Selasa, 06 Juni 2017

3-Some: Dua Lelaki, Satu Perempuan


Pada kesempatan ini saya akan mengajak anda ber-threesome. Eh, jangan berpikir yang nggak-nggak dulu. Bukan threesome yang itu, beneran bukan. Ini adalah tentang sebuah buku, yang judulnya ‘3-Some’. Saya tidak akan nyalahin kalau tadi anda sempat berpikir sedikit ‘nakal’, karena saya pun tadinya begitu. Saat melihat buku ini di rak toko, fantasi saya sempat terpancing. Saya tidak munafik, saya lelaki normal. Pintar juga penulis buku ini memilih judul, pikir saya waktu itu.
Singkat cerita, saya bawa buku ini ke kasir. Saya bayar dan saya bawa pulang. Begitu terbebas dari plastik pembungkus, saya langsung mengecek kondisi buku secara fisik. Sebuah kebiasaan lama begitu dapat buku baru. Sampul depan dan belakang dominan berwarna coklat tua. Terdiri atas 229 halaman. Diterbitkan oleh PT. Elex Media Komputindo, Kompas Gramedia, di tahun 2012.
Pada sampul depan, tertulis pula sub judul: “2 Lelaki dan 1 Perempuan berkolaborasi, demi 21 kisah ini.” Sesuai dengan sub judul tersebut, buku ini memang sebuah kompilasi cerita pendek (cerpen). Ditulis oleh tiga penulis, yaitu: @hendriyulius, @joeandrianus, dan @nunkiehanda. Satu lagi keunikan dari buku ini. Penulisnya memakai sosial media mereka. Lumayan kan buat nambah followers. Demikian pula ketika mereka menggambarkan diri sendiri di belakang buku. Mereka memakai kata-kata yang memancing senyum.
Setelah saya cek, ternyata di dalam buku ini memang ada 21 judul cerpen. Seluruh tulisan cerpen ini terbagi ke dalam 9 kamar, begitu istilah yang dipakai penulisnya. Masing-masing mengangkat sub judul yang berbeda-beda. Misalnya, kamar #0 diberi sub judul “Ocehan Tiga Insan Setengah Waras”, kamar #1 -“Cerita di Balik Hujan, kamar #2 -“Kawin Bukan Berarti Menikah, Menikah Bukan Berarti Kawin, dan sub-sub judul lainnya yang menggelitik. Cukup menarik dari penilaian saya pribadi, sebagai pembaca ala kadarnya.
Lebih menarik lagi saat membaca resensi singkat penulis di sampul belakang. “21 kisah berlatar urban di buku ini, selama ini tertimbun dalam hiruk-pikuk dan kesibukan kota. Cerita-cerita yang selalu dianggap tabu, lantaran berkisah tentang hubungan cinta yang sembunyi-sembunyi, pertanyaan mengenai pernikahan, hubungan one night stand, perselingkuhan menggelora, rahasia para perempuan kota, dan kisah-kisah lain yang selama ini hanya tersimpan di balik ranjang.”
Pada paragraf berikutnya. “Diperlukan keberanian tersendiri untuk menuliskannya. Hubungan cinta yang kadang berakhir dengan tawa dan tangis, juga keberanian untuk menelanjangi diri sendiri.”
Uuhh, sungguh deretan kata penuh ‘provokasi’ dan memancing ‘imajinasi’ bukan? Bagaimana tidak bikin pengen membawanya ke kasir coba? Itu baru resensi singkat saja. Setelah membaca satu per satu cerpen di dalam buku ini, ‘imajinasi’ anda akan makin terpancing. Cara penyajian tulisan dan bertutur yang cerdas menurut saya.
Misal kita ambil satu cerpen sebagai referensi. Sebuah cerpen yang berjudul Cerita Suatu Pagi, di halaman 57. Cerpen ini dibuka dengan paragraf: “Pagi ini aku terdiam. Diam karena tersiksa gelisah yang menguak hatiku yang kosong lalu meradang ngilu, menyerang, dan menjalar di seluruh tubuh. Ketika semuanya berakhir, hanya rasa hampar tersisa dari sebuah cerita lalu. Cerita yang membawaku pada suatu pagi yang suram di Pulau Bali.”
Sesuai paragraf pembukanya, cerpen ini memang mengambil latar pulau Bali. Ubud, Jimbaran dan Kuta, tepatnya. Tokoh utamanya sendiri bukanlah orang Bali. Dia adalah perempuan dari Ibukota, yang datang ke Bali dengan sebuah luka di hatinya. Entah kebetulan atau takdir, dia bertemu lelaki Bali, bernama Oka. Di Pulau Dewata cinta keduanya lalu bersemi. Bukan sebuah kisah cinta yang mudah. Cinta yang terbentur budaya, tradisi dan kasta. Sebuah fenomena cinta yang umum terjadi di Indonesia. Sebuah negara yang terdiri atas beragam suku dan agama. Akankah cinta mereka bersatu di akhir cerita?
Kita ambil satu lagi cerpen sebagai referensi. Sebuah cerpen yang berjudul XXX, di halaman 73. Cerpen ini dibuka dengan paragraf: “Setelah sekian lama tubuh mereka merapat. Setelah sekian lama nafas mereka berbenturan satu sama lain. Setelah sekian lama lidah mereka saling bersilangan mengirim sinyal-sinyal yang membuat keringat bergulir. Setelah sekian lama hati mereka bertautan menikmati malam yang dingin. Setelah mereka berdua tersadar dari mabuk kepayang yang menyelimuti otak, akhirnya mereka harus menyelesaikannya. Harus melepaskan pelukan sebelum pelukan itu akan semakin bertambah erat. Harus segera beranjak dari atas ranjang. Harus merasakan perihnya kehilangan. Harus segera berpisah sekarang juga.
Uuhh, bikin pengen baca lanjutannya kan? Cerpen XXX ini berkisah tentang tiga orang manusia. Mereka adalah: Xeno, Xelly dan Xanisse. Dikisahkan Xeno dan Xelly adalah dua orang yang terikat tali pernikahan. Bagaimana dengan Xanisse? Dalam kisah ini dia berperan sebagai orang ketiga. Tiga orang dalam satu perkawinan? Oh, pasti rumit dong jadinya. Akan jadi makin rumit saat muncul orang keempat. Setiap orang akan mulai saling menyimpan rahasia. Rahasia satu yang menutupi rahasia lainnya. Demikian seterusnya. Sebuah fenomena di dunia perkawinan dewasa ini, bukan? Entah anda akui, atau tidak.
Kembali ke penilaian awal, bagi saya kumpulan cerpen di buku ini memang cukup menarik dan unik. Menggelitik fenomena kekinian, yang sedikit orang berani mengulik. Sedikit nakal, tapi tetap masuk di akal. Buka-bukaan, tapi tetap sopan. Membahas juga cinta dari sudut pandang yang berbeda. Sebagai sebuah bahan bacaan ringan, namun berbobot, tentu buku ini sangat bisa saya rekomendasikan.
Bagi anda yang pernah membaca buku ini, mungkin anda sependapat dengan saya atau mungkin berbeda. Tidak apa-apa, itu hak anda. Bagi anda yang belum membaca buku ini, silakan dibaca dan rasakan sendiri bagaimana sensasi dari 3-Some.

Denpasar, 6 Juni 2017
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar