Jumat, 17 Februari 2017

Pendamping Hidup


Mumpung kita lagi ada di bulan (yang katanya) penuh cinta, saya akan menulis tentang cinta. Tentang pendamping hidup (jodoh) sih tepatnya. Sebuah tulisan singkat. Ide tulisan ini muncul dari hasil menonton tiga buah film, yaitu A Beautiful Mind, A Beautiful Life dan The Theory of Everything. Ketiga film ini menampilkan tiga orang sosok wanita yang luar biasa. Wanita luar biasa yang mendampingi si tokoh utama pria, dengan segala kekurangannya.
Film A Beautiful Mind dibintangi oleh Russell Crowe dan Jennifer Connelly. Mengisahkan tentang seorang matematikawan John Nash, peraih nobel dalam bidang ilmu ekonomi pada tahun 1994. Dia adalah seorang matematikawan jenius tetapi tak simpatik dan agak apatis. Dimulai ketika dia bersekolah di Princeton dengan mendapat beasiswa Carniege. John Nash merupakan mahasiswa yang unik, tidak menyukai perkuliahan dan suka membolos. Menurutnya berkuliah hanya membuang waktu, mengekang kreativitas seseorang, dan membuat otak menjadi tumpul. Nash lebih suka berada di luar kelas demi mendapatkan ide orisinil untuk gelar doktornya. Di lain sisi Nash mengidap penyakit gangguan jiwa skizofrenia, yaitu suatu gangguan jiwa yang penderitanya tidak bisa membedakan antara halusinasi dan kenyataan. Penyakit ini terus saja membayangi kehidupan Nash, sampai dia bertemu dengan Alicia Larde, mahasiswinya, dan kemudian menikah. Bukannya sembuh, penyakit Nash ini justru semakin memburuk. Disinilah peran Alicia Larde, sebagai pendamping hidup Nash diuji. Benar-benar diuji.
Film A Beautiful Life adalah sebuah film Mandarin, yang dibintangi oleh Shu Qi dan Liu Ye. Disutradarai oleh Andrew Lau, film berkisah seputar tokoh Fang Zhendong, seorang polisi yang bertemu dengan seorang agent real estate yang cantik bernama Li Peiru. Pasca pertemuan ini keduanya menjadi akrab dan saling jatuh cinta. Kisah cinta mereka diliputi banyak masalah. Dari Li yang kehilangan pekerjaannya, sampai Fang yang dipecat dari kepolisian. Namun, semua masalah tersebut tidak menghalangi mereka untuk menikah. Setelah menikah masalah hidup justru semakin menjadi-jadi mendera mereka. Tuhan seakan-akan tidak henti-hentinya menguji mereka. Ditambah lagi Fang yang dikisahkan menderita penyakit cerebrovascular dementia. Penyakit ini membuat Fang menjadi seorang yang pelupa, atau lebih tepatnya mengalami short time memory lost. Semuanya seakan menjadi buruk, dan terus memburuk. Disinilah peran Li Peiru, sebagai pendamping hidup Fang diuji. Benar-benar diuji.
Sedangkan film The Theory of Everything dibintangi oleh Eddie Redmayne dan Felicity Jones. Film ini adalah sebuah film drama biografi Inggris yang disutradarai oleh James Marsh, dan diadaptasi oleh Anthony McCarten dari memoir Travelling to Infinity: My Life with Stephen karya Jane Wilde Hawking. mengisahkan tentang hubungannya dengan mantan suaminya, fisikawan teoretikal Stephen Hawking. Tentang Stephen yang didiagnosisnya penyakit neuron motornya, dan kesuksesannya dalam bidang fisika. Kisah film ini dimulai dari perkenalan Jane dan Stephen semasa muda, dimana saat itu sang suami masih sehat secara fisik. Perlahan pasca pernikahan mereka, kondisi fisik Stephen terus menurun sampai akhirnya berujung di kursi roda. Namun, hal ini tidak menyurutkan niat dirinya untuk terus berkarya di bidang ilmu fisika. Disinilah peran Jane Wilde, sebagai pendamping hidup Stephen diuji. Benar-benar diuji.
Seperti telah saya tuliskan diawal, ketiga film ini mengisahkan tentang tiga wanita, pendamping hidup yang luar biasa. Silakan lebih lengkapnya anda tonton sendiri filmnya, anda tidak akan kecewa. Ditengah segala persoalan hidup yang datang mendera, silih berganti, ketiga wanita ini tetap setia mendampingi sang suami melawan semua masalah hidup. Hebatnya lagi dua dari film ini, yaitu A Beautiful Mind dan The Theory of Everything merupakan kisah nyata (biografi). Artinya wanita-wanita yang dikisahkan ini benar-benar ada dan nyata, bukan hanya fantasi semata. Oke, mungkin tokoh Jane Wilde akhirnya berpisah dari suaminya, namun itu tidak menyurutkan kisah cinta mereka sampai akhir hayat Stephen menjelang. Kisah ketiga wanita ini membuat saya bertanya-tanya, apakah selain mereka masih ada tokoh wanita hebat lain di luar sana? Apakah pendamping hidup saya, kalau saatnya tiba, akan seperti mereka?
Kita lahir ke dunia sendiri dan mati pun akan sendirian. Suka tidak suka, mau tidak mau, anda pasti mengakui kebenaran dari konsep ini. Itulah proses lahir dan mati. Namun, hidup ini tidak hanya soal lahir dan mati. Diantara tahapan lahir dan mati adalah hidup yang sesungguhnya. Setiap manusia memiliki durasi hidup mereka masing-masing. Ada yang singkat, ada pula yang panjang. Setiap manusia juga memiliki beban hidup mereka masing-masing. Memiliki masalah mereka masing-masing. Kemudian diluar konsep tadi ada konsep lain, dimana kita lahir tidaklah sepenuhnya sendirian. Menurut ‘mitos’ sih katanya (iya katanya nih), setiap manusia itu lahir berpasang-pasangan. Tuhan telah memberi kita pasangan yang akan menemani kita sepanjang hidup kita. Belahan jiwa kita, jodoh kita. Saya sendiri sih belum percaya. Paling tidak, mungkin sampai saya menemukan ‘belahan jiwa’ saya sendiri. Kalau boleh berharap (iya kalau boleh sih), saya ingin sekali memiliki pasangan hidup seperti ketiga tokoh wanita dalam film tersebut diatas. Tokoh wanita yang luar biasa. Tokoh wanita yang mampu tegar, bersama saya menghadapi kisah hidup saya yang pasti tidaklah mudah.
Yah, namanya berharap boleh saja kan? Saya belum sih bisa menuliskan pasangan hidup seperti apa yang nantinya akan saya dapatkan. Sampai nanti saya bertemu dengan dirinya, saya tutup sementara tulisan ini. Untuk nantinya saya lanjutkan di lain kesempatan. Wish me luck for my future wife, in the future. To be continued, and Happy Valentine Day...
.
Tanjung Bungkak, 14 Februari 2017
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar