Minggu, 30 Juli 2017

Dunkirk, Bukan Film Perang Biasa


Dari baca judulnya, sudah tahu dong saya akan membahas tentang apa? Iya, tentang film. Dan anda pasti sudah tahu juga judulnya apa. Bulan Juli ini banyak sekali film-film bagus di bioskop. Kebetulan saya dapat satu kupon nonton gratis, dari bioskop di seputaran Kuta. Sebut nggak ya namanya? Sebut saja ah, dikasih nonton tanpa keluar duit soalnya hahaha… Itu loh Cinema XII Beachwalk. Nontonnya tetep sendirian? Iya jelas teteplah.

Dunkirk

Punya satu tiket doang, artinya saya harus memilih, diantara film-film keren di bulan Juli. Saya sempat bingung mau nonton yang mana. Akhirnya pilihan jatuh pada film Dunkirk. Kenapa sih Dunkirk? Karena film ini saya nilai unik. Ada unsur sejarah di dalamnya. Jadi selain terhibur, bisa nambah ilmu. Sutradara film ini juga jadi alasan saya tertarik. Christopher Nolan. Mungkin saya kadung jatuh cinta sama trilogy Batman.
Jujur saya tidak tahu sejarah dari Dunkirk ini. Maka dari itu sebelum nonton, saya browsing sedikit tentang sejarah Dunkirk. Sebelumnya, kalaupun nanti ada dari tulisan ini yang salah, saya mohon untuk diralat. Dunkirk ini adalah sebuah nama kota. Ada di wilayah Perancis, beberapa kilometer dari perbatasan Belgia. Kala itu sedang berkecambuk Perang Dunia II. Tentara Inggris, Perancis, Belanda dan Belgia bersekutu untuk menghadapi tentara Jerman. Rencananya Jerman akan menyerang Belanda dan Belgia. Namun, rupanya rencana ini hanyalah akal-akalan Adolf Hitler. Cukup berhasil, karena membuat pasukan gabungan ini jadi terpecah. Akibatnya ratusan ribu tentara terperangkap di pesisir pantai Dunkirk. Upaya evakuasi pun dilakukan. Upaya yang berpacu dengan waktu, karena pasukan Jerman bisa menyerang mereka kapan saja. Sejarah mencatat upaya ini akhirnya berhasil, sehingga pasukan Sekutu bisa menyusun ulang kekuatan militer mereka. Sejarah juga mencatat, ini adalah ‘blunder’ pertama yang dilakukan oleh Hitler.
Sekali lagi, paparan diatas saya comot-comot dari berbagai sumber. Hasil googling. Janganlah dipercaya seratus persen.
Sudah tahu sedikit historis-nya, kini kita bahas review film. Kembali ke judul, itulah yang saya rasakan usai nonton film Dunkirk. Menurut penilaian saya, Dunkirk bukan film tentang perang, tetapi film tentang bertahan hidup. Sesuai dengan alur sejarah, film ini dimulai dengan pasukan Inggris yang terperangkap di pesisir pantai Dunkirk. Tidak hanya terjebak, mereka juga beberapa kali ditembaki dan dibom oleh pesawat Jerman. Dikarenakan usaha evakuasi oleh kapal militer selalu gagal, maka jalan alternatif diambil pemerintah Inggris, dibawah komando Perdana Mentri Churcill. Pemerintah meminta bantuan kapal-kapal nelayan sipil untuk berlayar menuju Dunkirk. Sedapat mungkin diminta mengangkut tentara sekutu sebanyak-banyaknya. Dengan harapan pasukan Jerman taat pada hukum perang internasional, yang melarang menyerang kapal sipil.
Disinilah saya jadi paham makna dari tagline film Dunkirk. “When 400.000 men couldn’t get home, home came for them.”
Diantara kapal-kapal sipil tersebut, ada sebuah kapal bernama ‘Moonstone’. Kapal ini jadi salah satu inti dari cerita. Selain di laut, film Dunkirk juga menggambarkan aksi tembak-tembakan di udara dan darat. Nolan sangat fasih menggambarkan aksi-aksi ini. Benar-benar terlihat nyata. Untuk kualitas cinematografi dan musikal, sepertinya saya yakin film ini bisa masuk nominasi Oscar. Mengingat penata musik juga melibatkan nama besar, yaitu Hans Zimmer. Ini adalah kali keempat Nolan dan Zimmer bekerja sama. Sebelumnya, mereka telah berkolaborasi pada film Inception (2010), Interstellar (2014), dan trilogy Batman.
Namun, balik lagi ke penilaian awal saya. Film ini bukan film perang. Aksi tembak-tembakan, sepertinya hanya menjadi sampiran semata. Tidak ada aksi berdarah-darah, seperti di film Saving Private Ryan, atau Pearl Harbour. Yang ditonjolkan Nolan di film ini adalah rasa nasionalisme, dan pertentangan dari karakter tokoh-tokoh yang ada. Bagaimana warga sipil bisa ikut mengabdi untuk bangsa dan negara mereka. Bagaimana konflik sesama tentara Inggris ditengah upaya mereka bertahan hidup. Belum lagi konflik diantara tentara sekutu (Inggris, Perancis, Belanda, dan Belgia). Sebuah keniscayaan didalam kondisi tertekan, karakter asli manusia akan terlihat. Semua digambarkan dengan gamblang oleh Nolan.
Selain cinematografi dan musikal, mungkin yang patut dapat sorotan adalah alur. Film Dunkirk ini memakai alur ‘maju mundur, maju mundur, cantik’, begitu saya menyebutnya. Meminjam istilah sang artis cetar, Syahrini. 20 menit awal film, dari total durasi 106 menit, anda pasti akan dibuat bingung oleh jalan ceritanya. Saya pun demikian. Pelan-pelan saya baru paham kalau film ini memakai alur maju mundur, maju mundur. Seolah pada setiap adegan ada puluhan kamera yang merekam. Hasil rekaman itu dipotong-potong, disebar-sebar, lalu disatukan lagi menjadi satu kesatuan cerita. Potongan-potongan adegan ini bermuara pada satu endingIbarat kepingan puzzel yang berserakan, kita butuh logika untuk menjadikannya utuh. Gaya bercerita yang cukup menarik menurut saya.
Sewaktu di dalam theater, sebagian besar penonton adalah warga asing. Entah karena bioskop itu ada di daerah Kuta, atau memang adanya ‘garis merah’ dari sejarah bangsa mereka. Yang jelas, film ini bisa untuk ditonton oleh segala usia. Perang yang disajikan tidaklah sadis. Mungkin yang jadi sedikit pertimbangan, jalan ceritanya agak berat untuk anak-anak.
Dan denger-denger Perancis rada protes loh sama film Dunkirk. Mereka menilai punya peran yang penting juga dalam upaya evakuasi itu, tapi kok nggak tergambar di film. Yah, itulah resiko membuat sebuah karya berlatar sejarah. Pasti selalu memunculkan pro dan kontra. Orang bijak pernah berkata, “Sejarah ditulis oleh mereka yang memenangi peperangan...” Akan selalu ada unsur subjektif, diantara ke-objektif-an yang ada. Unsur yang selalu dapat diperdebatkan.
Terakhir, selamat menonton. Dengan siapa pun nanti anda menontonnya.

Denpasar, 30 Juli 2017
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar