Happiness |
Satu lagi
buku yang selesai saya baca. Sebuah novel, yang berjudul Happines. Saya menemukan novel ini ditengah belantara novel-novel
di Gramedia. Kenapa saya tertarik dengan novel ini? Karena harganya, iya
harganya. Di antara ratusan, mungkin ribuan novel-novel seharga 55.000,- rupiah
ke atas, Happiness dilabeli harga
20.000,- rupiah. Iya, dua puluh ribu rupiah. Anda tidak salah baca. Padahal waktu itu lagi tidak ada diskon. Saya
sendiri tidak percaya. Sampai-sampai saya konfirmasi ulang kepada salah satu
penjaga. Saya tidak salah baca, memang dua puluh ribu rupiah. Happiness berarti kebahagian. Tentu tak
ada salahnya, membeli kebahagian seharga dua puluh ribuan, kan?
Setahu
saya, harga sebuah novel terdiri dari banyak variabel. Selain royalti untuk
penulis, harga sebuah buku kadang dibebankan biaya editing, biaya layout, biaya
ISBN (international standard book number),
biaya cetak (tergantung ketebalan dan jenis kertas), dan mungkin juga termasuk biaya
produksi. Banyak hitung-hitungan deh pokoknya, yang saya juga tidak sepenuhnya begitu
paham. Mengingat saya belum pernah bergelut dengan dunia penerbitan. Wong, karya saja belum punya hahaha...
Nah, dengan harga ‘cuma’
20.000,- rupiah, saya jadi kepikiran berapa sih yang didapat penulis novel Happiness ini? Fakhrisina Amalia,
namanya. Tentu harus ada biaya yang dipangkas, agar bisa dapat laba dengan
harga ‘semurah’ itu. Awalnya saya pikir lebih ke kualitas kertas, tapi setelah membuka
bungkus plastik novel ini saya kaget. Kualitas sampul dan kertasnya bagus
sekali. Termasuk kualitas dari cetakan tintanya. Jelas, tidak kabur, dan tidak blobor. Dalam hati, saya berharap uang
yang saya bayar ke kasir cukup bagi penulisnya. Karena, saya tahu menulis novel
itu tak mudah. Berkali-kali saya mencobanya, dan selalu gagal. Maka dari itu,
saya selalu menghargai setiap novel yang saya baca. Menulis novel adalah sebuah
perjuangan.
Dari kata
pengantar penulisnya, tergambar kalau novel ini terbit lewat sebuah kompetisi
menulis. Young Adult Realistic Novel,
oleh Ice Cube, kalau tidak salah. Semoga tidak salah. Apa ini yang jadi
penyebab novel ini bisa dijual ‘murah’? Mengingat penerbit biasanya menghargai
sebuah karya lewat dua cara, royalti dan jual putus (flat). Mungkin novel ini memakai
cara kedua. Duh, beneran penasaran saya saya harganya. Buku ini diterbitkan oleh PT.
Gramedia, dimana buku yang saya pegang adalah cetakan pertama, tahun 2015.
Punya jumlah halaman isi setebal 222 lembar. Sungguh tidak tipis, untuk ukuran
novel seharga dua puluh ribuan.
Oke,
cukup basa-basinya. Mari kita bahas hal esensial
dari sebuah novel. Alur ceritanya. Novel Happiness
punya alur cerita yang sangat baik. Dari gaya bertuturnya, sepertinya saat
karya ini ditulis, sang penulis masih duduk di awal-awal bangku perkuliahan (ini
asal nebak saja, sok-sok jadi paranormal...). Gaya bertuturnya terasa benar-benar
anak muda banget.
Novel ini
bercerita tentang Ceria Dandelia. Seorang gadis remaja yang sedang mencari jati
diri. Ceria tumbuh dalam keluarga yang sangat cerdas dalam hitung-menghitung.
Ayahnya lulusan akuntansi, ibunya seorang dosen matematika, dan sang kakak mahasiswa
teknik arsitektur. Tidak seperti keluarganya, angka adalah ‘kripton’ bagi Ceria. Dia sangat lemah saat
berhadapan dengan angka, rumus dan hitungan. Di sisi lain, orang tua berharap Ceria
mengikuti langkah mereka. Ditambah Ceria selalu dibanding-bandingkan dengan Reina,
anak dari tetangga mereka. Yang parahnya, juga merupakan teman sekelas Ceria. Padahal
passion Ceria ada di bidang bahasa atau
pariwisata. Demi membahagiakan kedua orang tuanya, Ceria pun masuk kelas MIPA
di SMA, dan jurusan Matematika saat kuliah. Orang tua pun Ceria bahagia. Namun pertanyaannya
kini, apakah Ceria juga bahagia?
Novel ini
sangat baik dibaca untuk anda, yang kini memiliki anak yang akan beranjak remaja.
Ini memang sebuah buku dengan kategori remaja, tapi ceritanya justru musti
dibaca oleh para orang tua. Kadang kala orang tua, secara tidak sadar,
memaksakan ‘mimpi’ mereka kepada sang anak. Orang tua ingin anak menjadi
dokter, hakim, pengusaha, dosen, dan profesi-profesi ‘bergengsi’ lainnya.
Semata-mata agar bisa dibanggakan kepada orang tua lain. Padahal sang anak sendiri
sebenarnya tidak cocok ada di bidang tersebut. Belum lagi image pandai hitung-hitungan, kerap menjadi tolak ukur apakah anak itu
cerdas atau tidak. Bila anak pintar menggambar, berbahasa, menulis, olah raga,
maka anak tersebut tidaklah cerdas. Pola pikir ini sudah kadung mengakar, di kalangan orang tua Indonesia. Sehingga anak jadi
tertekan, hanya demi mengikuti ‘mimpi’ orang tua mereka. Saat anak tidak
menjadi dirinya.
Tanpa ada
niat untuk menggurui, novel ini seperti mengajak kita sejenak merenung.
Pernahkah anda, para orang tua, memberikan ‘sedikit’ ruang kepada anak untuk
berkembang? Berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya? Menjadi apa yang
mereka inginkan?
Dengan harganya
yang ‘murah’, Happiness bukanlah
sebuah novel murahan. Malahan novel ini memiliki nilai yang sangat ‘mahal’ di setiap
lembarnya. Terutama bagi anda yang merasa kalau menyayangi buah hatinya.
Bacalah novel ini, lalu hampiri buah hati anda. Bertanyalah kepada mereka, “Nak,
nanti kalau sudah besar mau jadi apa?” Dan biarkan mereka memberi jawaban
sejujur-jujurnya, tanpa penghakiman apapun. Karena, setiap anak itu memiliki
keunikan mereka sendiri-sendiri.
My Living Room, 26 Agustus
2018.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar