Kemarin
malam, akhirnya saya bisa menonton film yang berjudul ‘Marlina si Pembunuh dalam
Empat Babak. Dalam bahasa inggrisnya, ‘Marlina the Murderer in Four Acts’. Saya
memakai kata “akhirnya”, karena hujan lebat diwarnai petir dan angin kencang,
berkali-kali membatalkan rencana. Habisnya bioskop yang saya pilih rada jauh
sih. Cinemaxx Lippo Mall Kuta, itu hampir satu jam perjalanan dari rumah,
tergantung situasi lalu-lintas. Kenapa musti di sana? Pengen aja, belum pernah
sih. Selain ingin merasakan bedanya dengan nonton di Cinema XXI.
Awalnya
saya ingin menonton film ‘Justice League’, karena ingin ‘bertemu’ dengan Gal
Gadot. Namun, saya batalkan setelah melihat poster wajah Marsha Timothy. Prinsip
saya, jangan pernah ngeduain wanita.
Maka saya harus pilih satu diantara dua wanita cantik ini. Gal, Marsha, Gal,
Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha... Saya pun memilih Marsha. Maaf yah Kakak Gal, janji deh nanti film ‘Wonder
Woman 2’ saya tonton. Dan maaf juga telah membuang waktu anda selama beberapa detik,
untuk membaca paragraf nggak berguna
ini hehehe...
Judul
film yang akan saya bahas ini panjang banget. Jadi untuk berikutnya saya akan singkat
jadi film ‘Marlina’ saja ya. Biar nggak pegel ngetiknya hehehe (lagi)...
Bagaimana kesan pertama setelah menonton film ini? Saya
seperti menonton sebuah pementasan teater, dalam versi layar lebar. Hal itu terlihat
dari pengaturan setting, pemenggalan
adegan demi adegan, penataan dialog yang “patah-patah”, dan permainan ekspresi
dari para tokohnya. Entah kenapa, dari keempat unsur itu saya merasa kesan
teater yang sangat kental.
Selain
itu, dalam film ini penyajian visualnya sangat keren. Pemilihan penggunaan wide angel, mampu mengekplorasi keindahan
Sumba (Nusa Tenggara Timur) dengan teramat baik. Bahkan dimulai dari adegan
pertama film ini. Sebagai seorang pengagum keindahan alam karya Yang Maha
Kuasa, mata saya terasa dimanja oleh film ini. Saya belum pernah ke Sumba, tetapi
gegara film ini saya jadi pengen ke Sumba. Bisa dibilang film ini turut bersumbangsih
untuk promosi pariwisata Indonesia.
Belum
lagi pemilihan musik, yang entah kenapa juga, kok terasa pas saja dengan tiap
adegannya. Musik instrumental, tradisional, modern, bahkan kalau tidak salah
ada musik western ala-ala koboi juga.
Ibaratnya film ‘Marlina’ adalah perpaduan yang delegan antara seni teater, seni
lukis, seni fotografi, seni musik, dan tentu seni perfilman. Salut deh sama Mouly
Surya, sang sutradara.
Lalu,
bagaimana dengan alur ceritanya? Menurut pendapat saya yang awam ini, film ‘Marlina’
punya alur yang sederhana. Datar-datar saja, tanpa twist-twist “ngagetin”. Harus
diakui, kekuatan film ini bukanlah pada alur. Sesuai judulnya, adegan utama
film ini dibagi menjadi empat babak, yaitu: Robbery
(Perampokan), The Journey (Perjalanan),
The Confession (Pengakuan), dan The Birth (Kelahiran).
Marlina (Marsha
Timothy) adalah nama seorang janda yang berjuang demi keselamatan dirinya. Suaminya
telah meninggal, begitu pula sang anak yang meninggal dalam kandungan. Terpaksa
Marlina harus hidup di tengah gurun seorang diri. Pada suatu siang, datanglah
seorang pria bernama Markus (Egi Fedly). Tujuan kedatangnya adalah untuk
merampok harta dan ternak milik Marlina, bersama enam temannya yang akan datang
menyusul. Dia pun akan menyetubuhi Marlina, apabila nanti ada waktu. Semua itu
Markus sampaikan dengan santai. Bahkan, sebelum teman-teman Markus datang,
Marlina dipaksa untuk menyiapkan makan malam.
Ingin
mempertahankan diri, Marlina mengambil sejenis biji-bijian beracun. Dimasukkan
lalu ke dalam sup ayam yang dimasaknya. Hasilnya, ketika empat orang memakannya
mereka langsung mati. Tiga orang lainnya, termasuk Markus tidak ikut mati. Dua
orang ke kota untuk menjual ternak milik Marlina, sedangkan Markus saat itu
lagi tidur. Dibangunkan untuk makan malam, birahi Markus justru muncul. Marlina
pun dipaksa untuk melayani dirinya. Ditengah perkosaan tersebut, Marlina
mengambil parang dan menebas leher Markus. Babak pertama berakhir.
Babak
kedua dimulai. Marlina nampak berjalan sambil menenteng kepala Markus. Ingin
datang ke polisi untuk melapor perkosaan yang dia alami. Di saat yang sama,
Marlina bertemu dengan Novi (Dea Panendra) yang ingin mencari suaminya. Dia
kesal ditinggal sang suami, padahal dia lagi hamil 10 bulan. Iya 10 bulan, saya
tidak salah ketik. Disini adegan dan dialog kocak mulai terjadi. Mulai dari penumpang
bus yang pada kabur saat melihat kepala Markus, seorang ibu yang tetap naik bus
meski melihat Marlina mengancam sopir dengan parang, sampai kiat-kiat ‘unik’
sang ibu ini agar Novi cepat melahirkan.
Babak
kedua juga mengisahkan dua laki-laki yang pergi ke kota, sudah balik ke rumah
Marlina. Keduanya adalah Franz (Yoga Pratama) dan Ian (Anggun Priambodo). Emosi
mereka terpicu ketika melihat kondisi teman-teman telah tewas. Maka mereka pun
memburu Marlina. Babak kedua ditutup dengan adegan Marlina menunggangi kuda,
karena bus yang semula dia tumpangi dibajak oleh Franz dan Ian.
Babak
ketiga dan keempat? Ditonton langsung dong... Saya tidak mau tulisan ini
menjadi sebuah spoiler. Ajak pacar
anda, atau teman-teman anda. Jangan nonton sendirian seperti saya... Hiks...
Kesimpulan:
apakah film ‘Marlina’ layak ditonton? Saya sendiri menilai sangat layak. Apabila
anda bukan penggemar teater, mungkin film ini akan terasa membosankan. Seperti
salah satu penonton, dua bangku di sebelah saya, yang sampai nguap-nguap. Mungkin dipaksa nonton oleh
pasangannya. Berisiklah dia kemudian buat ngilangin
ngantuk. Situasi seperti inilah yang bikin malas nonton ke bioskop. Sedang
sial, anda akan duduk di samping orang menyebalkan. Maaf curcol sedikit.
Namun,
apabila anda pencinta film berkualitas. Maka anda akan menikmati film ‘Marlina’.
Saya cari info di google, ternyata ‘Marlina’
banyak menyabet penghargaan di ajang film luar negeri. Mereka saja menghargai
film kita, kenapa kita tidak menghargai film negeri sendiri. Semoga terus
muncul sineas-sineas yang bikin film Indonesia berkualitas. Bukan asal sekedar film,
yang bikin kita mengumpat-ngumpat begitu keluar bioskop.
Seperti
biasa sebagai penutup, selamat menonton film ini. Tonton yang original, jangan bajakan. Mari (mulai) cintai
film Indonesia...
Kuta, 28 Nopember 2017
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar