Dari baca
judulnya, sudah tahu dong saya akan membahas tentang apa? Iya, tentang film.
Dan anda pasti sudah tahu juga judulnya apa. Bulan Juli ini banyak sekali
film-film bagus di bioskop. Kebetulan saya dapat satu kupon nonton gratis, dari
bioskop di seputaran Kuta. Sebut nggak ya namanya? Sebut saja ah, dikasih
nonton tanpa keluar duit soalnya hahaha… Itu loh Cinema XII Beachwalk.
Nontonnya tetep sendirian? Iya jelas teteplah.
Punya
satu tiket doang, artinya saya harus
memilih, diantara film-film keren di bulan Juli. Saya sempat bingung mau nonton
yang mana. Akhirnya pilihan jatuh pada film Dunkirk. Kenapa sih Dunkirk? Karena
film ini saya nilai unik. Ada unsur sejarah di dalamnya. Jadi selain terhibur, bisa
nambah ilmu. Sutradara film ini juga jadi alasan saya tertarik. Christopher
Nolan. Mungkin saya kadung jatuh cinta sama trilogy
Batman.
Jujur
saya tidak tahu sejarah dari Dunkirk ini. Maka dari itu sebelum nonton, saya browsing sedikit tentang sejarah
Dunkirk. Sebelumnya, kalaupun nanti ada dari tulisan ini yang salah, saya mohon
untuk diralat. Dunkirk ini adalah sebuah nama kota. Ada di wilayah Perancis,
beberapa kilometer dari perbatasan Belgia. Kala itu sedang berkecambuk Perang
Dunia II. Tentara Inggris, Perancis, Belanda dan Belgia bersekutu untuk
menghadapi tentara Jerman. Rencananya Jerman akan menyerang Belanda dan Belgia.
Namun, rupanya rencana ini hanyalah akal-akalan Adolf Hitler. Cukup berhasil,
karena membuat pasukan gabungan ini jadi terpecah. Akibatnya ratusan ribu
tentara terperangkap di pesisir pantai Dunkirk. Upaya evakuasi pun dilakukan.
Upaya yang berpacu dengan waktu, karena pasukan Jerman bisa menyerang mereka
kapan saja. Sejarah mencatat upaya ini akhirnya berhasil, sehingga pasukan Sekutu
bisa menyusun ulang kekuatan militer mereka. Sejarah juga mencatat, ini adalah ‘blunder’ pertama yang dilakukan oleh
Hitler.
Sekali lagi, paparan diatas
saya comot-comot dari berbagai
sumber. Hasil googling. Janganlah
dipercaya seratus persen.
Sudah
tahu sedikit historis-nya, kini kita
bahas review film. Kembali ke judul, itulah
yang saya rasakan usai nonton film Dunkirk. Menurut penilaian saya, Dunkirk
bukan film tentang perang, tetapi film tentang bertahan hidup. Sesuai dengan
alur sejarah, film ini dimulai dengan pasukan Inggris yang terperangkap di
pesisir pantai Dunkirk. Tidak hanya terjebak, mereka juga beberapa kali
ditembaki dan dibom oleh pesawat Jerman. Dikarenakan usaha evakuasi oleh kapal
militer selalu gagal, maka jalan alternatif diambil pemerintah Inggris, dibawah
komando Perdana Mentri Churcill. Pemerintah meminta bantuan kapal-kapal nelayan
sipil untuk berlayar menuju Dunkirk. Sedapat mungkin diminta mengangkut tentara
sekutu sebanyak-banyaknya. Dengan harapan pasukan Jerman taat pada hukum perang
internasional, yang melarang menyerang kapal sipil.
Disinilah
saya jadi paham makna dari tagline
film Dunkirk. “When 400.000 men couldn’t
get home, home came for them.”
Diantara
kapal-kapal sipil tersebut, ada sebuah kapal bernama ‘Moonstone’. Kapal ini jadi salah satu inti dari cerita. Selain di
laut, film Dunkirk juga menggambarkan aksi tembak-tembakan di udara dan darat.
Nolan sangat fasih menggambarkan
aksi-aksi ini. Benar-benar terlihat nyata. Untuk kualitas cinematografi dan
musikal, sepertinya saya yakin film ini bisa masuk nominasi Oscar. Mengingat
penata musik juga melibatkan nama besar, yaitu Hans Zimmer. Ini adalah kali
keempat Nolan dan Zimmer bekerja sama. Sebelumnya, mereka telah berkolaborasi
pada film Inception (2010), Interstellar (2014), dan trilogy Batman.
Namun,
balik lagi ke penilaian awal saya. Film ini bukan film perang. Aksi
tembak-tembakan, sepertinya hanya menjadi sampiran semata. Tidak ada aksi
berdarah-darah, seperti di film Saving Private
Ryan, atau Pearl Harbour. Yang
ditonjolkan Nolan di film ini adalah rasa nasionalisme, dan pertentangan dari
karakter tokoh-tokoh yang ada. Bagaimana warga sipil bisa ikut mengabdi untuk
bangsa dan negara mereka. Bagaimana konflik sesama tentara Inggris ditengah
upaya mereka bertahan hidup. Belum lagi konflik diantara tentara sekutu (Inggris,
Perancis, Belanda, dan Belgia). Sebuah keniscayaan didalam kondisi tertekan, karakter
asli manusia akan terlihat. Semua digambarkan dengan gamblang oleh Nolan.
Selain
cinematografi dan musikal, mungkin yang patut dapat sorotan adalah alur. Film
Dunkirk ini memakai alur ‘maju mundur, maju mundur, cantik’, begitu saya
menyebutnya. Meminjam istilah sang artis cetar, Syahrini. 20 menit awal film, dari total durasi 106 menit, anda
pasti akan dibuat bingung oleh jalan ceritanya. Saya pun demikian. Pelan-pelan
saya baru paham kalau film ini memakai alur maju mundur, maju mundur. Seolah pada
setiap adegan ada puluhan kamera yang merekam. Hasil rekaman itu dipotong-potong,
disebar-sebar, lalu disatukan lagi menjadi satu kesatuan cerita. Potongan-potongan
adegan ini bermuara pada satu ending. Ibarat kepingan puzzel yang
berserakan, kita butuh logika untuk menjadikannya utuh. Gaya bercerita yang cukup menarik menurut saya.
Sewaktu di
dalam theater, sebagian besar penonton adalah warga asing. Entah karena bioskop
itu ada di daerah Kuta, atau memang adanya ‘garis merah’ dari sejarah bangsa
mereka. Yang jelas, film ini bisa untuk ditonton oleh segala usia. Perang yang
disajikan tidaklah sadis. Mungkin yang jadi sedikit pertimbangan, jalan
ceritanya agak berat untuk anak-anak.
Dan denger-denger Perancis rada protes loh sama film Dunkirk. Mereka menilai punya
peran yang penting juga dalam upaya evakuasi itu, tapi kok nggak tergambar di film. Yah,
itulah resiko membuat sebuah karya berlatar sejarah. Pasti selalu memunculkan pro dan kontra. Orang bijak pernah berkata, “Sejarah ditulis oleh mereka
yang memenangi peperangan...” Akan selalu ada unsur subjektif, diantara ke-objektif-an
yang ada. Unsur yang selalu dapat diperdebatkan.
Terakhir,
selamat menonton. Dengan siapa pun nanti anda menontonnya.
Denpasar, 30 Juli 2017
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar