Kita tidak akan pernah tahu kapan dan dimana akan menemukan cinta. Kalau saja hari itu aku tidak menuruti paksaan temanku, mungkin aku tidak akan bertemu denganmu. Menghadiri ulang tahun teman dari temanku, yang juga merupakan temanmu. Mungkin saat itu akan terlalu dini mengatakan kalau itu adalah cinta. Mungkin akan lebih tepat jika disebut dengan terpesona. Kuperhatikan dirimu di tengah keramaian. Mungkin kamu tidak menyadarinya, karena saat itu aku belum ada keberanian untuk menyapa. Kamu terlihat berbeda diantara wanita-wanita lainnya. Sebuah pesona tanpa nama.
Percaya
atau tidak, delapan hari setelah hari itu, aku melihatmu lagi. Aku pun tidak
percaya. Sedikit pun aku tidak menyangka hal itu akan bisa terjadi. Di sana
kamu duduk, ditemani segelas green tea dan sebuah novel. Kamu terlihat serius
sekali membaca. Dari tempatku duduk, aku nikmati lagi pesonamu. Kamu mungkin
tetap tidak menyadarinya, karena aku masih belum berani menyapa. Tahu tidak,
aku sampai memesan dua gelas kopi dan dua rainbow cake, hanya agar bisa ada di
sana lebih lama.
“Daripada
diliatin aja, mending coba disapa,” begitu goda seorang pelayan wanita, saat
aku memesan gelas kopi ketiga. Aku tertawa, dia juga. Bersyukur dia tidak
menyangka aku ini pria mesum, yang sedang mencari mangsa.
Besoknya,
aku mencari novel yang kamu baca di toko buku. Paling tidak ada bahan obrolan,
ketika nanti garis nasib mengatur pertemuan ketiga kita. Sebatas berharap boleh
saja kan? Sebuah novel tentang cinta ternyata. Apakah ini berarti kamu sedang
mencari cinta? Sedang terlibat dalam sebuah cerita cinta? Atau, hanyalah seorang
penikmat kisah cinta semata? Beribu pertanyaan terbersit dibenakku saat itu.
Sang
penulis takdir ternyata punya selera humor yang unik. Dia berencana
mempertemukan kita di ketinggian 40.000 kaki, di atas permukaan laut. Awalnya,
aku bertemu dengan sahabat lama di ruang tunggu bandara. Ternyata aku dan dia
punya kota tujuan yang sama. “Nih kenalin temen kantorku,” begitu kata dia di
tengah obrolan kami. Kaget bukan kepalang diriku. Ternyata teman kantor dia
adalah dirimu. Kamu yang dulu aku kenal sebagai pesona tanpa nama. Hanya kali
ini, pesona itu sudah memiliki nama.
Kita
duduk bersebelahan di angkasa. Di sana aku tahu ternyata sudah ada cinta dalam
hidupmu. Kecewa? Tidak juga. Toh, aku tidak mengharapkan apa-apa dari sosok
dirimu. Membeli novel yang sempat kamu baca, sungguh sebuah keputusan yang
tepat. Paling tidak itu bisa membuatmu tertawa. Aku bahagia melihatnya. Bahkan,
kamu memberikan beberapa referensi novel lainnya.
Sejak itu kita
mulai berbagi cerita. Cerita hidup aku dan hidup kamu. Pelan-pelan cerita hidup
aku dan hidup kamu itu, menjadi cerita hidup kita. Hanya saja, saat itu ada dia
di dalam cerita hidup kita. Maka aku memilih untuk pergi. Konsep cerita aku,
kamu, dan dia, tidak akan pernah berakhir bahagia.
Sampai sang
penulis takdir mempertemukan kita kembali, di bab lain dalam cerita yang sama.
Sebuah cerita tentang cinta. Sebuah cerita tentang kita. Kali ini tidak ada
lagi dia. Bab-bab berikutnya kemudian kita lalui bersama. Suka dan duka sudah
kita lalui berdua. Tiba di bab yang terakhir, muncul sebuah pertanyaan.
Bagaimana cerita ini akan berakhir? Sepertinya, hanya kamu yang bisa memberikan
jawaban atas pertanyaan itu.
Setiap cerita
akan memiliki sebuah awal dan sebuah akhir. Sudah aku berikan cerita ini sebuah
awal. Adalah tugasmu untuk memberinya sebuah akhir. Aku menunggu jawabanmu.
My room,
15 September 2017
.
Ditulis untuk mengikuti tantangan #NulisKilat
Storial.Co edisi Jumat, 15 September 2017
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar