘pencegahan’ yang dimaksud. Yang
sering saya dengar adalah tindakan pencekalan atau cekal, bukan pencegahan.
Setelah riset kecil-kecilan (Halah riset, sok ilmiah banget, bilang aja googling), cekal itu berasal dari
singkatan cegah-tangkal, atau
lengkapnya pencegahan dan penangkalan. Ada dua payung hukum untuk
tindakan pencegahan dan penangkalan ini, yaitu UU No. 6 Tahun 2011 tentang
Keimigrasian dan UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam hal ini UU KPK
bersifat lex specialis, atau bersifat
khusus untuk kasus-kasus korupsi.
Bagaimana bunyi pasal yang mengatur mengenai cekal dalam kedua
undang-undang tersebut?
Pertama, ketentuan dalam UU Keimigrasian. Diantaranya mengatur tentang:
Definisi Pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang
untuk keluar Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian atau alasan lain
yang ditentukan oleh undang-undang. (Pasal 1 angka 28).
Definisi Penangkalan adalah larangan terhadap Orang Asing untuk
masuk Wilayah Indonesia berdasarkan alasan Keimigrasian. (Pasal 1 angka 29).
Yang berhak melakukan Pencegahan dan Penangkalan adalah Menteri yang
diberi kewenangan di bidang keimigrasian, yang dalam hal ini adalah Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia. Tindakan Penangkalan
dapat pula dilakukan oleh Pejabat Imigrasi yang ditunjuk.
Tindakan Pencegahan oleh Menteri dilakukan berdasarkan: 1) Hasil
pengawasan keimigrasian dan keputusan Tindakan Administratif Keimigrasian; 2)
Keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung; 3) Permintaan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia (Kapolri); 4) Perintah Ketua KPK; 5) Permintaan
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN); dan 6) Keputusan, Perintah, atau permintaan
pimpinan kementerian/lembaga lain yang berdasarkan undang-undang memiliki
kewenangan Pencegahan.
Dalam keputusan Pencegahan dan
permintaan Penangkalan, sekurang-kurangnya harus memuat: 1) nama, jenis
kelamin, tempat dan tanggal lahir atau umur, serta foto yang dikenai
Pencegahan/ Penangkalan; 2) alasan Pencegahan/Penangkalan; dan 3) jangka waktu
Pencegahan/Penangkalan.
Dimana jangka waktu Pencegahan/Penangkalan sendiri berlaku paling lama 6
(enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan. Namun,
apabila kemudian tidak ada keputusan perpanjangan, maka Pencegahan/Penangkalan berakhir
demi hukum.
Dalam hal terdapat keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
yang menyatakan bebas atas perkara yang menjadi alasan Pencegahan, maka secara
otomatis Pencegahan berakhir demi hukum. Sedangkan untuk keputusan Penangkalan
seumur hidup dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat
mengganggu keamanan dan ketertiban umum.
Kedua, ketentuan dalam UU KPK. Diantaranya mengatur tentang:
Tindakan Pencegahan dimiliki oleh KPK adalah terkait tugasnya melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Dalam
hal pelaksanaan tugasnya ini, KPK berwenang memerintahkan kepada instansi yang
terkait (dalam hal ini Keimigrasian) untuk melarang seseorang bepergian ke luar
negeri. (Pasal 12 ayat (1) huruf b).
Kewenangan KPK ini sempat menjadi perdebatan, ketika tanggal 8 Pebruari
2012, Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pengujian Pasal
16 ayat (1) huruf b UU Keimigrasian. Dalam keputusannya MK membatalkan kata:
“... penyelidikan dalam ...” Artinya, norma pasal itu menegaskan Pencegahan
tidak dibolehkan saat sebuah kasus masih dalam tahap penyelidikan.
Perdebatan yang kemudian muncul. Apakah KPK masih berhak melakukan tindakan
Pencegahan saat kasus masih dalam tahap penyelidikan? Dua pendapat pun muncul. Pertama,
menyatakan KPK tidak berwenang lagi, karena kewenangan KPK ini secara tidak
langsung terkait dengan UU Keimigrasian. Pimpinan KPK harus bersurat kepada
Keimigrasian, apabila ingin melakukan tindakan Pencegahan.
Kedua, menyatakan KPK masih tetap berwenang, karena keputusan MK ini
hanya berlaku untuk UU Keimigrasian. UU KPK sendiri bersifat lex specialis.
Hanya saja, KPK berkilah kalau selama ini mereka memang tidak pernah
melakukan tindakan Pencegahan pada tahap penyelidikan. Maka keputusan MK tidaklah
terlalu berpengaruh terhadap kerja-kerja KPK.
Dari pembahasan diatas, terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan
antara Pencegahan dan Penangkalan. Ini hasil kesimpulan
pribadi loh yah. Disanggah juga nggak apa-apa kok, ini negara demokrasi
hehehe... Menilik perbedaan tersebut, menurut saya pemakaian istilah ‘cekal’
dalam berita-berita di berbagai media, sebenarnya kurang tepat. Bisa saja sih,
tapi itu pun kalau seseorang itu memang dikenai dua tindakan sekaligus, yaitu pencegahan
dan juga penangkalan. Namun apakah itu mungkin?
Secara hukum, konteks cegah dan tangkal adalah dua hal berbeda. Pencegahan
adalah untuk warga negara Indonesia (WNI) agar tidak pergi ke luar negeri, sedangkan
penangkalan adalah untuk warga negara asing (WNA) agar tidak masuk ke wilayah
Indonesia. Maka menurut saya, sekali lagi menurut pendapat saya pribadi nih,
tidak mungkin kiranya seseorang dikenai pencegahan dan penangkalan sekaligus. Disinilah
letak pemakaian istilah ‘cekal’ menjadi kurang tepat. Menjadi kurang tepat bila
ditulis: “KPK mencekal Setya Novanto ke luar negeri...” Akan lebih tepat
kiranya ditulis: “KPK mencegah Setya Novanto ke luar negeri...”.
Kalau berbicara mengenai kewenangan Menteri Hukum dan HAM, atau Pejabat
Keimigrasian tertentu yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, pemakaian istilah
‘pencekalan’ sih bisa-bisa saja. Karena kedua pejabat negara ini memang
memiliki kewenangan untuk melakukan pencegahan dan penangkalan. Misalnya ketika
ditulis: “Berdasarkan UU Keimigrasian, Menteri Hukum dan HAM memiliki
kewenangan pencekalan...”.
Kalau iseng dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘cekal’
adalah sebuah kata dasar. Makna dari kata ‘cekal’ berarti tahan menderita;
(tetap) kuat; tabah. Tentunya bukan itu makna ‘cekal’ yang dimaksud disini. Dalam
pembahasan ini yang dimaksud ‘cekal’ adalah singkatan dari cegah-tangkal.
Bagi saya pribadi, tindakan yang dikenakan terhadap Setya Novanto oleh
KPK adalah murni pencegahan, tanpa adanya tindakan tambahan berupa penangkalan.
Maka kemudian tidak bisa dikatakan kalau yang bersangkutan dicekal, tapi
dicegah ke luar negeri. Semoga sih pembahasan ini tidak salah. Sekali lagi
kalau salah, ya silakan disanggah.
Demikian, semoga berguna.
Denpasar, 22
April 2017
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar