Rabu, 29 November 2017

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak: Menonton Teater Di Layar Lebar



Kemarin malam, akhirnya saya bisa menonton film yang berjudul ‘Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak. Dalam bahasa inggrisnya, ‘Marlina the Murderer in Four Acts’. Saya memakai kata “akhirnya”, karena hujan lebat diwarnai petir dan angin kencang, berkali-kali membatalkan rencana. Habisnya bioskop yang saya pilih rada jauh sih. Cinemaxx Lippo Mall Kuta, itu hampir satu jam perjalanan dari rumah, tergantung situasi lalu-lintas. Kenapa musti di sana? Pengen aja, belum pernah sih. Selain ingin merasakan bedanya dengan nonton di Cinema XXI.
Awalnya saya ingin menonton film ‘Justice League’, karena ingin ‘bertemu’ dengan Gal Gadot. Namun, saya batalkan setelah melihat poster wajah Marsha Timothy. Prinsip saya, jangan pernah ngeduain wanita. Maka saya harus pilih satu diantara dua wanita cantik ini. Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha, Gal, Marsha... Saya pun memilih Marsha. Maaf yah Kakak Gal, janji deh nanti film ‘Wonder Woman 2’ saya tonton. Dan maaf juga telah membuang waktu anda selama beberapa detik, untuk membaca paragraf nggak berguna ini hehehe...
Judul film yang akan saya bahas ini panjang banget. Jadi untuk berikutnya saya akan singkat jadi film ‘Marlina’ saja ya. Biar nggak pegel ngetiknya hehehe (lagi)...
Bagaimana kesan pertama setelah menonton film ini? Saya seperti menonton sebuah pementasan teater, dalam versi layar lebar. Hal itu terlihat dari pengaturan setting, pemenggalan adegan demi adegan, penataan dialog yang “patah-patah”, dan permainan ekspresi dari para tokohnya. Entah kenapa, dari keempat unsur itu saya merasa kesan teater yang sangat kental.
Selain itu, dalam film ini penyajian visualnya sangat keren. Pemilihan penggunaan wide angel, mampu mengekplorasi keindahan Sumba (Nusa Tenggara Timur) dengan teramat baik. Bahkan dimulai dari adegan pertama film ini. Sebagai seorang pengagum keindahan alam karya Yang Maha Kuasa, mata saya terasa dimanja oleh film ini. Saya belum pernah ke Sumba, tetapi gegara film ini saya jadi pengen ke Sumba. Bisa dibilang film ini turut bersumbangsih untuk promosi pariwisata Indonesia.
Belum lagi pemilihan musik, yang entah kenapa juga, kok terasa pas saja dengan tiap adegannya. Musik instrumental, tradisional, modern, bahkan kalau tidak salah ada musik western ala-ala koboi juga. Ibaratnya film ‘Marlina’ adalah perpaduan yang delegan antara seni teater, seni lukis, seni fotografi, seni musik, dan tentu seni perfilman. Salut deh sama Mouly Surya, sang sutradara.
Lalu, bagaimana dengan alur ceritanya? Menurut pendapat saya yang awam ini, film ‘Marlina’ punya alur yang sederhana. Datar-datar saja, tanpa twist-twistngagetin”. Harus diakui, kekuatan film ini bukanlah pada alur. Sesuai judulnya, adegan utama film ini dibagi menjadi empat babak, yaitu: Robbery (Perampokan), The Journey (Perjalanan), The Confession (Pengakuan), dan The Birth (Kelahiran).
Marlina (Marsha Timothy) adalah nama seorang janda yang berjuang demi keselamatan dirinya. Suaminya telah meninggal, begitu pula sang anak yang meninggal dalam kandungan. Terpaksa Marlina harus hidup di tengah gurun seorang diri. Pada suatu siang, datanglah seorang pria bernama Markus (Egi Fedly). Tujuan kedatangnya adalah untuk merampok harta dan ternak milik Marlina, bersama enam temannya yang akan datang menyusul. Dia pun akan menyetubuhi Marlina, apabila nanti ada waktu. Semua itu Markus sampaikan dengan santai. Bahkan, sebelum teman-teman Markus datang, Marlina dipaksa untuk menyiapkan makan malam.
Ingin mempertahankan diri, Marlina mengambil sejenis biji-bijian beracun. Dimasukkan lalu ke dalam sup ayam yang dimasaknya. Hasilnya, ketika empat orang memakannya mereka langsung mati. Tiga orang lainnya, termasuk Markus tidak ikut mati. Dua orang ke kota untuk menjual ternak milik Marlina, sedangkan Markus saat itu lagi tidur. Dibangunkan untuk makan malam, birahi Markus justru muncul. Marlina pun dipaksa untuk melayani dirinya. Ditengah perkosaan tersebut, Marlina mengambil parang dan menebas leher Markus. Babak pertama berakhir.
Babak kedua dimulai. Marlina nampak berjalan sambil menenteng kepala Markus. Ingin datang ke polisi untuk melapor perkosaan yang dia alami. Di saat yang sama, Marlina bertemu dengan Novi (Dea Panendra) yang ingin mencari suaminya. Dia kesal ditinggal sang suami, padahal dia lagi hamil 10 bulan. Iya 10 bulan, saya tidak salah ketik. Disini adegan dan dialog kocak mulai terjadi. Mulai dari penumpang bus yang pada kabur saat melihat kepala Markus, seorang ibu yang tetap naik bus meski melihat Marlina mengancam sopir dengan parang, sampai kiat-kiat ‘unik’ sang ibu ini agar Novi cepat melahirkan.
Babak kedua juga mengisahkan dua laki-laki yang pergi ke kota, sudah balik ke rumah Marlina. Keduanya adalah Franz (Yoga Pratama) dan Ian (Anggun Priambodo). Emosi mereka terpicu ketika melihat kondisi teman-teman telah tewas. Maka mereka pun memburu Marlina. Babak kedua ditutup dengan adegan Marlina menunggangi kuda, karena bus yang semula dia tumpangi dibajak oleh Franz dan Ian.
Babak ketiga dan keempat? Ditonton langsung dong... Saya tidak mau tulisan ini menjadi sebuah spoiler. Ajak pacar anda, atau teman-teman anda. Jangan nonton sendirian seperti saya... Hiks...
Kesimpulan: apakah film ‘Marlina’ layak ditonton? Saya sendiri menilai sangat layak. Apabila anda bukan penggemar teater, mungkin film ini akan terasa membosankan. Seperti salah satu penonton, dua bangku di sebelah saya, yang sampai nguap-nguap. Mungkin dipaksa nonton oleh pasangannya. Berisiklah dia kemudian buat ngilangin ngantuk. Situasi seperti inilah yang bikin malas nonton ke bioskop. Sedang sial, anda akan duduk di samping orang menyebalkan. Maaf curcol sedikit.
Namun, apabila anda pencinta film berkualitas. Maka anda akan menikmati film ‘Marlina’. Saya cari info di google, ternyata ‘Marlina’ banyak menyabet penghargaan di ajang film luar negeri. Mereka saja menghargai film kita, kenapa kita tidak menghargai film negeri sendiri. Semoga terus muncul sineas-sineas yang bikin film Indonesia berkualitas. Bukan asal sekedar film, yang bikin kita mengumpat-ngumpat begitu keluar bioskop.
Seperti biasa sebagai penutup, selamat menonton film ini. Tonton yang original, jangan bajakan. Mari (mulai) cintai film Indonesia...

Kuta, 28 Nopember 2017
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar