Minggu, 26 Agustus 2018

Happiness: Saat Anak Tidak Menjadi Dirinya


Happiness
Satu lagi buku yang selesai saya baca. Sebuah novel, yang berjudul Happines. Saya menemukan novel ini ditengah belantara novel-novel di Gramedia. Kenapa saya tertarik dengan novel ini? Karena harganya, iya harganya. Di antara ratusan, mungkin ribuan novel-novel seharga 55.000,- rupiah ke atas, Happiness dilabeli harga 20.000,- rupiah. Iya, dua puluh ribu rupiah. Anda tidak salah baca. Padahal waktu itu lagi tidak ada diskon. Saya sendiri tidak percaya. Sampai-sampai saya konfirmasi ulang kepada salah satu penjaga. Saya tidak salah baca, memang dua puluh ribu rupiah. Happiness berarti kebahagian. Tentu tak ada salahnya, membeli kebahagian seharga dua puluh ribuan, kan?
Setahu saya, harga sebuah novel terdiri dari banyak variabel. Selain royalti untuk penulis, harga sebuah buku kadang dibebankan biaya editing, biaya layout, biaya ISBN (international standard book number), biaya cetak (tergantung ketebalan dan jenis kertas), dan mungkin juga termasuk biaya produksi. Banyak hitung-hitungan deh pokoknya, yang saya juga tidak sepenuhnya begitu paham. Mengingat saya belum pernah bergelut dengan dunia penerbitan. Wong, karya saja belum punya hahaha...
Nah, dengan harga ‘cuma’ 20.000,- rupiah, saya jadi kepikiran berapa sih yang didapat penulis novel Happiness ini? Fakhrisina Amalia, namanya. Tentu harus ada biaya yang dipangkas, agar bisa dapat laba dengan harga ‘semurah’ itu. Awalnya saya pikir lebih ke kualitas kertas, tapi setelah membuka bungkus plastik novel ini saya kaget. Kualitas sampul dan kertasnya bagus sekali. Termasuk kualitas dari cetakan tintanya. Jelas, tidak kabur, dan tidak blobor. Dalam hati, saya berharap uang yang saya bayar ke kasir cukup bagi penulisnya. Karena, saya tahu menulis novel itu tak mudah. Berkali-kali saya mencobanya, dan selalu gagal. Maka dari itu, saya selalu menghargai setiap novel yang saya baca. Menulis novel adalah sebuah perjuangan.
Dari kata pengantar penulisnya, tergambar kalau novel ini terbit lewat sebuah kompetisi menulis. Young Adult Realistic Novel, oleh Ice Cube, kalau tidak salah. Semoga tidak salah. Apa ini yang jadi penyebab novel ini bisa dijual ‘murah’? Mengingat penerbit biasanya menghargai sebuah karya lewat dua cara, royalti dan jual putus (flat). Mungkin novel ini memakai cara kedua. Duh, beneran penasaran saya saya harganya. Buku ini diterbitkan oleh PT. Gramedia, dimana buku yang saya pegang adalah cetakan pertama, tahun 2015. Punya jumlah halaman isi setebal 222 lembar. Sungguh tidak tipis, untuk ukuran novel seharga dua puluh ribuan.
Oke, cukup basa-basinya. Mari kita bahas hal esensial dari sebuah novel. Alur ceritanya. Novel Happiness punya alur cerita yang sangat baik. Dari gaya bertuturnya, sepertinya saat karya ini ditulis, sang penulis masih duduk di awal-awal bangku perkuliahan (ini asal nebak saja, sok-sok jadi paranormal...). Gaya bertuturnya terasa benar-benar anak muda banget.
Novel ini bercerita tentang Ceria Dandelia. Seorang gadis remaja yang sedang mencari jati diri. Ceria tumbuh dalam keluarga yang sangat cerdas dalam hitung-menghitung. Ayahnya lulusan akuntansi, ibunya seorang dosen matematika, dan sang kakak mahasiswa teknik arsitektur. Tidak seperti keluarganya, angka adalah ‘kripton’ bagi Ceria. Dia sangat lemah saat berhadapan dengan angka, rumus dan hitungan. Di sisi lain, orang tua berharap Ceria mengikuti langkah mereka. Ditambah Ceria selalu dibanding-bandingkan dengan Reina, anak dari tetangga mereka. Yang parahnya, juga merupakan teman sekelas Ceria. Padahal passion Ceria ada di bidang bahasa atau pariwisata. Demi membahagiakan kedua orang tuanya, Ceria pun masuk kelas MIPA di SMA, dan jurusan Matematika saat kuliah. Orang tua pun Ceria bahagia. Namun pertanyaannya kini, apakah Ceria juga bahagia?
Novel ini sangat baik dibaca untuk anda, yang kini memiliki anak yang akan beranjak remaja. Ini memang sebuah buku dengan kategori remaja, tapi ceritanya justru musti dibaca oleh para orang tua. Kadang kala orang tua, secara tidak sadar, memaksakan ‘mimpi’ mereka kepada sang anak. Orang tua ingin anak menjadi dokter, hakim, pengusaha, dosen, dan profesi-profesi ‘bergengsi’ lainnya. Semata-mata agar bisa dibanggakan kepada orang tua lain. Padahal sang anak sendiri sebenarnya tidak cocok ada di bidang tersebut. Belum lagi image pandai hitung-hitungan, kerap menjadi tolak ukur apakah anak itu cerdas atau tidak. Bila anak pintar menggambar, berbahasa, menulis, olah raga, maka anak tersebut tidaklah cerdas. Pola pikir ini sudah kadung mengakar, di kalangan orang tua Indonesia. Sehingga anak jadi tertekan, hanya demi mengikuti ‘mimpi’ orang tua mereka. Saat anak tidak menjadi dirinya.
Tanpa ada niat untuk menggurui, novel ini seperti mengajak kita sejenak merenung. Pernahkah anda, para orang tua, memberikan ‘sedikit’ ruang kepada anak untuk berkembang? Berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya? Menjadi apa yang mereka inginkan?
Dengan harganya yang ‘murah’, Happiness bukanlah sebuah novel murahan. Malahan novel ini memiliki nilai yang sangat ‘mahal’ di setiap lembarnya. Terutama bagi anda yang merasa kalau menyayangi buah hatinya. Bacalah novel ini, lalu hampiri buah hati anda. Bertanyalah kepada mereka, “Nak, nanti kalau sudah besar mau jadi apa?” Dan biarkan mereka memberi jawaban sejujur-jujurnya, tanpa penghakiman apapun. Karena, setiap anak itu memiliki keunikan mereka sendiri-sendiri.

My Living Room, 26 Agustus 2018.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar