Jumat, 30 Juni 2017

Barbitch: Melihat Wanita Dari Sisi Berbeda


Sampai juga kita di akhir bulan Juni. Dalam rangka menutup bulan, saya akan mengajak anda kembali membahas sebuah buku. Judul bukunya, ‘Barbitch’. Buku ini membahas tentang wanita, dalam berbagai karakter dan masalah mereka. Banyak yang bilang saya kurang paham tentang wanita. Saya tidak memungkiri itu. Makanya saya membeli buku ini. Selain, karena penulisnya lahir di Denpasar, dan dia cewek Sagitarius. Nggak nyambung memang. Sengaja, hehehe...
Barbitch, whether you love her so much... Or hate her so much... Sekumpulan cerita di dalam Barbicth karya Sagita Suryoputri menampilkan kisah para perempuan dari sisi abu-abu kehidupan. Para tokohnya bercerita tentang pengkhianatan sahabat, cinta segitiga, manipulasi kekuasaan, perempuan dengan kecantikan bagai boneka, perpecahan keluarga... dan semua hal yang kadang disembunyikan masyarakat demi terjaganya stabilitas sosial dan moral. Mereka ada di sekitar kita, namun sering kita menutup mata bagi mereka. Mereka berpesta dalam entakan musik yang keras hingga tenggelam di bawah kerlip lampu warna-warni berkilauan. Di balik perjuangan demi kehidupan yang lebih baik, mereka tampil rupawan dan elok dipandang mata sekana dunia berjalan tanpa masalah. Hingga yang tersisa tinggallah pilihan: membenci atau mencintai mereka.”
Demikian isi resensi singkat, di cover belakang buku ‘Barbitch’ ini. “... menampilkan kisah para perempuan dari sisi abu-abu kehidupan.” Deretan kata itu yang membuat saya tertarik membeli buku ini. Ingin tahu saja sih ‘sisi abu-abu’ wanita itu seperti apa. Menurut saya, masing-masing wanita itu memiki keunikannya sendiri. Apapun profesinya, dan dari manapun asalnya.
Balik ke buku Barbitch. Dari covernya saja, buku ini sudah cukup menarik perhatian. Warnanya yang dominan putih, nampak cerah diterpa cahaya lampu toko buku. Ditambah gambar wanita memakai pakaian minim, sambil menutupi wajahnya dengan topeng. Menggambarkan manusia pada umumnya. Diakui atau tidak, masing-masing dari kita menutupi diri dengan topeng bukan? Kadang senyuman, bukanlah senyuman. Kadang tangisan, bukanlah tangisan. Dan kadang tanpa ekspresi, justru adalah sebuah ekspresi.
Hanya memiliki 178 halaman, buku ini tergolong cukup tipis. Di dalamnya hanya ada 9 cerpen, yang kesemuanya berkisah tentang wanita, dengan problematika mereka masing-masing. Buku ini diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, di tahun 2013.
Di cover belakang ada kode 18+, yang berarti buku ini miliki batasan tegas untuk pembacanya. Memang benar. Setelah saya membaca isinya, memang memaparkan kehidupan malam, alkohol, obat-obatan terlarang dan seks bebas, secara gamblang. Sungguh sebuah gambaran dunia yang keras. Dimana wanita sebagai tokoh utamanya.
Misalnya cerpen yang berjudul BFF. Istilah BBF ini sendiri berarti Best Friend Forever. Bisa pula berarti Best F*cking Friend. Dalam cerpen BBF, kedua hal ini punya batasan yang sangat tipis. Cerpen ini berkisah tentang persahabatan Bram dan Raya. Mereka bersahabat sejak kecil. Keduanya sempat berpisah, namun tidak sengaja bertemu lagi. Mereka masing-masing memiliki hidup yang unik. Apapun yang terjadi, mereka pasti akan selalu kembali ke satu sama lain. Ibarat mereka berlayar sendiri-sendiri, namun akhirnya selalu berlabuh di tempat yang sama. Mungkin begitu analogi yang pas. Bram tahu segala hal tentang Raya, pun demikian sebaliknya. Bahkan Raya lebih sering menghabiskan waktu di kamar Bram, ketimbang di kamarnya sendiri. Mereka kerap saling berbagi cerita. Dari soal keluarga, sahabat, sampai ke ‘teman tidur’. Hingga waktu menumbuhkan benih cinta di hati Bram. Cinta yang menimbulkan dilema. Dikarenakan Raya yang terus bersikukuh, kalau persahabatan itu tidak boleh dirusak oleh cinta. Romantika unik dua sahabat ini, sangat menarik untuk diikuti. Percaya deh.
Ada pula cerpen yang berjudul ‘Stranger in My Bed’. Berkisah tentang tokoh ‘Aku’, yang tidak disebutkan namanya. Tokoh Aku ini memiliki 25 kisah cinta, bersama laki-laki yang berbeda. Di dalam cerpen ini, dia membagi kisahnya bersama laki-laki kedelapan, kesembilan, kesepuluh, keempat belas, kedua puluh, dan diakhiri kembali bersama laki-laki pertama. Bagaimana sebuah pertemuan, yang selalu saja diakhiri dengan perpisahan. Diwarnai pula dengan tambahan bumbu-bumbu romansa, dan seksualitas di dalamnya. Bagaimana perbedaan karakter antara laki-laki satu dengan yang lainnya. “Sampai akhirnya yang tersisa hanyalah Aku, sebungkus rokok, dan sebotol vodka. Menunggu datangnya laki-laki kedua puluh enam, bersama sebuah harapan akan kebahagian”.
Ketujuh sisa cerpen lainnya, antara lain mengambil judul: Barbitch, Lipstik Merah Tua, Kakak, Pesta, Pantas, Bara Pati, dan Kucing. Khusus untuk ‘Kucing’ saya sangat suka dengan alurnya. Mengisahkan kalau karma itu ada dalam hidup. Karma is a b*tch, kalau kata orang-orang sono.
Dari kumpulan cerpen ini, kita bisa tahu kalau hidup itu tidak mudah. Menjadi wanita itu tidak mudah. Bagi saya sendiri, membaca buku ini memberi perspektif berbeda. Selain tentu hiburan dan perenungan. Untuk menghargai wanita, entah apapun peran dia dalam cerita kehidupan anda.
Penutup, selamat membaca bila kebetulan buku ini ada di tangan anda.

Denpasar, 30 Juni 2017

#NulisRandom2017 #NulisBuku

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar