Liga
Champion musim 2016/2017 akhirnya tiba di titik akhir. Dua tim terbaik bertemu
di partai puncak. Mereka adalah Real Madrid dari Spanyol, dan Juventus dari
Italia. Millenium Stadium, Cardiff, Wales, menjadi saksi bisu dahsyatnya laga
ini. Sebuah laga, yang apapun hasilnya, akan menciptakan rekor baru di dunia
sepak bola.
Real
Madrid (Madrid) datang ke Cardiff dengan status sebagai juara Liga Spanyol, dan
sekaligus juara bertahan. Bila tampil sebagai juara, maka Madrid akan jadi klub
pertama yang memenangi ‘si kuping besar’ secara back to back (dua kali berturut-turut). Sebuah rekor yang belum
pernah dicetak klub manapun di dunia, sejak kompetisi ini berganti format. Juventus
(Juve) pun datang dengan tidak kalah mentereng. Mereka datang dengan status
sebagai juara Liga Italia, dan juga Coppa Italia. Kalau Juve menang, maka untuk
pertama kalinya mereka akan mencetak treble
(memenangi tiga kompetisi), dalam satu musim. Pencapaian yang luar biasa tentu
bagi Juve, karena tercatat hanya 8 klub dunia yang bisa melakukan itu. Maka
banyak pihak menyebut ini sebagai pertarungan para pemenang. The true Final.
Para pecinta bola beramai-ramai memberikan prediksi mereka. Madrid
akan juara, karena punya lini serang yang mumpuni. Juve akan juara, karena punya
lini pertahanan solid. Kedua pendapat itu tidak salah. Statistik memang membuktikan
demikian. Madrid sejak penyisihan grup sudah mencetak 26 gol. Terbanyak dari
seluruh klub peserta Liga Champion, musim ini. Di lain sisi, Juve sejak penyisihan
grup baru kebobolan 3 gol saja. Terminim dari seluruh klub perserta. Kini
menjadi pertanyaan adalah, “Klub mana yang akan keluar sebagai juara? Klub
dengan serangan terbaik? Atau klub dengan pertahanan terbaik?”
Saya pun
memiki pertanyaan yang sama dalam hati. Saya memang bukanlah fans dari kedua
klub tersebut. Saya adalah fans dari Manchester United (MU), tapi nggak
fanatik-fanatik banget sih. Tetap saja saya menonton klub-klub lain bertanding.
Intinya saya adalah fans dari sepak bola indah dan seru. Sesuatu yang tidak
saya dapat dari menonton MU, beberapa musim terakhir. Nah wajar dong kalau saya
nungguin laga final di Cardiff ini.
Jaminan bakal seru, pikir saya.
Ternyata
pikiran saya tidak salah. Baru 8 menit pertandingan berjalan, Juve sudah
melepas dua tendangan on target. Keylor
Navas, kiper nomor 1 Madrid, harus berjibaku sangat dini. Walau terus diserang,
ternyata Madrid-lah yang mencetak gol pertama. Tendangan Cristiano Ronaldo,
yang jadi sedikit berbelok karena terkena kaki Leonardo Bonucci, menghujam
keras ke gawang Gianluigi Buffon. Gol ini terjadi di menit ke-20. Gol yang
diawali oleh sentuhan satu dua yang cantik, antara Ronaldo dan Dani Carvajal.
Juve pun langsung
merespon cepat dengan menyerang balik. Hasilnya di menit ke-26, sebuah gol
balasan Juve tercipta. Tentangan setengah salto Mario Mandzukic, gagal dihalau
oleh Navas. Gol yang merupakan umpan dari Gonzalo Higuain. Gol yang sangat
indah menurut penilaian saya. Berdecak kagum saya dibuatnya. Keren!
Babak
pertama pun ditutup dengan skor sama kuat 1-1. Wih, ada peluang menang nih si
Juve, pikir saya. Sesuai prediksi awal. Terlihat soalnya kekuatan keduanya
berimbang. Ambil camilan, kriuk-kriuk...
Ambil kopi, sruuupp...
Memasuki
babak kedua, saling serang masih terjadi. Hanya saja, di awal-awal Juve
terlihat lebih melambatkan tempo. Sedikit bermain bertahan, dan sesekali
menyerang balik. Ya ciri khas tim italia-lah. Strategi ini cukup berhasil
sampai di menit ke-60. Sebuah tentangan dari luar kotak penalti oleh Casemiro,
berbelok arah terkena kaki Sami Khedira. Bola jadi meluncur deras di pojok
kanan bawah gawang Buffon. Suasana di dalam lapangan langsung berubah seketika.
Juve keluar menyerang, berusaha mengejar defisit gol. Naasnya justru Madrid
yang menambah gol. Terjadi di menit ke-64. Dari sebuah skema serangan balik
cepat, Luka Modric memberi umpan silang dari sisi kanan lapangan. Umpan matang ini
langsung disambar oleh Ronaldo, yang ada di tiang dekat. Ronaldo pun kembali mencetak
namanya di papan skor, untuk kali kedua.
Pasca gol
kedua Ronaldo ini, skema permainan Juve terlihat berantakan. Paling tidak dari
sudut pandang saya, sebagai penonton awam. Mereka terlihat panik, dan alur bola
mereka jadi kacau. Derita Juve semakin bertambah, saat kartu kuning kedua dilayangkan
untuk Juan Cuardado. Hukuman kartu diberikan karena Cuardado melanggar Sergio
Ramos. Sebuah kesalahan wasit yang fatal, menurut saya. Dari tayangan ulang
terlihat Ramos terjatuh tanpa ada sentuhan berarti dari Cuardado. Oke ada
sedikit dorongan, tapi apa musti terjatuh sedramatis itu? Apa mau dikata, drama
Ramos berhasil, Juve bermain dengan 10 orang mulai menit ke-84.
Insiden
antara Ramos dan Cuardado, umumnya sih terjadi di laga El Clasico, di Spanyol.
Insiden berbau ‘kenakalan’ pemain matang. Salah satu strategi, guna mengurangi
kekuatan lawan. Juve rupanya terpancing dengan strategi ini. Entah harus saya
puji atau caci. Ibarat politik, cara ini adalah sebuah cara yang kotor. Sebuah ‘kejahatan’
yang ‘brilian’. Namun, di sisi lain kejahatan tetap adalah sebuah kejahatan. Demikianlah
hidup, yang jahat kadang bukanlah yang dihukum. Terjadi pula di sepak bola. Kadang
kita hanya bisa menghela nafas, dan menerima kenyataan ini.
Pengen nge-lempar
mug kopi rasanya, tapi kok sayang. Habis
mahal sih. Ya sudah lanjut nonton, sambil ngedumel...
Melawan klub
superior macam Madrid, dengan hanya 10 pemain, bisa ditebak hasilnya. Gawang
Juve harus bobol (lagi), untuk keempat kalinya. Pelakunya adalah Marco Asensio.
Umpan tarik Marcelo pada menit ke-90, berhasil ia konversi menjadi gol. Sakit
nggak sih? - sambil megangin jantung. Saya yang bukan fans aja sakit. Nah sakitnya
lagi, Asensio ini belum lama ada di dalam lapangan. Dia baru masuk sekitar
menit ke-86. Komplit deh.
Babak
kedua ditutup dengan kemenangan Madrid, dengan skor 4-1. Sebuah kemenangan yang
ada diluar espektasi saya. Andai saja Juve bisa bermain dengan sedikit lebih
sabar, seperti ketika melawan Barcelona, mungkin hasilnya tidak akan semencolok
itu. Tapi yah nasi sudah menjadi lontong. Di akhir sebuah kompetisi pasti akan ada
yang menang, ada yang kalah. Musti diterima, apapun hasilnya.
Pemenang
sudah ditetapkan. Madrid mengangkat ‘si kuping besar’ untuk ke-12 kalinya. Sebuah
rekor baru tercipta. Rekor yang mungkin tidak akan bisa disamai oleh klub
manapun di dunia. Paling tidak selama satu dekade ke depan. Salut.
Sekali
lagi selamat untuk Madrid. Sampai bertemu MU di Piala Super Eropa, tanggal 9
Agustus 2017. Rencananya sih akan digelar di Philip Il Arena, Skopje,
Makedonia. Pukul 01.45 WIB. Bakal seru nih kayaknya. Bakal ada yang ketemuan
sama mantan soalnya. Cieee…
Denpasar, 4 Juni 2017
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar