Sabtu, 01 Juli 2017

Rumah Kecil di Gang Kancil


Sebuah mobil berhenti di depan sebuah rumah. Rumah kecil di gang Kancil. Di kursi belakang, duduk seorang pria paruh baya. Namanya Kusumo. Orang memanggil dia, Pak Kus. Seorang pengusaha properti. Dia turunkan sedikit kaca mobil, untuk memperjelas pandangannya. Rumah itu masih sama seperti dulu, dia membatin.
Dulu, dua puluh tahun yang lalu, Kusumo membeli rumah itu. Uang hasil bisnis kecil-kecilan, dia kumpulkan sedikit demi sedikit. Akhirnya cita-cita dirinya memiliki rumah tercapai. Sebuah rumah kecil, di gang Kancil.
Di rumah itu, dia membangun rumah tangga. Kusumo muda menikah dengan teman sekampus. Sebuah pertemuan di ajang reuni, merajut garis jodoh mereka. Satu tahun menikah, lahir si buah hati. Seorang anak laki-laki. Kondisi ekonomi yang kian membaik, mereka memutuskan untuk menambah momongan. Kali ini lahir anak perempuan. Sebuah keluarga kecil yang bahagia.
Berawal iseng membantu teman menjualkan rumah, karier Kusumo di bidang properti dimulai. Tidak disangka-sangka, keuntungan yang diperoleh terus berlipat. Pergaulan Kusumo pun mulai merambah ke tingkat atas. Pun demikian dengan keluarganya. Rumah kecil di gang Kancil, tidak lagi bisa mengikuti gaya hidup baru mereka.
Sebuah rumah lantai dua, di kawasan elit, menjadi pilihan. Halaman nan luas, kolam renang, dan fasilitas lainnya, lengkap tersedia. Berpuluh-puluh kali lebih mewah, dari rumah kecil di gang Kancil.
“Mami, nanti siang ada arisan, mungkin sampai malam...”
“Temenku ngadain party, hari ini aku pulangnya rada telat...”
“Aku ada acara di kampus, aku nggak makan di rumah...”
Alasan demi alasan membuat rumah baru itu sering kali kosong. Penghuni rumah semakin jarang di rumah. Menyisakan kesunyian. Tidak ada canda tawa seperti dulu. Di kala masih tinggal di rumah kecil, di gang Kancil. Awalnya Kusumo mencoba memaklumi itu. Istrinya butuh bergaul. Anak-anaknya pun butuh bergaul.
Kian lama Kusumo kian kesepian. Dia merasa sendirian. Tidak ada lagi yang bisa diajak berbagi. Tidak ada lagi kehangatan keluarga. Yang ada kini hanya dia, dan dirinya sendiri. Larut dalam pekerjaan bisa membuat dia sedikit melupakan kesepian yang ada. Namun, itu sifatnya hanya sementara. Akhirnya dia tetap harus pulang.
Inilah yang membuat Kusumo sering mampir ke rumah kecil, di gang Kancil. Melihat rumah itu mampu mengembalikan sedikit memori. Masa-masa dimana semuanya terasa indah. Masa-masa hidup sebagai sebuah keluarga. Kadang tidak sengaja, air matanya sampai menetes. Sungguh dia merindukan masa-masa itu.
Kini di rumah itu telah hidup keluarga kecil lain. Seorang laki-laki, bersama istri dan satu anak perempuan. Sore hari seperti ini, akan terlihat laki-laki itu menyirami tanaman. Sementara sang istri menemani putri mereka bermain. Di halaman mungil, di depan rumah. Bahagia sekali bisa melihat kebahagian itu.
Kadang gemerlapnya kekayaan, mampu mengikis nilai-nilai kekeluargaan.
Kusumo menghela nafas. Hari ini hari ulang tahunnya. Sebersit sedikit harapan, kalau kini istri dan anak-anaknya telah menunggu di rumah. Menyiapkan kejutan kecil. Mereka bisa berkumpul lagi seperti dulu. Sebagai sebuah keluarga. Meski dia tahu harapan itu mungkin sulit terwujud. Namun, dia akan terus berharap. Dan terus berharap.
Mobil itu kemudian melaju kembali. Meninggalkan lagi rumah kecil di gang Kancil, dengan segala kenangan yang pernah ada.

My room, 1 Juli 2017

Dibuat guna mengikuti
Tantangan Nulis Kilat Storial 2
Jumat, 30 Juni 2017
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar