Sebuah mobil
berhenti di depan sebuah rumah. Rumah kecil di gang Kancil. Di kursi belakang,
duduk seorang pria paruh baya. Namanya Kusumo. Orang memanggil dia, Pak Kus. Seorang
pengusaha properti. Dia turunkan sedikit kaca mobil, untuk memperjelas
pandangannya. Rumah itu masih sama seperti dulu, dia membatin.
Dulu, dua
puluh tahun yang lalu, Kusumo membeli rumah itu. Uang hasil bisnis
kecil-kecilan, dia kumpulkan sedikit demi sedikit. Akhirnya cita-cita dirinya
memiliki rumah tercapai. Sebuah rumah kecil, di gang Kancil.
Di rumah
itu, dia membangun rumah tangga. Kusumo muda menikah dengan teman sekampus.
Sebuah pertemuan di ajang reuni, merajut garis jodoh mereka. Satu tahun
menikah, lahir si buah hati. Seorang anak laki-laki. Kondisi ekonomi yang kian
membaik, mereka memutuskan untuk menambah momongan. Kali ini lahir anak
perempuan. Sebuah keluarga kecil yang bahagia.
Berawal
iseng membantu teman menjualkan rumah, karier Kusumo di bidang properti dimulai.
Tidak disangka-sangka, keuntungan yang diperoleh terus berlipat. Pergaulan Kusumo
pun mulai merambah ke tingkat atas. Pun demikian dengan keluarganya. Rumah
kecil di gang Kancil, tidak lagi bisa mengikuti gaya hidup baru mereka.
Sebuah
rumah lantai dua, di kawasan elit, menjadi pilihan. Halaman nan luas, kolam
renang, dan fasilitas lainnya, lengkap tersedia. Berpuluh-puluh kali lebih
mewah, dari rumah kecil di gang Kancil.
“Mami,
nanti siang ada arisan, mungkin sampai malam...”
“Temenku
ngadain party, hari ini aku pulangnya
rada telat...”
“Aku ada
acara di kampus, aku nggak makan di rumah...”
Alasan
demi alasan membuat rumah baru itu sering kali kosong. Penghuni rumah semakin
jarang di rumah. Menyisakan kesunyian. Tidak ada canda tawa seperti dulu. Di kala
masih tinggal di rumah kecil, di gang Kancil. Awalnya Kusumo mencoba memaklumi
itu. Istrinya butuh bergaul. Anak-anaknya pun butuh bergaul.
Kian lama
Kusumo kian kesepian. Dia merasa sendirian. Tidak ada lagi yang bisa diajak
berbagi. Tidak ada lagi kehangatan keluarga. Yang ada kini hanya dia, dan
dirinya sendiri. Larut dalam pekerjaan bisa membuat dia sedikit melupakan
kesepian yang ada. Namun, itu sifatnya hanya sementara. Akhirnya dia tetap
harus pulang.
Inilah
yang membuat Kusumo sering mampir ke rumah kecil, di gang Kancil. Melihat rumah
itu mampu mengembalikan sedikit memori. Masa-masa dimana semuanya terasa indah.
Masa-masa hidup sebagai sebuah keluarga. Kadang tidak sengaja, air matanya
sampai menetes. Sungguh dia merindukan masa-masa itu.
Kini di
rumah itu telah hidup keluarga kecil lain. Seorang laki-laki, bersama istri dan
satu anak perempuan. Sore hari seperti ini, akan terlihat laki-laki itu
menyirami tanaman. Sementara sang istri menemani putri mereka bermain. Di
halaman mungil, di depan rumah. Bahagia sekali bisa melihat kebahagian itu.
Kadang
gemerlapnya kekayaan, mampu mengikis nilai-nilai kekeluargaan.
Kusumo
menghela nafas. Hari ini hari ulang tahunnya. Sebersit sedikit harapan, kalau kini
istri dan anak-anaknya telah menunggu di rumah. Menyiapkan kejutan kecil. Mereka
bisa berkumpul lagi seperti dulu. Sebagai sebuah keluarga. Meski dia tahu
harapan itu mungkin sulit terwujud. Namun, dia akan terus berharap. Dan terus
berharap.
Mobil itu
kemudian melaju kembali. Meninggalkan lagi rumah kecil di gang Kancil, dengan segala
kenangan yang pernah ada.
My room, 1 Juli 2017
Dibuat guna mengikuti
Tantangan Nulis Kilat Storial 2
Jumat, 30 Juni 2017
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar