Pesta
Kesenian Bali (PKB) kini sudah berumur 39 tahun. Sebuah usia yang cukup stabil,
untuk sebuah ajang tahunan. Ajang kesenian terbesar di Bali ini, selalu rutin
diadakan setiap bulan Juni dan Juli. Sudah menjadi hukum alam, kalau sesuatu
yang rutin lama-lama bikin jenuh. Hal ini sepertinya dialami pula oleh PKB. Menurut
pendapat saya pribadi sih. Kalau disuruh menulis tentang PKB saya suka bingung. Ini
apalagi yang musti ditulis? Apalagi yang unik buat di kulik?
Tahun ini
PKB ke-39 mengangkat tema Ulun Danu: Melestarikan Air Sumber Kehidupan. Saya
suka banget nih temanya. Soalnya saya suka main air, suka basah-basahan. Wajar
saya antusias menunggu ajang PKB tahun ini. Sayangnya, hampir dua minggu
pelaksanaan PKB, tidak ada nuansa air yang tersaji. Mungkin ada beberapa
pementasan yang mengangkat tentang air, namun itu tidak terlalu signifikan. Keluar
dari tema? Silakan anda menilainya sendiri.
Kembali
ke soal kejenuhan. Ajang PKB ini ibarat orang pacaran selama 10 tahunan. Sudah tahu
luar dalem, sampai ke dalem-dalemnya. Sudah tahu bapak-ibu dia, paman-bibi dia,
nenek-kakek dia, sampai ke tetangga-tetangga dia. Mau menikah, tapi kok belum
siap. Mau terus pacaran, tapi kok bosen. Mau putus, tapi kok masih sayang. Kebayang
kan rasanya?
Mari kita
analogikan ke ajang PKB. Kita sudah ‘pacaran’ dengan PKB selama 39 tahun. Sudah
kenal sama Art Centre luar dalem, sampai ke dalem-dalemnya. Sudah tahu panggung
dia, ruang pameran dia, tempat parkir dia, sampai ke toilet-toilet dia. Mau
dipindahin ke Daerah lain, tapi kok belum siap. Mau terus diadain di Art
Centre, tapi kok bosen. Mau tidak diselenggarain lagi, tapi kok masih sayang.
Ya begitulah rasa yang timbul terhadap ajang PKB ini.
Menurut saya pribadi sih, ini
kalau boleh ngasih saran yah. Ajang PKB ini butuh sentuhan jiwa muda. Butuh
kreatifitas dan ide-ide segar. Coba misalnya, pada satu kesempatan sebagai pilot project, penyelanggaraan ajang PKB
dilelang. Pihak di luar Pemerintahan diberikan kesempatan untuk mengajukan
proposal, tentang konsep PKB baru yang mereka miliki. Nantinya pemenang akan
menjadi event organizer, yang bekerja
sama dengan Dinas Kebudayaan. Lelang dilakukan secara terbuka untuk umum.
Dijamin ide dan konsep baru akan bermunculan. Yah, namanya juga ide kan? Boleh
diterima, boleh dibuang di tempat sampah.
Ada lagi
nih ide iseng, agar ajang PKB lebih menarik. Yaitu membuat ajang-ajang kecil
yang terkoneksi dengan ajang besar PKB. Ajang PKB tetap terpusat di Art Centre,
dengan ajang-ajang kecil ini diadakan di luar Art Centre sebagai pendukung.
Konsepnya tetap seni budaya Bali, dan masuk ke dalam jadwal ajang PKB. Misalnya:
belajar menari Bali, sekali seminggu, diadakan di Kampus ISI Denpasar. Belajar
megeguritan, seminggu sekali, diadakan di Museum Bali. Belajar melukis,
seminggu sekali, diadakan di Bajra Sandhi Renon. Dan kegiatan-kegiatan berbau
seni lainnya. Semuanya tetap diselenggarakan gratis. Lumayan kan buat
menumbuhkan ketertarikan generasi muda pada seni budaya Bali. Tidak hanya anak muda
Bali, mungkin warga ekspatriat juga
akan tertarik. Mumpung mereka libur kan? Sekali lagi, ini cuma sekedar ide
iseng.
Menurut
saya sih, kunci mengembalikan lagi pamor PKB adalah: kreatifitas, ide-ide segar
dan partisipasi masyarakat. Selain peningkatan kesejahteraan pekerja seni,
pastinya. Karena pekerja seni adalah kunci sebenarnya dari keberlangsungan seni
budaya Bali.
Saran
saya sih, tetaplah datang berkunjung ke PKB. Bagaimana pun ajang PKB adalah
milik kita bersama. Nikmatilah segala kelebihan dan kekurangannya. Kalau bukan
kita yang mencintainya, lalu siapa lagi?
Kok
tulisannya sedikit? Yah seperti saya bilang tadi diawal. Disuruh nulis tentang
PKB itu bikin bingung. Ada saran saya musti nulis apa lagi tentang PKB ini?
Saya terbuka kok menerima saran dan pendapat. Menerima kritik dan kripik pedas
juga, asal nggak pedas-pedas amat. Takut sakit perut hehehe...
NB.
Pernah sebelumnya 2016 saya menulis keluh kesan tentang PKB, silahkan baca
disini.
Denpasar, 25 Juni 2017
#NulisRandom2017 #NulisBuku
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar