Minggu, 27 Oktober 2013

Sekretaris

Apa bedanya sekretaris yang baik (a good secretary) dan sekretaris yang terbaik (the best secretary)? Ini jokes yang amat sering saya dengar di kalangan teman-teman top management.
Konon, good secretary adalah sekretaris yang tiap pagi (di kantor) tidak pernah lupa menyapa bossnya dengan salam “good morning sir, good morning boss (Selamat pagi pak, Selamat pagi boss)”. Sedangkan the best secretary adalah sekretaris yang selalu membangunkan boss-nya (yang ketiduran di ranjang hotel) dengan sapaan “It has already morning, sir (sudah pagi pak, ayo cepat bangun…!).
*****
Seorang sekretaris zaman sekarang makin jauh dari citra lama, yang sekedar penyedap atau barang hiasan di kantor, walaupun masih ada satu dua yang seperti itu. zaman sekarang, sekretaris tidak hanya sekedar wanita cantik berbulu mata lentik. Dunia sekretaris kian mendapat tempat sebagai profesi tersendiri yang unik, di samping profesi manajer dan profesi lainnya. Sekretaris bukan lagi profesi afkiran atau sekedar tukang ketik surat. Sebuah organisasi yang ingin berkembang manju membutuhkan sekretaris, begitu juga dunia usaha.
Perkembangan dunia usaha yang kian pesat membutuhkan sekretaris yang cakap. Seorang sekretaris dikatakan cakap bila memiliki semua pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan tugasnya secara efektif dan efisien. Profesi sekretaris membutuhkan gabungan rasa percaya diri, kemampuan tinggi, dan pendekatan global. Bukan sekedar orientasi pada tugas. Sebab seharusnya sekretaris bekerja demi keunggulan profesional. Sekretaris yang hanya berkonsentrasi pada tugas dan tidak pernah mempunyai pandangan lebih luas adalah pekerja dengan tingkatan karyawan biasa.
Ia mesti memiliki pengetahuan menyeluruh tentang organisasi, tujuan, produk, pelayanannya, karyawan, pelanggan, eksklusif, termasuk sejarahnya, dan kemungkinan-kemungkinan yang akan dicapai pada masa mendatang. Dengan demikian sekretaris akan termotivasi untuk bekerja profesional dan membuat kantor menjadi lebih efektif.
Peran administrastif seringkali menempatkan sekteraris sebagai manajer kantor yang melakukan tugas-tugas manajerial. Namun secara tidak langsung ia juga bertindak seolah sales representative, ahli pelayanan, pengawas kendali mutu, dan koordinator pengolahan data. Setiap hari sekretaris adalah manajer waktu. Sekretaris yang berhasil adalah manajer atau pengatur waktu yang ahli. Untuk mencapai tujuan harus diutamakan tanggung jawab, menyelesaikan tugas sampai tuntas, menyusun jadwal, dan tetap mempertahankannya.
Tanggung jawab pekerjaan tumbuh pada tingkat yang bersamaan dengan rasa percaya diri sendiri. seorang sekretaris profesional merupakan pemain kunci adalam suatu tim kantor. Bahkan kadang-kadang dialah yang sesungguhnya menjadikan sesuatu. Sekretaris profesional juga dapat mengambil keputusan. Namun keputusan yang dibuat berbeda dengan yang dibuat oleh manajer atau presiden direktur. Tetapi prosesnya sama.
*****
Apa pun sebutan jabatan sekteraris sekarang ini, entah sekretaris eksekutif, sekretaris pribadi, atau sekretaris jendral, dia adalah anggota utama dalam sebuah organisasi. Bahkan sekteraris adalah organisasi bagi banyak orang. Sebuah kantor akan berantakan tanpa sekretaris. Seorang sekretaris profesional memberikan kontribusi yang tak kalah besar dibanding jabatan manajerial dalam perusahaan.
Seorang sekteraris tidak ubahnya seorang diplomat. Dia selalu siap sedia membantu dan mengerti keinginan pimpinan, meringankan beban dalam memecahkan persoalan dan mengambil keputusan tingkat awal bagi kepentingan pimpinan.
Kemampuan sekretaris mengelola kantor akan menentukan suasana bagi tiap orang. Seorang sekretaris memiliki nilai khusus bagi organisasi karena ia menyelesaikan banyak tugas sekaligus. Komputer dan teknologi perkantoran tidak akan pernah dapat menjadikan pekerjaan sekretaris kuno. Jabatan dengan hanya satu macam tugas bisa saja terhapus setahap demi setahap, tetapi peranan yang bermacam-macam dari seorang sekretaris tetap vital. Oleh karena itu berbahagialan anda menjadi sekretaris!

Oleh Glan Iswara.
Dimuat dalam Balipost, edisi 29 Desember 2000
Halaman 9.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar